Konferensi pers pernyataan sikap jajaran Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) di Gedung FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Adapun, Guru Besar FKUI menyampaikan sikap terkait situasi terkini terhadap pelaksanaan pendidikan dan pelayanan kesehatan di Indonesia.
Guru Besar FKUI mengaku prihatin dengan kebijakan kesehatan dan pendidikan kedokteran dari Kemenkes yang berpotensi menurunkan mutu pendidikan dokter dan dokter spesialis sehingga berdampak langsung pada kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.
Padahal, selama pandemik COVID-19, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan tenaga medis telah menyelamatkan jutaan nyawa dengan para dokter bekerja tanpa lelah bahkan sampai kehilangan nyawa demi keselamatan rakyat.
Ketua Dewan Guru Besar FKUI, Siti Setiati, mengatakan, keprihatinan itu lantaran kebijakan pemerintah terkait kesehatan nasional jauh dari semangat kolaboratif. Pihaknya menilai, aturan yang dibuat pemerintah berpotensi menurunkan kualitas pendidikan dokter dan dokter spesialis. Ujungnya juga akan berdampak pada memburuknya mutu pelayanan kesehatan masyarakat.
"Kini kami prihatin karena kebijakan kesehatan nasional saat ini menjauh dari semangat kolaboratif tersebut. Alih-alih memperkuat mutu layanan dan pendidikan, kebijakan yang muncul justru berisiko menurunkan kualitas pendidikan dokter dan dokter spesialis, yang pada akhirnya akan menurunkan mutu pelayanan kesehatan untuk masyarakat," kata dia dalam kesempatan yang sama.
"Pendidikan dokter bukanlah proses sederhana, melainkan perjalanan akademik panjang yang hanya dapat terwujud melalui rumah sakit pendidikan yang mengintegrasikan pelayanan, pengajaran, dan penelitian sesuai standar global," sambung dia.
Berikut ini pernyataan sikap dan seruan seruan Guru Besar FKUI atas keprihatinan kondisi pendidikan dan pelayanan kesehatan di Indonesia!
1. Menjamin bahwa pendidikan dokter tetap berada dalam sistem akademik yang bermutu dan terstandar.
2. Melibatkan institusi pendidikan kedokteran secara aktif dan bermakna dalam setiap perumusan kebijakan, dengan pendekatan yang transparan dan berbasis bukti.
3. Tidak mengorbankan keselamatan pasien dan masa depan layanan kesehatan demi pencapaian target politik jangka pendek atau kepentingan populisme sesaat.
4. Menghentikan framing buruk terhadap profesi dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia yang akan menyebabkan penurunan kepercayaan pada dokter atau tenaga kesehatan bangsa sendiri dan ini dapat dimanfaatkan oleh pelayanan kesehatan negara lain.
5. Menegaskan pentingnya peran kolegium profesi kedokteran dan kedokteran spesialis sebagai lembaga independen yang berwenang dalam menjaga standar mutu pendidikan, kompetensi lulusan, serta sistem sertifikasi dan resertifikasi dokter dan dokter spesialis, agar tetap sejalan dengan kebutuhan pelayanan dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran secara global.