Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KPU Buka Suara Soal Kejanggalan Sewa Private Jet untuk Pemilu 2024

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Ketua KPU membela penggunaan private jet untuk distribusi logistik Pemilu 2024 yang mepet
  • TII mengungkap kejanggalan terkait pengadaan pesawat jet pribadi KPU pada Pemilu 2024
  • Peneliti TII menyoroti perusahaan penyedia jet pribadi yang baru berusia dua tahun dan adanya dugaan mark up dalam penyewaan

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin buka suara soal adanya tudingan kejanggalan pengadaan sewa private jet atau jet pribadi yang dipakai jajaran komisioner pada Pemilu 2024.

Pria yang akrab dipanggil Afif itu menuturkan, penyewaan private jet tersebut diperlukan mengingat tahapan penyelenggaraan pemilu yang mepet.

"Jadi kan kita itu dibayang-bayangi dengan waktu tahapan yang sangat mepet. Begitu kampanye cuma 75 hari, maka pengadaan logistik, distribusi, dan lain-lainnya kan sangat terbatas dibandingkan pemilih sebelumnya yang sampai tujuh bulan," kata dia saat ditemui di Jakarta.

1. Penyewaan private jet sebagai upaya KPU minimalisir kegagalan distribusi logistik

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Afif mengatakan, penyewaan private jet tersebut sebagai upaya KPU memitigasi kegagalan dalam mendistribusikan logistik Pemilu 2024.

"Maka kita harus berpikir, dalam pikiran kami sebagai penyelenggara, tentu kita berpikir, jangan sampai pemilunya gagal, jangan sampai logistik gagal. Maka diambil langkah-langkah extraordinary yang kemudian itu sebagai mitigasi," tutur dia.

"Maka dalam beberapa kejadian, kita melakukan sidak, di mana kalau jajaran belum siap dengan logistik dan seterusnya, kita dorong percepatan, pengadaan, dan lain-lainnya. Jadi salah satunya itu," jelasnya.

2. Terkait masalah teknis ditanyakan ke sekretariat jenderal KPU

Ilustrasi logistik pemilu dan pilkada (ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso)

Afif menegaskan, terkait teknis penyewaan private jet tersebut bisa ditanyakan langsung ke jajaran Sekretariat Jenderal KPU.

"Kalau hal-hal teknis soal bagaimana penyewaan dan seterusnya, teman-teman nanti nanya di jajaran sekretariat. Pada intinya, kebijakan itu untuk men-support apa yang kita bisa lakukan demi suksesnya pemilu," imbuh dia.

3. TII ungkap dugaan kejanggalan pengadaan private jet

Ilustrasi. Warga mengikuti simulasi pemungutan suara di GOR Saparua, Bandung, Jawa Barat, Selasa (30/1/2024). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Transparency International Indonesia (TII) mengungkapkan temuan sejumlah kejanggalan terkait pengadaan pesawat jet pribadi KPU pada Pemilu 2024.

Salah satu hal yang disorot adalah pengumuman rencana umum pengadaan (RUP) sewa dukungan kendaraan logistik yang dilakukan jauh setelah pengadaan selesai pada November 2024. Padahal proyek itu dilaksanakan pada Januari-Februari 2024.

"Pengumuan RUP seolah dilakukan sebatas memenuhi formalitas dari pengadaan yang sebenarnya bermasalah. Ada kecurigaan bahwa pengadaan private jet memang tiba-tiba muncul ketika tahapan pemilu sedang berlangsung," ujar Peneliti TII Agus Sarwono dalam keteranganya yang dikutip pada Rabu (30/4/2025).

TII mengungkapkan, tender proyek penyewaan jet pribadi untuk KPU dimenangkan PT Afalima Cakrawala Indonesia. Berdasarkan penelusuran TII, perusahaan itu baru berusia dua tahun atau dibentuk pada 2022.

"Penyedia untuk melaksanakan program pemerintah, tapi faktanya telah dipilih oleh KPU untuk penyewaan private jet. Jika ditelusuri melalui situs Sistem Informasi Penyedia di website LKPP, perusahaan ini justru dikualifikasikan sebagai usaha kecil," ujar dia.

Terdapat dua kontrak pekerjaan yang dimenangkan perusahaan tersebut dengan nilai total Rp65.495.332.995. Padahal di dalam RUP, pagunya hanya Rp46.195.659.000 sehingga ada selisih Rp19.299.673.995.

"Dengan selisih ini ada dugaan mark up dalam penyewaan private jet," ujar dia.

Agus menilai, temuan tersebut menggambarkan sistem pengadaan barang dan jasa di Indonesia belum cukup memadai dalam mencegah korupsi. Menurut dia, klaim digitalisasi pengadaan seharusnya tak hanya dimaknai sebagai teknologi semata.

"Ada aspek partisipasi publik, perencanaan yang baik dan sesuai kebutuhan, hingga keterbukaan informasi yang kerap menjadi masalah berulang dalam pengadaan," ujar Agus.

"Dari aspek hukum, seluruh temuan ini akan menjadi bagian dari advokasi bersama masyarakat sipil untuk disampaikan kepada institusi yang terkait dengan pemeriksaan keuangan negara dan penegak hukum," ucap dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us