Penyebutan 8 Tuntutan BEM UI bertajuk Asta Cita Rakyat dalam demo setahun Prabowo-Gribran. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Senada dengan BEM SI, Staf Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI Hana Gloriana Hutagalung juga turut menolak pengangkatan Soeharto menjadi salah satu pahlawan nasional. Menurutnya, pemerintahan Soeharto identik dengan rezim yang otoriter dan membatasi kebebasan sipil dan juga politik.
“Di tengah masih banyak kasus pelanggaran HAM yang belum dituntaskan sama negara, harusnya seseorang yang terlibat dalam berbagai pelanggaran HAM menjadi pahlawan merupakan hal yang sangat kontradiktif,” ujar Hana kepada IDN Times melalui aplikasi berbalas pesan, Selasa (11/11/2025).
Hana menambahkan, pemerintah seharusnya lebih berhati-hati agar tidak terjadi distorsi sejarah atau glorifikasi terhadap sosok yang justru terlibat dalam sejarah pelanggaran ham dan praktik korupsi, terutama jika ada wacana untuk penulisan kembali tentang pemerkosaan massal yang terjadi.
“Terutama ini konteksnya adalah ketika menjadi pahlawan nasional gitu. Itu sama aja dengan kita mengkhianati nilai-nilai keadilan dan juga demokrasi yang diperjuangkan oleh korban,” kata Hana.
Sebelumnya, di hari Senin tanggal (10/11/2025) Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh dari berbagai daerah dan latar perjuangan. Salah satunya adalah Presiden ke-2 RI Jenderal Besar TNI Soeharto. Pengangkatan tersebut menuai berbagai respons dari masyarakat. Salah satunya adalah Aliansi Perempuan Indonesia (API) yang mengecam diangkatnya Soeharto menjadi pahlawan nasional.
"Sejarah negeri kita telah menunjukkan dengan sangat jelas bahwa Jenderal Soeharto telah mempraktikkan pendekatan kekuasaan represif militeristik yang membunuh, merampas kemerdekaan, menyiksa warga negara yang kritis, melarang peredaran buku-buku sejarah yang kritis dan melakukan pembredelan terhadap media," tulis API dalam keterangannya, Senin (10/11/2025).