Presiden Jokowi makan bareng Prabowo Subianto di warung bakso pinggir jalan di Magelang (dok. IDN Times/Istimewa)
Sementara, anggota Komisi I dari Fraksi PDI Perjuangan, TB Hasanudin memprotes keras penyematan bintang di pundak Prabowo. Sebab, pemberian kenaikan pangkat kehormatan tidak tertulis di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 mengenai gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan.
Jenis tanda gelar militer yang dapat diberikan, kata TB Hasanudin, tertulis di pasal 7. Prajurit TNI berhak mendapatkan gelar Bintang Gerilya, Bintang Shakti, Bintang Dharma, Bintang Yudha Dharma, Bintang Kartika Eka Paksi, Bintang Jalasena dan Bintang Swu Bhuwana Paksa.
"Bintang Yudha Dharma saya rasa tepat untuk Pak Prabowo. Tapi, untuk bintang di pundak tidak ada di dalam perundang-undangan," ujar pria yang dulu juga merupakan mantan perwira tinggi di TNI Angkatan Darat (AD) di Jakarta pada Kamis.
Ia pun menambahkan perwira tinggi bisa diberikan kenaikan pangkat, tetapi hanya berlaku bagi prajurit TNI aktif. "Seorang kolonel, dia berprestasi baik, maka dia bisa naik tanda penghargaan, naik pangkat untuk yang (prajurit) aktif," kata TB Hasanudin.
Alih-alih memberikan bintang di pundak, TB Hasanudin menilai, Jokowi bisa memberikan bintang tanda kehormatan seperti Bintang Republik Indonesia.
Hasanudin mengingatkan, Prabowo berpangkat letnan jenderal atau bintang tiga saat diberhentikan pada 1998. Kini Jokowi justru memberikan kenaikan pangkat menjadi bintang empat atau jenderal penuh.
"Setahu saya Pak Prabowo itu baru mendapatkan Bintang Yudha Dharma. Itu bisa dinaikan lagi menjadi Bintang Jasa. Dari situ ada tingkatannya lagi. Bisa dinaikan lagi menjadi Bintang Mahaputra. Saya pada 2009 ikut mengonsep aturan ini. Bintang Mahaputra ada tiga tingkatan. Bisa saja diberi yang paling tinggi yaitu Bintang Mahaputra Utama," tutur dia.
"Tapi, kalau pangkat kehormatan, sudah tidak ada lagi (di era reformasi). Memberikan penghormatan, saya sepakat. Tapi, jangan melanggar aturan yang ada," katanya lagi.