Awal Ramadan Tahun Ini Antara Muhammadiyah-Pemerintah Potensi Berbeda

Jakarta, IDN Times - Anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriah Indonesia Kementerian Agama (Kemenag), Thomas Djamaluddin, mengatakan awal Ramadan dan Idulfitri 1443 Hijriah/2022 Masehi berpotensi berbeda antara Muhammadiyah dengan Pemerintah.
Hal itu karena adanya aturan baru dari kesepakatan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) yang ditetapkan pada 2021.
Kesepatan tersebut berupa kriteria penentuan awal hijriah. Dalam Kesepatan terbaru, awal bulan hijriah berganti apabila tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
"Bagaimana Ramadan, Syawal dan Zulhijjah? Kalau kita melihat garis tanggal, ini paling mudah menentukan. Kalau masih menggunakan kriteria lama ini di bagian barat wilayah Indonesia, ini 1 April masih 2 derajat, kalau kriteria lama ada potensi dengan wujudul hilal, tapi kalau lihat garis ini ada potensi perbedaan," ujar Thomas dalam webinar penentuan 1 Ramadan 1443 H, Kamis (24/3/2022).
Dia mengatakan, apabila menggunakan aturan baru dari MABIMS berupa tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat, wilayah Indonesia, Asia Tenggara dan Arab Saudi belum memenuhi. Sehingga, tidak mungkin terjadi rukyat.
"Sehingga awal Ramadan ini akan terjadi perbedaan, Muhammadiyah sudah mengedarkan maklumat bahwa berdasakran hisab wujudul hilal, itu 1 Ramadan, 2 April, tapi dengan menggunakan kriteria MABIMS ini, nanti dibuktikan dengan rukyat itu kemungkinan besar 1 Ramadan akan jatuh pada 3 April (2022)," sambungnya.
1. Awal Syawal dan Zulhijah akan berbeda
Thomas menerangkan, untuk awal Syawal dan Zulhijah 1443 Hijriah juga berpotensi berbeda antara Muhammadiyah dan Pemerintah. Menurutnya, bila menggunakan kesepakatan BIMAS terbaru, 1 Syawal berpotensi akan jatuh pada 3 Mei 2022.
"Jadi kesimpulan, ada potensi perbedaan awal Ramadan, Idulfitri dan Iduladha 1443 Hijriah, baik secara nasional maupun internasional," katanya.