Dampak COVID-19 bagi Pekerja, Gaji Dipotong, hingga PHK Massal!

Jakarta, IDN Times - Dampak wabah virus corona atau COVID-19 di Indonesia sangat berpengaruh bagi semua kalangan. COVID-19 juga membuat beberapa sektor perekonomian masyarakat bergejolak. Hal ini turut terjadi bagi Sam, yang merupakan mantan pekerja di media massa online.
Sam sendiri belum lama meniti karier menjadi wartawan. Belum ada dua tahun, dia harus menerima kenyataan pahit akibat pemutusan hubungan kerja (PHK). Pria asal Lampung itu mengatakan, sejak awal tahun 2020, keuangan di perusahaan yang dia tempati sudah tidak stabil.
"Dan ketika (wabah virus) corona, pihak redaksi memutuskan untuk mem-PHK-kan karyawannya. Ya gue gak kaget sebenarnya. Dan, ya ikhlas," katanya kepada IDN Times, Senin (13/4) malam.
1. Semua reporter sudah kena PHK

Sam menjelaskan, tidak hanya dirinya yang di PHK. Total lima reporter yang bekerja di media itu turut di PHK.
"Pokoknya sisanya itu kayak (tim) grafis, redaktur, yang masih posisi-posisi penting," kata Sam.
Sam tidak lagi bekerja sejak Senin (6/4) lalu. Gaji terakhir yang diberikan perusahaan juga hanya setengahnya. Dia bahkan tak diberikan pesangon. Namun, jika COVID-19 tak lagi mewabah, pihak perusahaan masih memberinya kesempatan untuk kembali.
"Terserah mau gabung lagi atau gak. Tapi statusnya lu gak digaji. Tapi kalau misalkan lu mau digaji, lu harus cari iklan sendiri," ujar pria berusia 23 tahun ini.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semenjak di PHK, Sam menggunakan cara menagih utang kepada teman-teman yang pernah meminjam uangnya. Di samping itu, Sam juga meningkatkan kualitas diri dengan membuat konten yang diunggah ke media sosial YouTube.
"Ya semoga saja pundi-pundi uang bisa lahir dari situ (YouTube). Cari-cari kegiatan yang positif, produktif meningkatkan skill. Ya, kalau uang nanti itu jalan sendiri," ujar lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Malang ini.
2. Sempat yakin tidak akan kena PHK, namun kenyataan berkata lain

Hal serupa turut terjadi bagi Bram. Pria asal Madiun, Jawa Timur ini sudah bekerja menjadi wartawan selama dua tahun. Bram sendiri baru bekerja di sebuah perusahaan media radio selama satu tahun.
Pada Selasa (7/4) pekan lalu, kontraknya berakhir. Namun sejak Rabu (1/4), pihak perusahaan belum memberikan kepastian apakah dirinya akan ditetapkan sebagai karyawan tetap atau kontraknya diperpanjang.
Pada Rabu (1/4), salah satu kerabatnya yang juga masih berstatus pegawai kontrak menanyakan kepastian status dia dan Bram kepada redaktur. Total, ada tiga reporter yang masih berstatus sebagai pegawai kontrak. Redaktur pun meyakinkan jika ketiganya akan diberikan kabar baik.
"Dari situ, gue dan dua orang teman gue tuh tenang. 'Oh masih dinilai nih, oh mungkin karena semua anak kantor juga kerja di rumah mungkin lambat (memberikan kepastiannya)','' ungkap Bram.
Pada Jumat (3/4), Bram bersama dua rekannya diminta oleh pihak HRD untuk datang ke kantor. Akan tetapi, dua rekannya ternyata dibatalkan. Alih-alih berharap bertemu dengan redaktur, Bram ternyata hanya bertemu dengan manajer HRD.
Di dalam ruangan meeting, hanya ada dia bersama beberapa rekan dari divisi lain. Manajer HRD kemudian menjelaskan alasan mereka dipanggil, dan menyatakan kondisi keuangan perusahaan tengah collapse. Pihak perusahaan memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak Bram.
"Di situ langsung perasaan gue tuh lagi kayak gini nih (wabah COVID-19), gue malah diberhentiin. Padahal, gue sama sekali gak mikir kalau bakal diberhentiin," ungkapnya.
Pria berusia 24 tahun ini menerima keputusan tersebut. Pihak perusahaan juga menjanjikan memberikan gaji terakhirnya untuk di bulan April. Untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, Bram selalu menghemat. Dia mengatakan, tak mau hanya sekadar mengandalkan kartu Prakerja dari pemerintah.
"Kartu Prakerja tuh ada tes-tesnya. Gak bisa langsung proses kita dapat Rp3,5 juta. Makanya, hemat-hemat pengeluaran," tutur lulusan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta ini.
3. Merasa tidak dihargai jerih payahnya

Lain lagi kisah dari FA. Sebelum kena PHK, kondisi keuangan perusahaan media massa online yang ia tempati sedang tidak stabil. Bahkan, pembayaran upah beberapa bulan terakhir sempat terlambat.
"Di bulan April pun sempat dibayarin dua kali periode. Jadi pembayarannya itu bertahap karena COVID-19 inilah mungkin jadi tambah hancur. Makanya, perusahaan lakuin efisiensi," jelas pria berusia 31 tahun ini.
Dia pun tak tahu apa pertimbangan perusahaan mem-PHK-kan dirinya. Menurutnya, kualitas dan kuantitas kinerjanya sudah cukup maksimal. Total, ada 17 karyawan yang harus kena PHK di perusahaan yang FA tempati.
FA tak menyangka, jika dirinya harus kena PHK. FA menceritakan, padahal dia ditugaskan beberapa kali meliput di RS Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Dia rela terus hadir agar perusahaannya mendapatkan berita yang aktual. Namun, kenyataannya kini berbeda.
"Nah sekarang lagi begini, gue yang ibaratnya jadi korban COVID-19. Waktu itu gue siap pasang badan buat kantor. Tapi setelah kayak begini, gue malah disisihkan," ucap FA.
FA tak bekerja lagi sejak awal April. Meski begitu, dia bersyukur dijanjikan mendapat upah pada akhir April mendatang.
"Cara memenuhi kebutuhan hidup ya sementara ini bantu-bantu kawan lama dengan cara kerja serabutan. Dia lagi butuh tenaga buat ngangkut ini, ngangkut itu, ya gue kerjain. Kalau misalnya lagi gak ada, ya sudah gak ngapa-ngapain," ujar lulusan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA) ini.
4. Sejak Rabu (8/4) lalu, SPB ini tak lagi bekerja

Hal memilukan juga menimpa Samsu. Dia sudah tujuh tahun bekerja sebagai sales promotion boy (SPB) toko emas di Mall Artha Gading (MAG), Jakarta Utara. Pria berusia 31 itu mengatakan, pada awal April, pemilik toko meliburkan seluruh karyawannya selama dua minggu.
"Setelah libur tiga hari, tiba-tiba ada telepon dari kantor bahwa saya mulai per tanggal 8 (April) diberhentikan," ujar Samsu.
Pihak toko memutuskan karyawannya diberhentikan karena setahun belakangan, omzet di setiap cabang toko menurun drastis. Pabrik pun sudah tidak lagi memproduksi emas yang akan dijual.
"Untuk pemberhentian bukan hanya saya. Banyak beberapa orang yang kondisinya sama seperti saya di setiap toko. Di Bandung, di Jakarta, di Tangerang di Bali, di Surabaya, semuanya diberhentikan," ungkap Samsu.
Pihak toko tetap bertanggung jawab memberikan gaji terakhir serta memberikannya pesangon. Saat ini, dia membuka usaha untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Saat ini saya di rumah membuka usaha kecil-kecilan. Masakan ayam keliling di daerah saya yang sekarang tinggal di Jakarta," tutur pria asal Garut, Jawa Barat ini.
5. Pihak perusahaan sepakat semua gaji karyawan dipotong 50 persen

Nasib beruntung masih berpihak kepada Faqih. Pria asal Tangerang, Banten ini bekerja di perusahaan kontraktor landscape atau kontraktor di bidang pembuatan taman. Dia baru bekerja selama satu tahun dua bulan sebagai accounting. Per April ini, perusahaannya juga baru menerapkan sistem work from home (WFH).
Sejak COVID-19 mewabah di Tanah Air, perusahaan yang dia tempati hampir bangkrut. Penjualan tidak ada, dan tak ada undangan kerja sama dari pihak tender.
"Karena memang sudah WFH semua, sudah libur semua. Kontraktor-kontraktor yang kerja sama kita mereka pun libur sampai bulan Desember (2020)," jelas Faqih.
Akhirnya pihak perusahaan mengeluarkan dua pilihan. Pertama, 80 persen karyawan akan di PHK. Kedua, seluruh gaji karyawan dipangkas menjadi 50 persen. Keputusan jatuh pada pilihan kedua. Faqih yang awalnya mendapat gaji Rp4,2 juta, kini hanya membawa pulang Rp2,1 juta.
"Untuk semua gaji karyawan dipotong. Karena memang kita meeting dari direksi per divisi, itu semuanya sudah sepakat. Karena memang kita mau berjuang sama-sama," ujar pria berusia 23 tahun ini.
Meski begitu, ada sejumlah karyawan yang di PHK. Sebagian besar adalah tukang-tukang yang bertugas di lapangan. Jika situasi sudah kembali pulih, mereka akan dipekerjakan kembali.
Lebih lanjut, Faqih berharap, wabah virus corona segera berlalu. Dia menginginkan, semua sektor perekonomian di Indonesia kembali pulih.
"Saya tuh sampingannya driver ojek online. Jadi saya pun punya cicilan. Cicilan saya saja gak ke-cover sama gaji saya saat ini. Dan untuk itu saya harus bekerja keras untuk menutupi," katanya.
6. 1,6 juta masyarakat Indonesia kena PHK dan dirumahkan

Akibat pandemik virus corona, ada 1,6 juta masyarakat yang harus kena PHK dan dirumahkan. Hal itu diungkapkan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Doni Monardo.
"Dari beberapa laporan para menteri ada 1,6 juta warga yang di-PHK dan dirumahkan," katanya dalam video conference, hari ini.
Per Kamis (9/4) lalu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyatakan ada 1.506.713 pekerja yang di-PHK dan dirumahkan. Dari hasil tersebut, 160.067 orang yang berasal dari sektor formal dan 265.881 pekerja dari sektor informal di PHK. Sedangkan 1.080.765 pekerja, masih berstatus dirumahkan.