Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda. (Dok. DPR RI)
Dalam kesempatan itu, Rifqinizamy mendorong penyusunan hukum acara perdata yang jelas dalam menangani sengketa pemilu.
"Karena itu bapak ibu sekalian kami merindukan betul, ke depan kita punya hukum acara sengketa pemilu. Agar, pertama kita semua punya kepastian, satu objek sengketa yang sama itu jangan dibawa ke mana-mana yang kemungkinan putusannya akan berbeda," jelasnya.
Ia lantas menyayangkan penanganan sengketa pemilu yang terjadi belakangan ini. Di mana, dugaan kecurangan ditangani oleh DKPP secara terbuka. Kemudian fakta dalam putusan penanganan pelanggaran kode etik itu dibawa ke ranah peradilan lainnya.
"Saya misalnya ketahuan curang dalam pemilu legislatif. Dibawa ke Bawaslu mental. Tiba-tiba sudah saya dilantik, dibawa ke DKPP saya nggak dihukum tapi KPU-nya yang dihukum, karena putusan di DKPP dibacakan secara terbuka. Muncul lah berbagai macam fakta-fakta atas putusan itu dibawalah digoreng putusan ini nanti ke mana-mana ke makamah partai, dibawa ke peradilan umum lah, karena Bawaslu sudah nggak bisa lagi. Akhirnya apa saya yang duduk nih udah jadi Ketua Komisi II nggak tenang saya kerja. Karena tidak ada hukum acara yang membatasi kapan masa kedaluwarsa saya yang ada di DKPP," imbuh dia.