Pasal Makar Sering Digunakan Polisi, Begini Penjelasan Lengkapnya

Eggi dan Hermawan tidak seharusnya dikenakan pasal makar

Jakarta, IDN Times - Beberapa hari terakhir, kata 'makar' mencuat di beberapa media massa maupun media sosial. Salah satunya terkait Advokat bernama Eggi Sudjana yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Polda Metro Jaya.

Eggi ditahan selama 20 hari ke depan atas kasus dugaan perkara tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara/makar, terhitung sejak Selasa (14/5) malam.

Eggi Sudjana sebelumnya dilaporkan oleh caleg PDIP S Dewi Ambarawati alias Dewi Tanjung ke Polda Metro Jaya atas tuduhan makar. Dewi melaporkan Eggi berkaitan dengan beredarnya video berisi seruan Eggi agar pendukung Prabowo Subianto melakukan 'people power'. Orasi Eggi tersebut dilakukan di depan rumah calon presiden Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 17 April 2019.

Pernyataan Eggi itu kemudian diadukan Suriyanto dengan nomor laporan: LP/B/0391/IV/2019/Bareskrim pada 19 April 2019. Dalam surat panggilan pemeriksaan Eggi, pria yang juga dikenal sebagai Caleg PAN dalam Pemilu 2019 tersebut dikenakan pasal 107 KUHP dan atau pasal 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP dan atau pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau pasal 15 UU nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. Kini kasus itu dilimpahkan ke Polda Metro Jaya untuk ditangani.

Tak hanya Eggi, Hermawan Susanto (HS) yang menyerukan ancaman memenggal kepala Presiden Joko 'Jokowi' Widodo pada aksi unjuk rasa di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, pada Jumat(10/5) lalu. Ia ditangkap polisi karena diduga melakukan upaya makar atas seruannya tersebut.

Lantas, apakah tindakan keduanya dapat dikategorikan sebagai upaya makar?

1. Makar berarti serangan

Pasal Makar Sering Digunakan Polisi, Begini Penjelasan LengkapnyaDok. IDN Times/Istimewa

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara Suwahju mengatakan, makar berasal dari bahasa Belanda yaitu, aanslag.

"Kalau lihat bahasa aslinya, karena KUHP kita sebenarnya masih dalam bahasa Belanda ya. Yang dalam bahasa Indonesia itu tidak resmi semua. Kalau kita lihat dalam bahasa aslinya itu disebut dengan aanslag. Aanslag itu berarti serangan," ujarnya saat dihubungi IDN Times, Rabu(15/5).

Serangan itu, kata Anggara, tergantung dengan jenis tindakannya. Ia kemudian mencontohkan salah satu tindakan serangan itu yaitu serangan yang bertujuan memisahkan diri. Menurutnya, jika seseorang atau kelompok akan melakukan tindakan memisahkan diri, maka tindakan tersebut harus memiliki persiapan.

"Persiapan mungkin mengumpulkan senjata, membentuk semacam tentara, milisi dan segala macam. Nah, itu aanslag dalam konteks itu, serangannya dalam konteks itu (memisahkan diri)," ujarnya.

Selain itu, Anggara juga mencontohkan tindakan makar lainnya yaitu serangan terhadap presiden atau wakil presiden. Menurutnya, serangan terhadap pimpinan negara itu tidak harus dalam bentuk kekerasan fisik.

"Misalnya membuat pingsan Presiden. Sehingga, menjadikan dia tidak mampu memerintah. Itu juga bagian dari aanslag atau makar tadi. Gak harus nodongin pistol. Itu enggak harus," kata Anggara.

Baca Juga: Rachmawati Sebut Megawati Pernah Makar, Puan: Jangan Saling Hujat

2. Tindakan dapat dikategorikan makar jika ada perbuatan pelaksanaannya

Pasal Makar Sering Digunakan Polisi, Begini Penjelasan LengkapnyaIDN Times/Prayugo Utomo

Anggara mengatakan, suatu tindakan dapat dikategorikan upaya makar, jika ada perbuatan pelaksanaannya. Perbuatan pelaksanaan itu berarti, perbuatan yang sudah dipersiapkan untuk melakukan makar.

"Dan itu (perbuatan pelaksanaan) harus ada tujuannya. Misalnya, dia harus tahu bahwa yang dituju itu adalah presiden dan wakil presiden," katanya.

Ia kemudian mencontohkan salah satu kasus yang pernah dialami beberapa mahasiswa Papua pada tahun 2018 lalu. Tindakan mereka dikaitkan dengan aksi makar karena tidak mengibarkan bendera merah putih saat HUT ke-73 RI.

"Nah itu sebenarnya tidak tepat dikenakan pasal-pasal makar. Misalnya gini, tidak mengibarkan bendera itu tidak cukup menjadikan seseorang menjadi pelaku makar. Dia harus ada pengumpulan kekuatan. Harus bisa dibuktikan ada pengumpulan kekuatan atau tidak," jelasnya.

Anggara kemudian menceritakan, pada masa pemerintahan Belanda, Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia Soekarno/Hatta sempat diadili akibat perbuatannya yang ingin memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Saat itu, keduanya diadili namun tidak dikenakan pasal makar.

Mereka, kata Anggara, diadili dengan pasal penghasutan dan terlibat dalam organisasi kejahatan. Keduanya juga diduga melakukan penghasutan untuk melawan pemerintah.

"Artinya kalau sekarang pun misalnya, ada mahasiswa Papua yang mengibarkan bendera, atau tokoh tokoh politik yang bilang people power dan segala macam, itu seharusnya tidak bisa dikenakan pasal makar," kata Anggara.

"Harus dicari pasal-pasal lain yang relevan. Karena makar itu ancamannya pidana mati. Maka prakteknya sebetulnya harus lebih tepat. Penegakan hukumnya harus lebih tepat," sambung Anggara.

3. Eggi dan Hermawan tidak seharusnya dikenakan pasal makar

Pasal Makar Sering Digunakan Polisi, Begini Penjelasan LengkapnyaIDN Times/Axel Joshua Harianja

Anggara mengatakan bahwa, Eggi seharusnya tidak dikenakan pasal makar atas pernyataan people powernya.

"Ya enggak tepat. Artinya itu tadi, menimbang lagi sejarah perumusan deliknya dan lain-lainnya sebagainya. Itu tidak tepat," katanya.

"Eggi Sudjana teriak people power dianggap makar. Sebetulnya tidak cukup di situ. Gak cukup hanya orang teriak terus dianggap people power. Kecuali polisi bisa membuktikkan sudah ada perbuatan pelaksanaannya," sambungnya.

Hal itu juga berlaku kepada Hermawan yang menurutnya tidak menunjukkan adanya perbuatan pelaksanaan atas seruan penggal kepala Jokowi  tersebut.

"Memang dia udah bikin perbuatan pelaksanaan? Maksud saya adalah, bahkan itu tidak tepat dikenakan pasal makar. Karena, tidak ada perbuatan pelaksanaanya. Memangnya udah mempersiapkan apa untuk membunuh presiden dan wakil presiden?" ungkapnya.

Anggara menambahkan, salah satu peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai makar yaitu saat pendukung Republik Maluku Selatan (RMS) melakukan tarian Cakalele (tarian perang) di depan Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2007 yang lalu. 

"Teman-teman  RMS itu kena pasal makar. Tarian Cakalele itu memang aslinya menggunakan pedang asli, pedang beneran. Walaupun kalau kita lihat unsur unsurnya mungkin bisa kena pasal makar. Karena udah ada persiapan kan. Dia menggunakan pedang beneran gitu loh. Menari di hadapan presiden," jelasnya.

4. Praktek penegakan hukum yang dilakukan Polri dinilai buruk

Pasal Makar Sering Digunakan Polisi, Begini Penjelasan LengkapnyaIDN Times/Istimewa

Lebih lanjut, praktik penegakan hukum yang dilakukan Polri kata Anggara, dinilai buruk dalam menangani kasus-kasus yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan pasal makar.

"Artinya, hal-hal yang sebenarnya tidak dikategorikan sebagai perbuatan aanslag atau makar tersebut kemudian dipidana dengan pasal (makar) itu. Ini bukan soal berpihak atau tidak berpihak, tapi soal penegakan hukum yang buruk," jelas Anggara.

5. Arti dan pasal soal makar

Pasal Makar Sering Digunakan Polisi, Begini Penjelasan LengkapnyaIDN Times/Irfan Fathurochman

Dilansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi daring, makar memiliki beberapa arti. Yang pertama akal busuk dan tipu muslihat. Kedua, perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang dan sebagainya, dan yang ketiga, perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.

Dari tiga pengertian berdasarkan KBBI itu dapat disimpulkan bahwa, makar merupakan tindakan yang dilakukan untuk menjatuhkan pemerintahan yang dilakukan baik dengan akal busuk atau dengan melakukan penyerangan.

Berdasarkan pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), makar diartikan sebagai tindakan melanggar hukum dengan melawan pemerintah, makar terhadap ideologi, dan makar terhadap presiden yang sedang aktif memimpin. Siapa saja yang melakukan aksi berkaitan dengan hal tersebut akan dijerat oleh hukum dan bisa dihukum berat jika kadar makarnya sangat tinggi.

Tindak pidana makar masuk Bab tentang Kejahatan terhadap Keamanan Negara. Pasal-pasalnya antara lain:

Pasal 87
Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53. 

Pasl 104
Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Pasal 106
Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Pasal 107
(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat (1), diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun 

Pasal 139a
Makar dengan maksud melepaskan wilayah atau daerah lain dari suatu negara sahabat untuk seluruhnya atau sebagian dari kekuasaan pemerintah yang berkuasa di situ, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

Pasal 139b
Makar dengan maksud meniadakan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan negara sahabat atau daerahnya yang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 140

(1) Makar terhadap nyawa atau kemerdekaan raja yang memerintah atau kepala negara sahabat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Jika mekar terhadap nyawa mengakibatkan kematian atau dilakukan dengan rencana terlebih dahulu mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
(3) Jika makar terhadap nyawa dilakukan dengan rencana terlebih dahulu mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

6. MK menolak uji materi pasal makar

Pasal Makar Sering Digunakan Polisi, Begini Penjelasan LengkapnyaANTARA FOTO/Galih Pradipta

Pada 31 Januari 2018 yang lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi pasal makar di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Gugatan tersebut diajukan oleh pengurus Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Syahrial Wiriawan bersama rekannya.

ICJR saat itu mengajukan gugatan agar MK menguji norma Pasal 87, Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 139a, Pasal 139b dan Pasal 140 KUHP tentang makar. Namun MK dalam sidang putusan perkara yang dihadiri oleh 9 hakim menolak gugatan tersebut.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat dalam pembacaan putusan uji materi di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat, Rabu (31/1).

Ketua MK Arief Hidayat menjelaskan ada sejumlah pertimbangan mengapa MK menolak uji materi pasal makar itu. Dalam pertimbangan putusan itu, majelis menyebut pasal makar dan pemufakatan jahat diperlukan untuk menjaga keutuhan NKRI.

"Hal itu harus dipahami bahwa regulasi tersebut demi melindungi kepentingan negara," kata Arief.

Lebih lanjut majelis menyebut pasal soal makar dan pemufakatan jahat juga melindungi masyarakat dari ancaman tindakan makar. Pasal tersebut menurut majelis berfungsi agar memberikan rasa aman bagi warga negara.

"Justru harus dipahami bahwa pengaturan pasal a quo juga demi memberikan perlindungan kepada diri pribadi, keluarga pada rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan atas perilaku tindak pidana makar," ungkapnya.

Dalam pertimbangan itu, penegak hukum juga diatur agar lebih jeli melihat kasus makar. Perlu ada batasan yang jelas antara perilaku makar dalam tahap perbuatan, atau terbatas pada konsep, gagasan ataupun pikiran.

"Adapun adanya tindakan penegak hukum yang melakukan penangkapan atau tindakan hukum lainnya sebagaimana yang didalilkan pemohon, di mana pelaku masih dalam tahap perbuatan yang baru terbatas pada konsep, gagasan, dan pikiran, apabila hal yang disampaikan pemohon tersebut benar adalah persoalan implementasi norma yang disebabkan karena tidak adanya persepsi yang sama antarpenegak hukum tentang pengidentifikasian batas-batas yang jelas tentang tindak pidana makar yang secara ketat menerapkan Pasal 87 KUHP maupun yang memaknai dengan mengaitkan tindak pidana percobaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53 KUHP," ujar Arief

Kuasa Hukum dari ICJR Erasmus Napitupulu menilai perlu ada batasan yang jelas yang diberikan MK agar aparat penegak hukum tidak salah ambil langkah. Erasmus menganggap keputusan MK masih membingungkan.

"Aparat penegak hukum harus hati-hati menegakkan ini, tadi saya dengar tadi keputusan MK itu muyer-muyer banget. Saya catat tadi tiga kali dia bilang logika kami tidak masuk karena tidak boleh dimaknai serangan diulangi sampai tiga kali, tapi hakim MK tidak memberi batasan yang jelas sejauh mana makar itu dimaknai sebagai persiapan," kata Erasmus.

Dia mencontohkan beberapa kasus di luar negeri soal makar. Menurutnya makar belum bisa dianggap makar sebelum ada tindakan perlawanan bersenjata kepada pemerintah.

"Makar itu harus dilaksanakan, begitu dia angkat senjata makar. Itu makar karena dia angkat senjata. Tapi orang mimpin doa, nyajikan makanan, ngerek bendra itu bukan makar," ujarnya. 

Baca Juga: Terjerat Kasus Makar, Kivlan Zen Dicekal 

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya