Pintu masuk Kota Depok melalui Jalan Raya Margonda dari arah Jakarta Selatan. (IDN Times/Dicky)
Sebelumnya, Setara Institute merilis Indeks Kota Toleran (IKT) 2021. Total ada 94 kota yang dinilai berdasarkan delapan penilaian dengan sumber data resmi dari pemerintah. Hasilnya, Depok termasuk dalam 10 besar kota intoleran.
Direktur Eksekutif Setara Institut, Ismail Hasani, mengaku banyak indikator yang menjadikan Kota Depok sebagai kota paling tidak toleran di Indonesia. Dia bahkan menyebut hanya masyarakat sipil yang bisa menyelamatkan Kota Depok dari kondisi intoleransi.
“Dengan berat hati memang dari semua variabel yang kita catat, yang bisa menyelamatkan Depok hanya masyarakat sipil,” kata Ismail di Jakarta, Rabu (30/3/2022).
Ismail menyinggung ada dua problem utama Kota Depok yang membuatnya berada di 10 besar sebagai kota intoleran di Indonesia. Pertama adalah ada produk hukum diskriminatif yang dijalankan pemerintah daerah. Dia mencontohkan maraknya tindakan penyegelan yang diperintahkan wali kota tanpa ada alasan yang jelas.
“Jadi bisa dibayangkan, atas perintah Wali Kota gak ada angin gak ada hujan, tiba-tiba sebuah masjid disegel, ini kan problem, dan itu terjadi di Depok” tuturnya.
Kemudian ada potensi pemerintah yang tertutup pada kemajemukan masyarakat di Kota Depok. Ismail menyinggung perihal Depok sebagai aglomerasi yang tidak terbuka pada warga yang tidak menetap permanen, padahal Depok merupakan aglomerasi Jakarta.
Menurutnya Depok juga cenderung lebih mengedepankan warga beragama Islam. Hal itu ditunjukkan munculnya ruang publik dengan tema religius, seperti perumahan islami.
“Di Depok warga religiusitas agama yang mana Islam itu sangat dominan mewarnai ruang publik. Bahkan sektor properti. Itu bagian dari proses segregasi yang dipicu oleh kepemimpinan politik di tingkat lokal,” ujarnya.