Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Lima Mahasiswa Gugat UUD MD3, Tuntut Rakyat Bisa Pecat Anggota DPR

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Parpol dianggap eksklusif dalam pemberhentian anggota DPR
  • Anggota DPR yang diprotes publik malah dinonaktifkan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Lima mahasiswa melayangkan gugatan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi pada Senin, 17 November 2025. Di dalam permohonan gugatannya, terdapat tiga permintaan, termasuk di dalamnya adanya mekanisme bagi rakyat untuk bisa memberhentikan wakilnya di parlemen.

Uji materiil itu tertuang di dalam perkara nomor 199/PUU-XXIII/2025. Kelima pemohon adalah Ikhsan Fatkhul Azis (Pemohon I), Rizki Maulana Syafei (Pemohon II), Faisal Nasirul Haq (Pemohon III), Muhammad Adnan (Pemohon IV), dan Tsalis Khoirul Fatna (Pemohon V).

"Permohonan a quo yang dimohonkan oleh para pemohon tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk berbenah. Para pemohon tidak menginginkan ada lagi korban jiwa akibat kebuntuan kontrol terhadap DPR," ujar Ikhsan seperti dikutip dari risalah persidangan pada Kamis (20/11/2025).

Adapun Pasal 239 Ayat 2 yang dipersoalkan terkait pemberhentian antarwaktu (PAW). Di sana tertulis ada delapan kondisi di mana anggota DPR bisa ditarik dari parlemen. Poin d tertulis bahwa salah satu yang bisa melakukan PAW adalah partai politik.

"Anggota DPR diberhentikan antarwaktu sebagaimana yang dimaksud, apabila diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," demikian isi bunyi ayat tersebut.

1. Parpol dinilai sebagai pihak eksklusif yang bisa pecat anggota DPR

Ilustrasi bendera partai politik. (IDN Times/Yosafat)
Ilustrasi bendera partai politik. (IDN Times/Yosafat)

Alasan Ikhsan meminta hakim konstitusi agar Pasal 239 Ayat 2 dianggap bertentangan dengan UUD 1945, lantaran partai politik ditempatkan sebagai satu-satunya pihak berwenang yang dapat mengusulkan pemberhentian anggota DPR. Dengan begitu, makna substantif kedaulatan rakyat seperti yang dijamin di dalam Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 hilang.

Sebaliknya, ketika terdapat anggota DPR yang semestinya diberhentikan atas permintaan rakyat, partai politik justru tidak mengambil tindakan tersebut.

Dalam dalilnya, pemohon melihat tidak tersedianya mekanisme pemberhentian oleh konstituen dalam ketentuan pasal yang digugat tersebut. Hal tersebut membuat peran para pemohon sebagai pemilih dalam pemilihan umum (pemilu) hanya sebatas prosedural formal, karena pemberhentian anggota DPR tidak lagi melibatkan rakyat. Padahal, suara rakyat yang membuat kader partai politik bisa duduk di kursi parlemen.

2. Anggota DPR yang diprotes publik malah dinonaktifkan

 (www.instagram.com/@ahmadsahroni88)
Politisi Partai Nasional Demokrat, Ahmad Sahroni ketika menghadiri sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. (www.instagram.com/@ahmadsahroni88)

Para pemohon juga menyoroti mekanisme penonaktifan sejumlah anggota DPR usai diprotes oleh publik. Lima anggota DPR yang sempat dinonaktifkan yakni Ahmad Sahroni (Partai NasDem), Nafa Urbach (Partai NasDem), Surya Utama (Partai Amanat Nasional), Eko Patrio (Parti Amanat Nasional) dan Addies Kadir (Partai Golkar).

"Kelimanya telah diberhentikan sementara atau dinonaktifkan setelah adanya desakan dari masyarakat. Tetapi, berdasarkan ketentuan Pasal 244 Ayat 1 huruf a dan huruf b UU MD3, pemberhentian sementara hanya dapat dilakukan bila anggota DPR menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus," demikian yang tertulis di dalam dokumentasi pemohon.

Ketiga parpol merespons tuntutan masyarakat hanya dengan memberhentikan sementara. Padahal, menurut ketentuan di dalam UU MD3, kelima anggota DPR itu dapat diberhentikan.

"Partai politik justru menjalankan praktik yang tidak diatur di dalam UU MD3 dan malah menimbulkan kebingungan di tengah-tengah masyarakat," kata kelima pemohon.

3. Mahkamah Konstitusi akan putuskan apakah permohonan bisa lanjut ke sidang selanjutnya

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo (YouTube/Mahkamah Konstitusi)
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo (YouTube/Mahkamah Konstitusi)

Sementara, Sidang Perkara Nomor 199/PUU-XXIII/2025 dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.

Sebelum menutup persidangan, Suhartoyo mengatakan, permohonan ini akan disampaikan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang terdiri dari sembilan hakim konstitusi untuk menyimpulkan apakah permohonan ini bisa diputus tanpa sidang pemeriksaan atau harus dilakukan sidang pemeriksaan untuk pembuktian lebih lanjut.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us

Latest in News

See More

TNI AD Tepis Stafsus KSAD Jadi Beking dalam Sengketa Lahan di Makassar

20 Nov 2025, 21:21 WIBNews