Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
 (IDN Times/Eko Agus Herianto)
Ibu mendiang remaja laki-laki MHS, Lenny Damanik di depan Pengadilan Militer I-02 Medan. (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Intinya sih...

  • MHS dianiaya hingga tewas oleh Sertu Riza Pahlivi

  • Sertu Riza Pahlivi harus dihukum seberat-beratnya

  • Oditur militer ajukan banding untuk vonis 10 bulan Sertu Riza

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Senin, 20 Oktober 2025 menjadi momen yang berat bagi Lenny Damanik yang hadir di Pengadilan Militer I-02 Medan, Sumatra Utara. Ia kecewa terhadap putusan hakim militer yang menjatuhkan vonis bui hanya 10 bulan bagi prajurit TNI yang telah menyebabkan kematian putranya, MHS.

Anak laki-laki berusia 15 tahun itu dianiaya hingga tewas oleh Sertu Riza Pahlivi lantaran dituding ikut aksi tawuran pada 2024 lalu. Padahal, MHS tidak terlibat secara langsung dalam aksi tawuran. Tetapi, hakim justru tidak menggunakan dakwaan berisi pasal kekerasan terhdap anak yang mengkibatkan kematian sehingga Sertu Riza bisa dijatuhi vonis yang ringan.

"Saya lihat di peradilan militer ini tidak ada keadilan karena bagaimana mungkin hukuman yang diberikan kepada pembunuh anak saya hanya 10 bulan. Padahal, saat ini saya masih bisa merasakan sakit karena anak saya yang meninggal," ujar Lenny dalam diskusi Imparsial, dikutip Senin (3/11/2025).

Ia juga mengeluhkan proses hukum untuk pengusutan kematian putranya tergolong lama. Putranya meninggal pada Mei 2024. Namun, persidangan baru bergulir pada 2025. Itu pun anggota TNI yang membunuh MHS disidang di peradilan militer bukan peradilan umum.

"Oleh sebab itu, saya meminta kepada oditur yang memeriksa perkara ini untuk mengajukan banding. Saya minta kepada majelis hakim untuk memberikan hukuman yang seberat-beratnya. Jangan bunuh anak saya sampai dua kali dengan tidak adanya keadilan," tutur dia.

1. MHS disebut tewas karena jatuh dari jembatan

Lenny Damanik, ibu dari mendiang remaja laki-laki MHS, menuntut keadilan bagi putranya yang dibunuh prajurit TNI AD. (Tangkapan layar zoom)

Lebih lanjut, perasaannya sebagai ibu semakin terluka lantaran di awal, MHS disebut meninggal akibat terjatuh dari jembatan. Padahal, ada dua saksi yang melihat putranya dianiaya hingga tewas yaitu Ismail Saputra Tampubolon dan Nora Pandjaitan.

"Salah satu saksi yang bernama Nora Pandjaitan mengatakan anak saya dipukul, dijatuhkan di jembatan tersebut. Hanya karena Nora meninggal dunia, sehingga kesaksian Nora tidak ikut dimasukan di persidangan," kata Lenny.

Ia yang didampingi LBH Medan dituduh oleh anggota TNI yang berjaga di pengadilan telah bersikap provokatif. Padahal, ia tak melakukan tindak kejahatan apapun.

"Saya hanya memperjuangkan keadilan bagi anak saya. Anak saya sudah meninggal tapi keadilan bagi anak saya malah tidak ada," tutur dia.

Sertu Riza yang telah menganiaya MHS justru masih bisa bekerja sebagai prajurit TNI. "Sedihnya, anak saya malah tidak mendapatkan keadilan. Saya akan tetap memperjuangkan anak saya sampai dia mendapat keadilan!" katanya.

2. Sertu Riza Pahlivi harus dihukum seberat-beratnya

Ilustrasi pengadilan militer bagi prajurit TNI. (ANTARA FOTO/Fransisco Carolio)

Lenny turut mengeluhkan sikap hakim dan oditur yang dinilai tidak bijak selama proses peradilan kemarin. Sebab, baik tuntutan dan vonisnya tak memberi keadilan bagi korban, MHS.

Sertu Riza Pahlivi dituntut oleh oditur 12 bulan bui. Sedangkan vonisnya hukuman bui 10 bulan. Itu pun Sertu Riza tidak ikut dipecat dari dinas militer.

"Dalam persidangan kemarin saja, saya tidak dilibatkan di dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan," kata Lenny.

"Anak saya itu kalau masih hidup memiliki masa depan yang panjang, tapi diputus oleh tentara. Saya meyakini pelaku (pembunuhan) harus dihukum seberat-beratnya," imbuhnya.

Lenny juga mengaku sempat didatangi oleh pihak TNI AD ketika sidang sudah bergulir pada 2025. Padahal, MHS meninggal pada Mei 2024.

"Mereka memang pernah datang ke rumah setelah sekali sidang. Itu sudah selang satu tahun. Ngakunya mau silaturahmi tapi saya menolaknya, karena sudah terlalu lama. Kalau dari dulu mereka datang untuk minta maaf, saya masih menerima," tutur dia.

3. Oditur militer ajukan banding untuk vonis 10 bulan Sertu Riza

Ilustrasi borgol. (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara, Kepala Pengadilan Militer (Kadilmil) 1-02 Medan Kolonel Rony Suryandoko mengatakan, oditur militer telah mengajukan banding atas vonis 10 bulan bui terhadap Sertu Riza Pahlivi. Banding diajukan pada Senin, 27 Oktober 2025.

"Karena memang 7 hari waktu yang diberikan oleh undang-undang bagi terdakwa dan oditur (untuk menyikapi vonis). Terakhir (pengajuan banding) kemarin," ujar Roy pada Selasa, 28 Oktober 2025.

Meski begitu, Sertu Riza yang masih berstatus sebagai terdakwa malah tidak ditahan oleh pengadilan militer. Roy mengatakan, ada sejumlah alasan mengapa Sertu Riza tidak ditahan.

"Alasan penahanan kan ada beberapa. Ada pertimbangan bahwa terdakwa selama proses penyidikan sampai persidangan tidak pernah melakukan apapun yang membuat perkara jadi berkembang, perilaku terdakwa di persidangan tidak terlambat, sehingga kami mengakomodir bahwa terdakwa tidak ditahan," tutur dia.

Editorial Team