Tim Investigasi Temukan Dugaan Pelanggaran HAM Usai Tragedi di Nduga

Tim menyarankan isu di Papua dicari solusi dengan dialog

Jakarta, IDN Times - Tim investigasi kasus Nduga Papua memaparkan hasil temuan mereka terkait adanya indikasi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dalam operasi keamanan yang dilakukan aparat TNI/Polri usai pembantaian puluhan pekerja PT Istaka Karya. Sebelumnya, terjadi pembantaian yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya pada 2 Desember 2018 lalu.

Akibatnya, masyarakat Nduga kehilangan tempat tinggal karena rumahnya hancur ketika militer melakukan pengejaran terhadap anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Warga pun meninggalkan tempat tinggal mereka karena khawatir menjadi korban operasi militer tersebut.

Lalu, apa saja temuan tim soal pelanggaran HAM di Papua?

1. Tim investigasi kasus Nduga Papua temukan korban penembakan di Distrik Mbua

Tim Investigasi Temukan Dugaan Pelanggaran HAM Usai Tragedi di NdugaTheo Hasegem (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Juru Bicara Tim Investigasi Kasus Nduga Papua, Theo Hasegem menjelaskan, pihaknya menemukan dugaan pelanggaran HAM mengenai penembakan yang terjadi di beberapa distrik Mbua, Kabupaten Nduga. Korban di antaranya masyarakat sipil, bahkan ada pula korban anak-anak. 

"Beberapa masyarakat juga sempat dipukul dengan senjata hingga mengalami luka bocor di bagian kepala," kata Theo dalam konferensi pers di Kantor Amnesty International Indonesia, Jakarta, pada Jumat (29/3).

Baca Juga: 31 Pekerja Dibantai, Ini Kesaksian Jokowi Tentang Nduga di Papua

2. Puluhan ribu masyarakat Nduga terpaksa mengungsi dan kehilangan tempat tinggal

Tim Investigasi Temukan Dugaan Pelanggaran HAM Usai Tragedi di NdugaIlustrasi masyarakat Papua. (JG Photo/Donny Andhika Mononimbar)

Theo kemudian memaparkan, setidaknya ada puluhan ribu masyarakat Nduga yang terpaksa mengungsi dan kehilangan tempat tinggal akibat operasi aparat keamanan tersebut.

Masyarakat yang mengungsi, tersebar di 10 distrik di Kabupaten Nduga. Di antaranya di Distrik Mapenduma sebanyak 4.276 jiwa, Distrik Mugi 4.369 jiwa, Distrik Jigi 5.056 jiwa, dan Distrik Yal 5.021 jiwa.

Kemudian, Distrik Mbulmu Yalma 3.775 jiwa, Distrik Kagayem 4.238 jiwa, Distrik Nirkuri 2.982 jiwa, Distrik Inikgal 4.001 jiwa, Distrik Mbua 2.021 jiwa, dan Distrik Dal 1.704 jiwa.

Theo juga menjelaskan, anak-anak banyak yang mengungsi ke Kabupaten Wamena. Di Wamena, kata Theo, tersedia sekolah darurat yang dibangun menggunakan tenda. Tenda itu, kata Theo dibangun di halaman Gereja Kingmi Weneroma.

"Proses belajar mengajar baru berlangsung 3 bulan sejak Januari 2019 lalu. Ada 697 siswa dari SD hingga SMA yang bersekolah di lokasi tersebut. Namun, jumlahnya diperkirakan masih akan terus bertambah," kata Theo.

Alasan Anak-anak melanjutkan sekolah di halaman Gereja Kingmi Weneroma itu disebabkan, sejumlah sekolah di ibu kota Kabupaten Kenyam ditutup usai insiden Istaka Karya.

"Padahal, terdapat 22 sekolah di Kabupaten Nduga, yang terdiri dari 16 unit SD, 5 unit SMP, dan 1 unit SMA," tutur dia lagi.

3. Puluhan gereja ditutup dan dirusak aparat keamanan

Tim Investigasi Temukan Dugaan Pelanggaran HAM Usai Tragedi di Nduga(Ilustrasi gereja) IDN Times/Fitria Madia

Theo melanjutkan, sebanyak 34 gereja ditutup dan dirusak oleh aparat keamanan dalam operasi tersebut. Salah satu gereja yang bernama SION GKI Mapenduma sempat dijadikan markas oleh TNI. Hal itu pun membuat masyarakat terpaksa beribadah di lokasi pengungsian yang berlokasi di hutan.

Bahkan, sejumlah rumah dan puskesmas turut dibakar oleh aparat militer. Berdasarkan kesaksian masyarakat setempat, aparat militer juga menjatuhkan bom menggunakan helikopter saat melakukan serangan udara di beberapa distrik.

"Bom yang disampaikan masyarakat berbeda dari keterangan Kodam Cendrawasih Papua, yang mengatakan bahan peledak itu granat berasap," kata dia.

4. Persoalan di Papua tidak akan dapat diselesaikan melalui operasi militer

Tim Investigasi Temukan Dugaan Pelanggaran HAM Usai Tragedi di NdugaIDN Times / Istimewa

Theo menegaskan, persoalan di Papua tidak akan dapat diselesaikan melalui operasi militer. Menurutnya, apabila pendekatan kemanan itu terus dilakukan, justru berpotensi melahirkan kasus-kasus pelanggaran HAM baru dan menjadi sorotan internasional.

"Karena itu, kami memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR mengutamakan pendekatan dialogis berbasis kemanusiaan. Bukan pendekatan militer dalam menyelesaikan permasalahan di Papua. Karena pendekatan militer bukan solusi penyelesaian masalah Papua," tutur dia. 

Baca Juga: Gugur Saat Baku Tembak di Nduga, Anggota Brimob Dapat Kenaikan Pangkat

Topik:

Berita Terkini Lainnya