Ilustrasi Kolonel Anumerta Sugiyono (IDN Times/ Umi Kalsum)
Nama lengkapnya R Sugiyono Mangunwiyoto. Ia lahir di Desa Gedaran, Ponjong, Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta pada 12 Agustus 1926. Ayahnya bernama R Kasan Semitorejo. Sugiyono merupakan anak ke-11 dari 14 bersaudara. Dari seluruh keluarga besarnya, dia sendiri yang menganut Kristen Protestan.
Sugiyono menikah di usia 27 tahun dengan seorang bidan bernama Supriyanti. Dari pernikahannya, sejoli ini dikaruniai tujuh orang putra. Putri bungsunya lahir pada 29 Oktober 1965. Namun, ia tidak sempat melihat bayi mungilnya itu. Sugiyono terbunuh pada 2 Oktober 1965, empat hari setelah bungsunya dilahirkan.
Saat masih di bangku sekolah, Sugiyono yang gemar membaca ini sangat disukai teman-teman sekelasnya. Setelah lulus dari Sekolah Guru Pertama, ia langsung mendaftarkan diri sebagai prajurit Peta.
Sugiyono juga pernah menjadi ajudan Soeharto saat menjadi Komandan Brigade X di Yogyakarta. Ia juga mendampingi Soeharto saat perang gerilya sewaktu Serangan Umum 1 Maret 1949 dilancarkan ke Yogyakarta.
Begitu pula ketika markas Brigade Mataram di Makassar diserbu anak buah Andi Azis pada 5 Agustus 1955. Sugiyono juga memiliki andil dalam pembentukan Batalion Raiders Srondol Semarang.
Sebelum pemberontakan yang merenggut nyawanya, pada 1 Oktober 1965 pukul 04.00 WIB, Sugiyono sebetulnya sudah meninggalkan Yogyakarta menuju Pekalongan. Saat pulang ia sempat singgah di Semarang. Saat itulah ia tahu situasi sudah berubah, sehingga memutuskan langsung kembali ke Yogyakarta.
Di tengah perjalanan antara Ambarawa dan Magelang, ia bertemu dengan Pangdam VII dan menyarankan pangdam saat itu, Suryosumpeno, agar tidak kembali ke Semarang.
Saat tiba di Yogya, Sugiyono tidak langsung menuju rumahnya, tetapi langsung ke rumah Brigjen Katamso. Saat itulah ia mendengar kabar Katamso diculik. Lalu ia menuju markas Korem 72 yang sudah dikepung pemberontak. Pada 2 Oktober 1965 pukul 19.00 WIB, ia dibawa menuju Kentungan, sekitar 6 km sebelah utara Yogyakarta.
Di sinilah ia dibunuh dan dimasukkan ke dalam sumur yang sudah disediakan bersama jasad Katamso. Sumur itu digali di tepi sebuah pasar. Jenazahnya ditemukan pada 20 Oktober 1965. Kemudian ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Pangkatnya pun dinaikkan setingkat menjadi kolonel.