Katanya, anak zaman sekarang (alias mileniall) hobi banget gonta-ganti pekerjaan. Baru lulus tiga tahun, tapi sudah pernah kerja di 4-5 tempat. Susah sekali mencari orang yang mau meniti karier hanya di satu perusahaan, kecuali mereka memang ikut Management Trainee. Katanya, anak sekarang memang seperti "kutu loncat", mudah enggak betah di satu tempat dan selalu cari kesempatan baru.
Penah ngerasain enggak, mau resign, terus banyak yang komentar "Aduh, nanti enggak bagus di CV kalau kerjanya cuma setahun dua tahun", lalu kamu memikirkan kembali keputusanmu yang tadinya sudah matang? Saya sih pernah. Tapi ya sudah, urusan CV bisa belakangan, yang penting saya bisa memperbaiki kualitas hidup.
Orang bilang, sering pindah kerja artinya kamu enggak loyal sama perusahaan, nanti perusahaan lain jadi enggak mau sama kamu, nanti jadi susah cari kerja baru. Menurut saya, selama masih kontrak kerja, bukan akad nikah, ya enggak apa-apa dong ya, ngelirik sana-sini? Toh, enggak dosa.
Sahabat saya pernah dikonfrontasi seorang calon atasan mengenai "ketidakloyalan" ini, dan ia punya jawaban cemerlang: “Loyalitas saya pada perusahaan jangan hanya dinilai dalam bentuk saya stay bertahun-tahun, tapi dalam bentuk kontribusi yang saya berikan. Kalau kontribusi saya sudah maksimal dan memberikan pengaruh, artinya saya sudah loyal,” dia bilang.
Saya sendiri baru lulus S1 di tahun 2014, tapi saat ini sudah bekerja di tempat keempat. Apakah karena saya "kutu loncat" yang tidak mau loyal pada perusahaan? Bisa jadi. Tapi, sebelum kamu menghakimi, saya punya alasan kuat kenapa saya berpindah pekerjaan, mulai dari lingkungan kerja yang tidak suportif lagi hingga ingin lanjut kuliah. Begitu juga dengan orang-orang yang hobi pindah pekerjaan lainnya, mereka punya alasannya sendiri.
Katanya, anak muda zaman sekarang mentalnya enggak kuat, sebel sedikit pindah, dimarahi sedikit resign. Mungkin ya, mungkin tidak.
Saya percaya hubungan itu harus terjalin dua arah, termasuk hubungan kerja. Dengan belasan jam tiap harinya yang habis untuk urusan pekerjaan, hubungan kerja antara kamu, kantor sebagai institusi, kolega, dan atasan harus punya timbangan give-and-take yang seimbang. Hubungan kerja yang sehat bisa dibangun melalui budaya perusahaan yang baik, bos yang bisa jadi mentor dan tidak "sakit jiwa" ketika menghadapi bawahan, dan banyak hal lainnya. Kalau lingkungan kerja dan kolega tidak mendukung perkembangan (serta kesehatan mental) kamu, apa lagi kamu tahu bahwa di luar sana banyak pilihan yang lebih baik, ya masa masih mau bertahan dan tidak mau resign?
Ika Natassa bilang di Instastory-nya beberapa hari yang lalu, kalau kamu sebaiknya jangan pindah pekerjaan kalau "proses pembelajaran-mu" belum selesai di tempat tersebut. Ada benarnya, sih. Tapi, apa salah kalau mungkin proses pembelajaranmu lebih cepat dibandingkan dengan orang lain? Apa salah kalau karena itu kamu hobi pindah-pindah kerja untuk belajar lebih banyak hal?
Dengan pembenaran-pembenaran di atas, sepertinya kamu akan setuju dengan saya, kalau masalah "CV jadi jelek kalau resign" bisa diurus belakangan selama kamu punya alasan yang masuk akal.
Jangan karena takut CV jelek kamu jadi takut resign, apalagi kalau kamu sudah merasa mentok, sudah tidak bahagia, atau sudah muak dengan bos yang agak sinting.
Tapi ingat, jangan buru-buru resign. Kalau kamu masih bekerja untuk uang (bukan hanya untuk aktualisasi diri), pastikan kamu mendapat pekerjaan dulu baru melayangkan surat cinta ke HRD. Minimal, pastikan kamu punya tabungan yang bisa menyokong hidupmu secara minimal selama beberapa bulan.
Jangan pula meninggalkan pekerjaan dengan cara dramatis. As much slamming the door on your way out seems like a great idea, or as much as you want to do what Bridget Jones did when she left her company, trust me, it’s not a good idea — apalagi kalau kamu masih mau mencari pekerjaan di industri yang sama. Dunia itu kecil, kawan, dan kamu pasti enggak mau jadi bahan omongan.
—Rappler.com
Adelia adalah mantan reporter Rappler yang kini berprofesi sebagai konsultan public relations, sementara Bisma adalah seorang konsultan hukum di Jakarta. Keduanya bisa ditemukan dan diajak bicara di @adeliaputri dan @bismaaditya.