Rekonstruksi Kasus Kebakaran Kejagung  Tertutup, Apa Kata Pakar Hukum?

Rekonstruksi hanya untuk memperkuat keyakinan penyidik

Jakarta, IDN Times - Mabes Polri melakukan rekonstruksi kasus kebakaran gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) secara tertutup. Hal ini mendapat kritikan dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, dan meminta agar dilakukan rekonstruksi secara terbuka.

Terkait hal ini, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, dalam konteks hukum acara pidana, rekonstruksi tidak memiliki landasan yuridis.

"Jadi, rekonstruksi itu tidak dikenal dalam hukum acara pidana. Tidak semua kasus harus direkonstruksi," ujarnya kepada IDN Times, Selasa (27/10/2020).

Baca Juga: Terungkap, Polri Gelar Rekonstruksi Kebakaran Kejagung Secara Tertutup

1. Rekonstruksi hanya untuk memperkuat keyakinan penyidik

Rekonstruksi Kasus Kebakaran Kejagung  Tertutup, Apa Kata Pakar Hukum?Foto aerial gedung Kejaksaan Agung RI setelah api berhasil dipadamkan (IDN Times/Reza Iqbal)

Fickar menjelaskan, berdasarkan Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), yang dikualifisir sebagai alat bukti adalah keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti berupa surat, keterangan tersangka atau terdakwa, serta informasi atau dokumen elektronik.

"Tidak ada yang disebut rekonstruksi. Jadi sebenarnya, (rekonstruksi) hanya memperkuat keyakinan penyidik saja," ucapnya.

"Fakta hukum yang sah itu apa yang terungkap di pengadilan dan sangat mungkin keterangan saksi atau tersangka dalam BAP (berita acara pemeriksaan) penyidikan, berubah ketika di pengadilan," kata dia lagi.

2. Rekonstruksi dilakukan tertutup karena adanya pertimbangan tertentu

Rekonstruksi Kasus Kebakaran Kejagung  Tertutup, Apa Kata Pakar Hukum?Keadaan Gedung Kejaksaan Agung Setelah Semalaman Dilalap Api pada Sabtu, 22 Agustus 2020 (IDN Times/Aryodamar)

Dikonfirmasi terpisah, pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menilai, harus ada alasan yang jelas mengapa rekonstruksi sebuah kasus dilakukan secara tertutup.

"Secara umum, penyidikan dilakukan dengan memperhatikan asas transparansi," katanya.

Namun, dia tak memungkiri, rekonstruksi kasus bisa dilakukan secara tertutup jika ada pertimbangan tertentu.

"Misalnya, terkait (kasus) kesusilaan atau (demi) keselamatan dari pelaku kejahatan," ujar Suparji.

3. MAKI minta Kompolnas audit kinerja Polri jika tak lakukan rekonstruksi terbuka

Rekonstruksi Kasus Kebakaran Kejagung  Tertutup, Apa Kata Pakar Hukum?Koodinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Mabes Polri sebelumnya menjawab, rekonstruksi kasus kebakaran gedung Kejagung sudah dilakukan saat proses penyelidikan dan penyidikan. Menanggapi hal ini, Boyamin Saiman berharap, rekonstruksi kasus itu dilakukan secara terbuka.

"Saya tetap minta rekonstruksi lengkap secara terbuka. Karena, yang sebelumnya tidak cukup," ucap Boyamin kepada IDN Times, Senin (26/10/2020).

Boyamin mengatakan, rekonstruksi terbuka dilakukan guna menjawab keraguan publik. Di mana, publik meragukan jika puntung rokok bisa membakar markas Korps Adhyaksa. Jika tidak, MAKI kata Boyamin, akan meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) bertindak.

"Saya akan minta Kompolnas melakukan audit kinerja (Polri)," katanya.

4. Ini alasan Polri melakukan rekonstruksi kebakaran Kejagung secara tertutup

Rekonstruksi Kasus Kebakaran Kejagung  Tertutup, Apa Kata Pakar Hukum?Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol. Awi Setiyono (Dok. Humas Polri)

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan, pihaknya selama ini sudah profesional dalam menangani kasus itu.

Menurutnya, hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) maupun laboratorium forensik (Labfor) Polri, menggunakan scientific crime investigation yang mengedepankan ilmu pengetahuan.

"Jika olah TKP terbuka, dikhawatirkan akan merusak kondisi awal TKP. Sampai dengan saat ini, rekonstruksi sudah dilakukan sebanyak 6 kali dan itu akan dibuka di pengadilan agar semua orang dapat melihat dan mengkritisi bagaimana hukum kita berjalan," kata Awi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (26/10/2020).

5. Dari tukang hingga pejabat Kejagung jadi tersangka

Rekonstruksi Kasus Kebakaran Kejagung  Tertutup, Apa Kata Pakar Hukum?Kadivhumas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menyampaikan konferensi pers tentang kebakaran gedung Kejaksaan Agung di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (23/10/2020) (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Dalam kasus kebakaran gedung Kejagung, 8 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Di antaranya Direktur Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kejagung berinisial NH, Direktur PT ARM berinisial R, lima tukang berinisial T, H, S, K, IS, dan mandor berinisial UAN.

Polri menyimpulkan, kebakaran gedung Kejagung disebabkan kelalain lima tukang yang merokok di tempat bekerja. Mereka merokok di lantai 6 Ruang Biro Kepegawaian. Puntung rokok itu disebut masuk ke dalam polybag dan akhirnya menimbulkan munculnya api.

Api kemudian menjalar cepat karena adanya penggunaan minyak pembersih yang mengandung fraksi solar. Minyak berbahaya bermerek Top Cleaner yang diproduksi oleh PT ARM itu, tidak memiliki izin edar. Kedelapan tersangka dikenakan Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Mereka terancam hukuman hingga 5 tahun penjara.

Baca Juga: Soroti Puntung Rokok, MAKI Minta Polri Rekonstruksi Kebakaran Kejagung

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya