Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Irfan Fathurochman

Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menyesalkan Putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang membolehkan mantan narapidana mencalonkan diri menjadi calon legislatif (caleg).

Mahfud mengatakan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019 justru menjadi polemik karena campur tangan Bawaslu.

Bagaimana pendapat Mahfud MD selengkapnya?

1. Intervensi Bawaslu menjadi masalah

IDN Times/Irfan Fathurochman

Mahfud menyebutkan pencalonan eks napi menjadi masalah, karena adanya intervensi Bawaslu dalam penafsiran hukum.

"Masalahnya itu, masalahnya disebabkan oleh intervensi Bawaslu dalam penafsiran hukum," kata dia saat ditemui di Jalan Brawijaya Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (6/9).

2. PKPU sudah sah dan harus berlaku

IDN Times/Irfan Fathurochman

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menilai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, memang membolehkan mantan napi kasus korupsi narkoba, kejahatan seksual terhadap anak ikut nyaleg. 

Namun pada kenyataannya, kata Mahfud, larangan eks napi nyaleg dalam PKPU sudah diundangkan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Alhasil, PKPU sudah sah secara hukum.

"Itu sudah sah. Harus berlaku," kata dia.

3. Mahfud menyarankan agar mengabaikan putusan Bawaslu dan menunggu putusan MA

IDN Times/Irfan Fathurochman

Satu-satunya jalan untuk membatalkan PKPU tersebut, kata Mahfud, hanyalah melalui putusan Mahkamah Agung (MA).

"Nah, dengan Bawaslu turut campur seperti itu keadaan jadi kacau. (Parpol) yang dulu sudah taat gak ajukan calon (eks napi), sekarang karena Bawaslu membolehkan, mereka meminta dibuatkan daftar baru lagi kan," kata dia.

"Jadi kacau masalahnya. Karena itu, menurut saya, yang keputusan Bawaslu itu harus diabaikan. Kita nunggu putusan MA soal JR karena PKPU itu sudah sah diundangkan," Mahfud menambahkan.

Bawaslu dan KPU kok bisa beda penafsiran ya guys?

Editorial Team