Hajar aswad di Masjidil Haram. (Twitter.com/HaramainInfo)
Kisah lain yang sangat penting terjadi pada musim haji tahun 317 hijriyah, saat Islam sangat lemah dan terpecah belah, sehingga kesempatan itu dimanfaatkan Abu Tahir Al Qummuthi seorang kepala suku di jazirah Arab bagian timur untuk merampas Hajar Aswad.
Dengan 700 anak buahnya ia mendobrak Masjidil Haram dan membongkar Ka'bah secara paksa lalu merebut dan mengangkutnya ke negaranya. Ia lalu membuat maklumat yang menantang umat muslim mengambil batu itu dengan perang atau membayar sejumlah uang yang sangat besar. Baru setelah 22 tahun, tahun 339 Hijriyah, batu itu dikembalikan ke Mekah oleh Khalifah Abbasiyah Al Muthilillah setelah ditebus dengan uang 30.000 dinar.
Dalam kitab Ikhbarul Kiraam diterangkan ketika Abdullah bin Akim menerima batu dari pemimpin suku Qummuth, batu itu langsung dimasukkan ke dalam air dan tenggelam, kemudian diangkat dan dibakar, ternyata pecah, maka ia menolak batu itu karena palsu.
Pemimpin Qummuth lalu memberikan batu yang kedua yang sudah dilumuri minyak wangi dan dibungkus dengan kain sutra yang sangat cantik. Namun Abdullah tetap menguji keasliaannya dengan memasukkan ke air. Batu itu kembali tenggelam dan pecah oleh api.
Kemudian pemimpin Qummuth memberikan batu ketiga, dan diuji seperti dua batu sebelumnya. Keanehan muncul, batu itu mengapung di air dan tidak pecah ketika dibakar, bahkan tidak terasa panas. Abdullah pun menyatakan batu itu asli Hajar Aswad.
Pemimpin Qummuth yang terheran-heran bertanya bagaimana Abdullah mendapat ilmu menguji batu itu. Abdullah menjawab, "Nabi pernah mengatakan, Hajar Aswad akan menjadi saksi tentang siapa-siapa yang pernah menyalaminya dengan niat baik atau tidak baik. Hajar Aswad juga tidak akan tenggelam di dalam air dan tidak panas dalam api."
Riwayat lain soal Hajar Aswad yang disampaikan Ath-Thabari, saat pembangunan Ka'bah oleh Ibrahim As dan Ismail As hampir selesai, dirasa ada yang kurang. Saat itu Ismail akan menyempurnakannya dengan benda lain, namun Ibrahim menolak dan meminta Ismail mencari batu seperti yang diperintahkannya. Ismail pun pergi mencari batu, tetapi ketika ia kembali ternyata Ibrahim sudah meletakkan sebuah batu hitam. Ismail pun bertanya dari mana ayahnya mendapatkan batu itu. Ibrahim menjawab dari malaikat Jibril yang membawanya dari langit.
Ath-Thabari juga menyebutkan riwayat lain yang sama dengan riwayat sebelumnya, hanya saja lebih rinci. Ath-Thabari menyandarkan riwayat itu kepada Ali bin Abi Thalib ra.