Amnesty: Lebih dari 150 Demonstran Penolak UU Cipta Kerja Ditangkap

Sejumlah demonstran ada yang sudah dipulangkan

Jakarta, IDN Times - Menyusul laporan adanya insiden kekerasan dan penangkapan terhadap ratusan pengunjuk rasa di berbagai kota selama demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja pada 6-7 Oktober 2020, Amnesty International Indonesia mendesak kepolisian menghentikan penggunaan kekuatan berlebih dalam menghadapi para pengunjuk rasa.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, pihak berwenang Indonesia harus memastikan terwujudnya penghormatan penuh atas mulai meluasnya demonstrasi menyikapi pengesahan UU Omnibus Cipta Kerja.

“Demonstrasi adalah pelaksanaan hak asasi manusia atas kemerdekaan berekspresi dan berkumpul secara damai. Pihak berwenang harus memperbolehkan setiap warga masyarakat, baik buruh, petani maupun mahasiswa dan pelajar Indonesia untuk bisa berdemonstrasi secara bebas dan damai," kata dia melalui keterangannya, Jumat (9/10/2020).

Baca Juga: Liput Demo di Istana, 3 Anggota Pers  Mahasiswa PNJ Dilaporkan Hilang

1. Aparat diminta menahan diri menggunakan kekuatan dan kekerasan

Amnesty: Lebih dari 150 Demonstran Penolak UU Cipta Kerja Ditangkap

Usman mengingatkan aparat keamanan agar menahan diri untuk menggunakan kekuatan yang tidak perlu, berlebihan atau eksesif, apalagi jika sampai mengintimidasi demonstran.

Dalam catatan Amnesty, sedikitnya 180 pengunjuk rasa di Bandung terluka. Sementara di Serang, 24 mahasiswa juga mengalami luka bahkan hingga gegar otak.

“Kenyataan bahwa gas air mata dan kekerasan seperti aksi memukul dan menendang digunakan terhadap pengunjuk rasa yang tak bersenjata sangatlah mengkhawatirkan,” kata Direktur Eksekutif Amenesty International Indonesia Usman Hamid, hari ini.

Amnesty International Indonesia menilai gas air mata, seperti senjata yang tidak mematikan lainnya, yaitu peluru karet, bisa menyebabkan cedera serius, dan dalam beberapa kejadian, menyebabkan kematian. Ketika senjata semacam itu digunakan, harus sesuai dengan prinsip legalitas, prinsip keperluan dan prinsip proporsionalitas.

Amnesty International Indonesia juga mengingatkan pemerintah agar  tidak melibatkan militer dalam penanganan demonstrasi, karena mereka tidak dilatih atau tidak dipersiapkan untuk menangani situasi seperti itu, yang benar-benar asing bagi mandat dan misi perjuangan mereka.

Jika secara khusus mereka ditempatkan untuk tugas ini, kata Usman, maka mereka harus sepenuhnya dilatih dan diperlengkapi untuk memenuhi pekerjaan ini sesuai dengan hukum dan standar hak asasi manusia, terutama prinsip “melindungi kehidupan”, tunduk pada aturan yang sama seperti polisi reguler dan, dan harus ditempatkan di bawah pengawasan otoritas sipil.

2. Amnesty menerima laporan lebih dari 100-an demonstran ditangkap aparat

Amnesty: Lebih dari 150 Demonstran Penolak UU Cipta Kerja DitangkapMassa penuntut pencabutan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) ditembakkan gas air mata oleh aparat kepolisian pada Kamis (8/10/2020) (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Berdasarkan laporan dari sejumlah lembaga bantuan hukum di berbagai kota, kata Usman, ratusan pengunjuk rasa ditangkap dan ditahan aparat kepolisian. Di Serang, Banten, 14 orang ditahan. Para kuasa hukum mereka yang ditangkap polisi menyatakan mereka kesulitan mengakses korban untuk memberikan pendampingan hukum.

Di kota yang sama pula, lanjut dia, seorang mahasiswa Universitas Negeri Islam mengaku sempat mengalami sesak napas setelah ditangkap dan diintimidasi polisi. Tiga mahasiswa lainnya sempat dibawa ke rumah sakit, setelah terkena lontaran gas air mata.

"Seorang di antaranya bahkan mengalami gegar otak," kata Usman.

Di Semarang, Jawa Tengah, sebanyak 50 pengunjuk rasa sempat ditangkap, dipaksa membuka baju dan dikumpulkan di kantor gubernur. Laporan lembaga bantuan hukum setempat kepada Amnesty mengatakan bahwa para pengunjuk rasa ini dipukul dan ditangkap secara paksa.

Di Bandung, Jawa Barat, sebanyak 75 orang ditangkap pada 7 Oktober 2020. Di Minahasa, Sulawesi Utara, sedikitnya 17 pengunjuk rasa juga sempat ditahan namun kini telah dibebaskan.

“Aparat keamanan berkewajiban untuk menghormati hak untuk mengemukakan pendapat secara damai dan, bahkan jika kekerasan terjadi, hanya sedikit kekuatan yang perlu digunakan untuk mengatasinya,” sebut Usman.

Laporan berbagai media juga menyebut bahwa polisi mengintimidasi kelompok-kelompok yang bepergian dengan bus ke Jakarta, menangkap, memerintahkan mereka untuk kembali ke rumah masing-masing dan tidak bergabung dengan massa lain di Jakarta.

“Mencegah orang bergabung dengan protes damai adalah pelanggaran terhadap hak asasi mereka. Setiap orang memiliki hak untuk bergabung dengan orang lain dan mengekspresikan pikiran mereka secara damai,” kata Usman.

3. Demo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja berlangsung ricuh di berbagai daerah

Amnesty: Lebih dari 150 Demonstran Penolak UU Cipta Kerja Ditangkap

Perlu diketahui, setelah pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja oleh DPR RI pada Senin 5 Oktober lalu, berbagai serikat buruh, organisasi mahasiswa, akademisi, dan aktivis menggelar unjuk rasa di Jakarta dan berbagai kota lainnya sepanjang pekan ini. Mereka menolak hasil pengesahan undang-undang kontroversial tersebut.

Puncak demonstrasi berlangsung pada Kamis (8/10/2020). Seperti di Jakarta, sejak Kamis pukul 14.30 WIB, aparat sudah meluncurkan gas air mata ke demonstrans di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat. Meski sudah diperintahkan mundur oleh aparat, namun massa tetap tidak menggubris dan masih mendekati barikade kepolisian.

Demonstrasi di Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Selatan juga berlangsung ricuh hingga malam hari. Bahkan, sejumlah halte Transjakarta dirusak dan dibakar. Bahkan, beberapa mahasiswa dinyatakan hilang hingga saat ini. 

Baca Juga: Wanita Ini Menangis saat Demo,  Serahkan Bendera Merah Putih ke TNI

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya