Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Anggota DPR RI
Ilustrasi gedung DPR yang dijaga ketat oleh personel TNI (IDN Times/Amir Faisol)

Intinya sih...

  • Partai politik sulit lakukan PAW kader di DPR

  • Partai Golkar akan telusuri anggota yang bermasalah

  • Pemohon menilai UU MD3 tak mengakomodir hak konstitusi rakyat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Wakil Kepala Badan Legislasi (Baleg) DPR, Ahmad Doli Kurnia Tanjung, menanggapi uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR dan DPRD (UU MD3), yang dilayangkan lima mahasiswa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya akan sulit bila mekanisme pemecatan anggota parlemen oleh rakyat dikabulkan hakim konstitusi.

Dalam pandangan Doli, bila ada anggota DPR yang bermasalah, maka cara menghukumnya dengan tidak dipilih kembali pada pemilu berikutnya.

"Di kita kan sebenarnya sudah mengatur, ada mekanisme rutin untuk mengevaluasi anggota DPR. Apa itu? Namanya pemilu. Jadi kalau seorang anggota DPR dianggap tidak baik, ya mekanismenya di setiap pemilu lima tahun nanti tidak usah dipilih lagi," ujar Doli di Jakarta, Sabtu, 22 November 2025.

"Mekanisme itu sudah jelas dan telah diatur," imbuhnya.

Doli mengatakan mekanisme evaluasi kinerja anggota DPR lewat pemilu sudah disepakati bersama oleh rakyat. Seandainya permohonan lima mahasiswa dikabulkan hakim konstitusi, maka akan menimbulkan pertanyaan, rakyat mana yang diberi kewenangan untuk memecat anggota DPR?

Politikus Partai Golkar itu memberi contoh dirinya sendiri yang berasal dari daerah pemilihan (dapil) Sumatra III kemudian dianggap tidak memberikan kinerja terbaik. Poin yang harus dibahas pertama, yakni apa tolak ukur seorang anggota DPR tidak bekerja dengan baik.

"Kan harus dibuktikan dulu ketika disebut tidak performed. Kan maknanya bisa bermacam-macam. Apakah tidak menjalankan fungsinya (sebagai anggota DPR) tidak baik. Apakah itu fungsi legislasi, pengawasan, budgeting, melanggar hukum atau melanggar kode etik," tutur dia.

Lalu, mekanisme selanjutnya yang perlu diatur adalah rakyat mana yang dapat mengajukan pemecatan anggota DPR. Sebab, ia bisa duduk di Senayan berkat suara dari daerah konstituennya.

"Apakah rakyat di luar daerah konstituen boleh mengajukan recall?" tanya Doli.

1. Partai politik disebut tidak mudah lakukan PAW kader di DPR

Anggota komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia ketika berkunjung ke kantor IDN Times. (IDN Times/Naufal Fatahillah)

Lebih lanjut, Doli mengingatkan, meski dalam Pasal 239 ayat 2 hanya partai politik yang berhak melakukan penggantian antarwaktu (PAW) kadernya di parlemen, ia mengklaim proses tersebut juga tidak mudah dilakukan. Ia merujuk pada kasus Fahri Hamzah yang menggugat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ke pengadilan karena dipecat pada 2016.

Tetapi, di tingkat Mahkamah Agung (MA), PKS dinyatakan kalah, sehingga harus membatalkan pemecatan Fahri dari partai. Selain itu, posisi Fahri sebagai Wakil Ketua DPR masih aman.

"Partai politik juga tidak mudah melakukan recall itu di dalam undang-undang yang sekarang," kata dia.

Sebab, menurut Doli, anggota parlemen memiliki hak eksklusif yang telah dipilih rakyat. Meski begitu, ia setuju dengan konsep anggota DPR dipilih rakyat, maka rakyat pula yang berhak mencabut mandat tersebut.

"Tapi ini kan negara, bukan perusahaan. Bukan berarti seseorang berbuat tidak baik pada hari ini, lalu esok bisa langsung dipecat. Ini kan terkait 280 juta jiwa yang harus dibuat aurannya," tutur dia.

2. Partai Golkar akan telusuri bila ada anggota yang dilaporkan bermasalah

Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Adies Kadir (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Doli pun menyebut Golkar sebagai partai tempatnya bernaung memiliki mekanisme, khusus bila ada pelaporan mengenai kader yang duduk di parlemen dianggap bermasalah. Di Golkar, kata dia, ada mahkamah partai dan dewan etik.

"Bila ada yang menyampaikan sesuatu terhadap anggota partai (yang duduk di DPR), kami akan memprosesnya," ujar dia.

Tetapi, kata Doli, jalan yang ditempuh tidak otomatis pemecatan. Keputusan yang diambil bertahap, mulai dari surat pemberhentian satu hingga tiga. Ada pula keputusan pemberhentian terhadap anggota partai tersebut.

"Misalnya ada kader yang melakukan pelanggaran parah. Yang paling gampang, ya kami akan meminta yang bersangkutan mengundurkan diri," tutur dia.

Tetapi, Doli mengingatkan dalam sejumlah kasus pemecatan kader oleh partai, sering kali partai malah kalah ketika berujung ke meja hijau.

3. Pemohon menilai UU MD3 tak mengakomodir hak konstitusi rakyat

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sementara, salah satu pemohon uji materi, Ikhsan Fatkhul Azis mengatakan, UU MD3 khususnya Pasal 239 ayat 2 poin d tidak mengakomodir hak konstitusi rakyat yang berhak mengawal kinerja anggota DPR. Dalam pasal yang digugat itu, tertulis dengan jelas hanya partai politik sebagai pengusul untuk memberhentikan anggota DPR.

"Hal itulah yang kemudian menjadi upaya kami untuk bisa tetap dibenahi. Apakah pasal tersebut kemudian dianggap sudah memenuhi makna substantif di dalam kedaulatan rakyat? Apakah benar-benar kedaulatan itu sudah dipegang oleh rakyat, karena selama ini kami sebagai pemilih atau masyarakat merasa kehilangan haknya, tidak ada saluran konstitusional bagaimana mengawasi atau melakukan pengusulan terhadap anggota partai itu sendiri," kata Ikhsan, memberikan penjelasan secara virtual, kemarin.

Ketua MK, Suhartoyo mengatakan, permohonan dari kelima mahasiswa itu akan disampaikan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang terdiri dari sembilan hakim konstitusi, untuk menyimpulkan apakah permohonan ini bisa diputus tanpa sidang pemeriksaan atau harus dilakukan sidang pemeriksaan untuk pembuktian lebih lanjut.

Editorial Team