Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej (ANTARA FOTO/Fauzan)

Intinya sih...

  • Jokowi memanggil anggota Tim KUHP terkait penghinaan presiden dan hukuman mati
  • Presiden Jokowi ingin pasal penghinaan presiden dihapuskan, namun tidak terlaksana

Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej bercerita pernah dipanggil Presiden ketujuh Joko "Jokowi" Widodo pada 2019. Saat itu Eddy merupakan salah satu anggota Tim KUHP.

Jokowi yang saat itu masih jadi Presiden memanggil Eddy terkait dua pasal, yakni penghinaan presiden dan hukuman mati. Menurutnya, Jokowi saat itu meminta agar pasal penghinaan presiden dihapuskan.

"Yang pertama itu terhadap penghinaan kepala negara, beliau minta dihapus. Tapi kami tetap tidak menghapus karena itu bukan persoalan Joko Widodo tapi siapa pun yang jadi presiden," ujar Eddy Hiariej dalam sosialisasi UU Nomor 1 2023 tentang KUHP di Tangerang, Banten, Kamis (30/1/2025).

1. Eddy Hiariej sebut duta besar keluhkan pidana mati

Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej (IDN Times/Aryodamar)

Selain itu, Eddy mengatakan, Jokowi juga mempertanyakan soal pasal hukuman mati. Menurutnya, Jokowi saat itu mendapatkan keluhan dari sejumlah duta besar negara.

"Presiden Joko Widodo menerima keluhan sejumlah duta besar negara asing yang ada di Jakarta mengenai pidana mati," ujarnya.

2. Hukuman mati tak dihapus, tapi diberi percobaan 10 tahun

Ilustrasi penjara (IDN Times/Aditya Pratama)

Pada akhirnya, hukuman mati tidak dihapuskan, tapi diberikan percobaan 10 tahun. Menurutnya, ini adalah win-win solution.

Eddy mengatakan, pidana mati merupakan perdebatan yang tak ada habisnya sampai dunia kiamat. Sebab, keduanya sama-sama kuat.

"Itu perdebatan yang sampai dunia kiamat tetap dalam posisi sama kuat. Jadi kita memilih win-win solution," ujarnya.

Eddy mengatakan, percobaan 10 tahun didapatkan berdasarkan putusan hakim Mahkamah Konstitusi. Saat itu lima dari sembilan hakim MK tak setuju, sedangkan empatnya dissenting opinion.

"Itu putusan MK terhadap kasus Bali Nine yang semuanya dikembalikan ke Australia sebagai terpidana," kata dia.

3. Pengawas percobaan 10 tahun pidana mati libatkan banyak pihak

Ilustrasi penjara. (IDN Times/Sukma Shakti)

Eddy mengatakan, nantinya masa percobaan 10 tahun akan melibatkan berbagai pihak dalam pengambilan keputusannya. Mulai dari jaksa eksekutor, petugas Lapas, hingga hakim.

"Supaya tak abuse of power, yang melakukan penilaian adalah petugas LP, jaksa eksekutor, hakim pengawas dan pengaman," ujarnya.

"Jadi seseorang dinilai betul mengubah dari pidana mati ke seumur hidup bukan keputusan semata-mata dari Kalapas tapi melibatkan jaksa dan hakim," ucap dia.

Editorial Team

EditorAryodamar