ilustrasi utang (IDN Times/Aditya Pratama)
Menurut dia, ketidakmampuan pemerintah Sri Langka dalam mengatasi krisis ekonomi yang muncul akibat pandemi yang melanda dunia secara global, dan kondisi dunia diperburuk dampak perang Rusia-Ukraina.
Hal ini tentunya menjadi pelajaran penting bagi negara-negara lain agar berhati-hati dalam membuat kebijakan anggaran negara. Menciptakan kemandirian terutama kemandirian dalam pangan dan energi.
"Indonesia dan dunia harus belajar dari apa yang terjadi di Srilanka. Saat ini utang Indonesia sudah lebih dari 7.000 triliun per Februari 2022," ujar Achmad.
Pria yang akrab dipanggil MadNur ini menyebut angka tersebut sekitar lebih dari 40 persen PDB Indonesia. Melihat angka tersebut maka penggalian utang berikutnya akan mengancam Indonesia terperosok kepada krisis seperti yang terjadi di Srilanka.
Apalagi utang didominasi karena agresifitas pemerintah membiayai infrastruktur. Selain tol, pemerintah juga agresif dalam membangun IKN di mana sampai saat ini belum ada investor besar yang bersedia membiayai setelah mundurnya Softbank dan konsorsiumnya dari pembangunan IKN.
"Indonesia harus bijak melakukan spending. Diakui bahwa spending pembangunan Infrastruktur nilai manfaat ekonominya sangat rendah bagi PDB Indonesia," tutur dia.
Berkaca dari kekacauan yang terjadi di Sri Lanka, Indonesia, kata MadNur, harus mengalihkan anggaran-anggaran yang ada kepada proyek-proyek yang dapat menciptakan kemandirian pangan dan energi sehingga Indonesia mempunyai ketahanan dalam menghadapi krisis pangan dan energi yang beresiko menciptakan krisis yang besar.
Sebagai contoh, proyek seperti Kereta Api Cepat dan pembangunan IKN yang menyerap anggaran yang sangat besar tapi mempunyai manfaat ekonomi yang rendah.
"Jadi Indonesia harus belajar dari apa yang terjadi di Srilanka. Apalagi kondisi negara lagi tidak baik-baik saja. Masyarakat masih menderita dengan kenaikan-kenaikan harga," kata Achmad.