DKI Targetkan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Capai 50 Persen di 2030

Pengurangan 30 persen dilakukan secepatnya

Jakarta, IDN Times - Pemprov DKI Jakarta menargetkan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 30 persen dan 50 persen pada 2030. Hal tersebut merupakan salah satu komitmen Pemprov DKI Jakarta tentang perubahan iklim dengan mewujudkan pembangunan rendah karbon.

Humas Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, Yogi Ikhwan, mengatakan, target tersebut juga ditambah dengan net zero emission pada tahun 2050.

"Jakarta memiliki target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 30 persen dan secara ambisius mampu mengurangi emisi GRK langsung sebesar 50 persen pada tahun 2030, dan net zero emission pada tahun 2050," kata Yogi kepada IDN Times, Selasa (10/1/2023).

Gas Rumah Kaca adalah gas-gas di atmosfer bumi yang bisa menangkap panas matahari. Di antaranya adalah gas karbon dioksida (CO2), nitrogen dioksida (N2O), metana (CH4), dan freon (SF6, HFC dan PFC).

Baca Juga: KLHK Naikkan Target Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

1. Penghasil emisi GRK terbesar di Jakarta

DKI Targetkan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Capai 50 Persen di 2030ilustrasi gas CO2 di PLTU (pexels.com/Loic Manegarium)

Yogi mengatakan, sektor energi merupakan penghasil emisi GRK terbesar di Ibu Kota.

"Kondisi emisi GRK didapatkan melalui hasil inventarisasi emisi Gas Rumah Kaca yang dilakukan untuk mengetahui profil atau tingkat emisi GRK DKI Jakarta," kata dia.

Berdasarkan laporan Inventarisasi Emisi GRK Tahun 2022, total emisi GRK DKI Jakarta tahun 2021 adalah 56.835 Gg CO2e. Jumlah itu terdiri dari emisi langsung (direct emission) sebesar 27.540 Gg CO2e (48 persen) dan emisi tidak langsung (indirect emission) sebesar 29.294 Gg CO2e (52 persen).

"Emisi tidak langsung merupakan emisi dari penggunaan listrik, sedangkan kontributor utama emisi langsung adalah energi di transportasi (46 persen), energi di pembangkit listrik (31 persen), energi di industri manufaktur (8 persen), energi di rumah tangga (6 persen), dan limbah padat di TPA/landfill (5 persen)," terang Yogi.

Adapun kontribusi AFOLU (Agricultural, Forestry and Other Land Use) dalam emisi langsung kurang signifikan, yakni hanya 6,6 Gg CO2e.

Baca Juga: Penyumbang Terbesar Emisi Gas Rumah Kaca di DKI dari Sektor Energi 

2. Pengurangan emisi GRK dari aksi mitigasi di DKI Jakarta

DKI Targetkan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Capai 50 Persen di 2030ilustrasi karbon (Pixabay/niekverlaan)

Yogi mengatakan, capaian pengurangan emisi GRK dari aksi-aksi mitigasi emisi yang telah dilaksanakan di DKI Jakarta adalah 26.9 persen yang dibulatkan menjadi 27 persen.

"Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan capaian pengurangan emisi GRK tahun 2020 yang mencapai 26 persen," kata dia.

Baca Juga: Jadi Kota Berketahanan, Ini Upaya DKI Jakarta Hadapi Perubahan Iklim

3. Aksi mitigas perubahan iklim yang dilakukan

DKI Targetkan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Capai 50 Persen di 2030Ilustrasi Gen Z dan perubahan iklim (IDN Media)

Dalam menurunkan emisi GRK di Ibu Kota, Pemprov DKI melakukan beberapa aksi mitigasi perubahan iklim dari beberapa sektor.

Antara lain sektor energi berupa energi pembangkit, yang meliputi efisiensi energi di pembangkit Muara Karang, penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) rooftop di gedung pemerintahan, sekolah, komersial, rumah tangga, dan PLTS komunal.

Kemudian energi bersih melalui PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) dan pembangkit listrik berbahan bakar Landfill Gas (LFG), substitusi BBM ke gas di pembangkit Muara Karang dan IP Tanjung Priok, penggunaan biofuel di sub sektor industri, penerapan green building di gedung komersial.

Selanjutnya adalah konservasi energi di gedung pemerintahan, penggunaan Lampu Hemat Energi (LHE) untuk lampu jalan, dan penggunaan Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya (PJU TS).

Di sektor transportasi berupa manajemen transportasi melalui penerapan sistem
Intelligent Transportation System (ITS), busway, feeder busway, penggunaan kereta api listrik, biofuel, BBG, dan MRT.

Adapun di sektor limbah dilakukan LFG Recovery di TPA Bantar Gebang, pengomposan sampah organik, kegiatan 3R (reduce, reuse, recycle) kertas, PLTSa di TPST Bantar Gebang, landfill mining dan RDF, pengolahan limbah cair on-site (IPAL), dan pengolahan limbah cair off-site (IPLT)

Terakhir adalah sektor kehutanan yang meliputi penanaman atau penghijauan, pembangunan dan perlindungan hutan kota, pembangunan dan perlindungan taman kota, serta konservasi hutan mangrove (HL Angke Kapuk).

Baca Juga: BMKG Sebut Aksi Mitigasi Gas Rumah Kaca Mesti Ditingkatkan

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya