Jaringan GUSDURian Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Pengkhianat Demokrasi

- Soeharto berkuasa secara otoriter selama 32 tahun
- Soeharto terlibat dalam tindakan yang mencederai nilai-nilai kepahlawanan
- Pemerintah harus selektif dalam memberikan gelar pahlawan
Jakarta, IDN Times - Jaringan GUSDURian menolak secara tegas pemberian gelar pahlawan pada Soeharto. Gelar ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi dan reformasi.
Direktur Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid menyayangkan Presiden Prabowo Subianto dan jajaran pemerintah karena memberikan gelar bukan karena alasan yang arif, namun lebih karena relasi keluarga dan politik.
"Pemberian pahlawan kepada Soeharto merupakan sebuah pengkhianatan pada demokrasi khususnya terhadap gerakan reformasi yang telah menumbangkan rezim otoritarianisme yang korup," tegasnya dalam keterangan tertulis, Selasa (11/11/2025).
1. Soeharto berkuasa secara otoriter sebagai Presiden RI selama 32 tahun

Alissa Wahid mengatakan pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto yang berkuasa secara otoriter sebagai Presiden RI selama 32 tahun patut dipertanyakan.
"Meski Soeharto dianggap memiliki jejak dalam perjuangan kemerdekaan, melakukan pembangunan dan swadaya pangan, hingga menjadi pemimpin yang membuat situasi politik dan ekonomi stabil, akan tetapi memori kolektif bangsa Indonesia menunjukkan hal sebaliknya," tegasnya.
2. Soeharto terlibat dalam berbagai tindakan yang mencederai nilai-nilai kepahlawanan

Allisa menegaskan selama berkuasa, Soeharto terlibat dalam berbagai tindakan yang mencederai nilai-nilai kepahlawanan. Rezim Orde Baru yang dikendalikannya selama lebih tiga dasawarsa melakukan berbagai dosa besar demokrasi, mulai dari pelanggaran hak asasi manusia, praktik korupsi, represi politik, hingga kebebasan sipil politik.
"Ini membuatnya tidak memenuhi syarat integritas moral dan keteladanan seperti yang dimaksud Pasal 25 UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan," katanya
3. Pemerintah harus selektif berikan gelar

Jaringan GUSDURian meminta pemerintah untuk selektif dalam memberikan gelar pahlawan di masa mendatang. Gelar tersebut hanya diberikan kepada tokoh yang tepat dan layak, yaitu mereka yang teguh memegang nilai moral, yang mengorbankan diri untuk kemaslahatan rakyat, dan bukan sebaliknya, mengorbankan rakyat atas nama kekuasaan.
"Kami menegaskan bahwa bukan jabatan dan kekuasaan yang menentukan seseorang dapat disebut pahlawan, melainkan karakter moral etis, terutama berkait dengan tindakan yang mengangkat kemaslahatan masyarakat dan menjaga harkat martabat manusia," katanya


















