Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dedi Mulyadi Usul 50 Anak Per Kelas, P2G: Sumpek Seperti Penjara

Pelajar memanfaatkan transportasi massal BRT Trans Semarang. (dok. Pemkot Semarang)
Pelajar memanfaatkan transportasi massal BRT Trans Semarang. (dok. Pemkot Semarang)
Intinya sih...
  • Kebijakan Dedi Mulyadi tak selesaikan masalah anak putus sekolah
  • Anak putus sekolah bisa karena ekonomi hingga terjerat hukum
  • Usulkan empat solusi cegah anak putus sekolah di Jabar

Jakarta, IDN Times - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyoroti kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang membolehkan satu kelas diisi hingga 50 peserta didik, guna mencegah anak putus sekolah.

Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, mengatakan mengatakan semangat memberangus anak putus sekolah itu dikhawatirkan bisa membuat dampak negatif dan kontraproduktif bagi guru serta siswa, jika dilihat dari berbagai sisi.

"Kelas akan terasa sumpek, seperti penjara, mengingat luas ruang kelas SMA atau SMK itu hanya muat maksimal 36 murid saja," kata Iman dalam keterangan pers, Senin (7/7/2025).

1. Kebijakan Dedi disebut tak selesaikan masalah anak putus sekolah

WhatsApp Image 2025-06-17 at 12.34.15 (3).jpeg
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Hotel Borobudur Jakarta Pusat (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

P2G juga menyatakan aturan ini bertentangan dengan Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2023, tentang Standar Pengelolaan dan Keputusan Kepala BSKAP Nomor 071/H/M/2024 tentang Juknis Pembentukan Rombongan belajar, bahwa siswa SMA/MA/SMK/MAK maksimal 36 anak saja. Iman mengatakan kebijakan Dedi ini tidak akan menyelesaikan masalah anak putus sekolah.

"Anak putus sekolah di Jawa Barat memang menghawatirkan, ada sekitar 658 ribu. Kami menilai, memasukkan 50 murid SMA ke satu kelas justru solusi instan jangka pendek," kata Iman.

Upaya pencegahan anak putus sekolah, kata Iman, harusnya berprinsip kesesuaian wewenang, ketersediaan, keterjangkauan, kesinambungan, keterukuran dan ketepatan sasaran. Contohnya adalah melihat kondisi sekolah, ketersediaan guru, sarana prasarana, dan luas ruang kelas.

2. Anak putus sekolah bisa karena ekonomi hingga terjerat hukum

Inin Nastain/ Gubernur Jabar Dedi Mulyadi
Inin Nastain/ Gubernur Jabar Dedi Mulyadi

Iman menerangkan kondisi anak putus sekolah tak semuanya karena masalah tidak tertampung di sekolah negeri. Tak ayal, anak-anak bisa saja putus sekolah karena menikah dini, anak berkonflik dengan hukum atau harus bekerja, hingga kondisi ekonomi.

Maka menurut Iman, anak putus sekolah bisa dimasukkan ke madrasah negeri dan swasta, ke pendidikan non-formal atau sekolah rakyat. Sekolah-sekolah itu juga dibiayai secara penuh oleh negara.

Nantinya, anak putus sekolah yang termasuk miskin ekstrem desil satu dan desil dua bisa dipertimbangkan, agar anak tersebut masuk sekolah rakyat yang dikelola Kementerian Sosial. Maka diharapkan ada kesinambungan antara program pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

3. Usulkan empat solusi cegah anak putus sekolah di Jabar

IMG-20250612-WA0103.jpg
Siswa sekolah di Dolok Sanggul saat menikmati MBG perdana di Humbang Hasundutan, Rabu (11/6/2025) (dok.istimewa)

P2G mengusulkan empat solusi jangka panjang bagi Pemprov Jabar untuk mencegah anak putus sekolah. Pertama, menambah ruang kelas di SMA atau SMK. Kedua, membangun Unit Sekolah Baru (USB) dengan tetap memperhatikan keberadaan sekolah swasta.

Ketiga, mengadopsi "Skema SPMB Bersama SMA/SMK Swasta" seperti di DKI Jakarta. Keempat, mendorong sekolah gratis berkualitas sesuai Putusan MK No. 3/PUU-XXII/2024. P2G mengingatkan, jangan sampai kebijakan Pemprov malah mematikan peran sekolah swasta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us