Revisi UU TNI, Diusulkan Prajurit Bisa Duduki Jabatan Sipil

TNI dapat duduk di 18 kementerian dan lembaga

Depok, IDN Times - Pada pembahasan internal perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), Mabes TNI mengajukan usulan agar prajurit aktif dapat lebih banyak menduduki jabatan di kementerian atau lembaga.

Seperti diatur dalam Pasal 47 Ayat 2 UU TNI disebutkan bahwa prajurit aktif bisa menduduki jabatan di 10 kementerian dan lembaga. Sedangkan, di usulan revisi UU TNI, prajurit aktif bisa duduk di 18 kementerian dan lembaga, ditambah kementerian lain yang membutuhkan.

Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono membenarkan saat ini sedang dilakukan pembahasan internal RUU TNI. Namun, pembahasan tersebut belum tuntas.

”Baru dibahas secara internal Babinkum (Badan Pembinaan Hukum TNI), belum ada persetujuan Panglima TNI,” kata Julius, Rabu (10/5/2023).

Baca Juga: Kronologi Anggota TNI Tendang Motor Ibu yang Bonceng Anak Versi TNI

1. TNI memiliki wawasan dan keahlian yang dibutuhkan kementerian dan lembaga

Revisi UU TNI, Diusulkan Prajurit Bisa Duduki Jabatan SipilIlustrasi TNI. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Landasan dari usulan TNI tersebut, lanjut Julius, didasarkan pada kenyataan banyak prajurit aktif TNI yang memiliki wawasan tentang kepentingan nasional, serta keahlian yang dibutuhkan kementerian dan lembaga. Apalagi, kata dia, berbagai pembinaan fisik yang dialami prajurit TNI sejak muda membuat tenaganya masih bisa dimanfaatkan kementerian dan lembaga.

Landasan berpikirnya, kata Julius, kehadiran prajurit aktif itu akan memberikan kontribusi yang membuat kinerja kementerian dan lembaga lebih baik.

"Prajurit TNI aktif yang masuk kementerian atau lembaga adalah mereka yang memang punya keahlian yang dibutuhkan. Jadi tidak sekadar memasukkan prajurit aktif TNI ke jabatan-jabatan sipil,” tegas dia.

Dalam dokumen presentasi yang diperoleh, terlihat ada tambahan delapan kementerian dan lembaga, di mana prajurit aktif bisa duduk menjabat, dari sebelumnya hanya 10 kementerian atau lembaga. Prajurit aktif juga bisa masuk kementerian atau lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit TNI sesuai kebijakan Presiden.

Tambahan delapan kementerian dan lembaga itu adalah Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Staf Kepresidenan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kejaksaan Agung (Kejagung), serta opsi terbuka untuk kementerian lain.

"Kalau dilihat, Pasal 47 poin 2 itu sebenarnya juga untuk menjadi landasan hukum kehadiran TNI di BNPB, BNPT, Bakamla, dan BNPP. Pasalnya, waktu UU TNI dibuat 2004, badan-badan ini belum ada. Jadi tidak banyak yang baru,” tutur Julius.

2. Penanganan COVID-19 dapat menjadi contoh kinerja TNI

Revisi UU TNI, Diusulkan Prajurit Bisa Duduki Jabatan SipilIlustrasi satgas TNI yang bergabung di Pasukan Perdamaian PBB. (ANTARA FOTO/M. Agung Rajasa)

Saat disinggung adanya anggapan Dwi Fungsi ABRI dapat kembali lagi, Julius mengajukan pertanyaan sebaliknya.

"Apakah selama ini kehadiran TNI di lembaga dan badan itu membuat Dwi Fungsi kembali?” kata dia.

Julius mengungkapkan, spektrum ancaman juga tidak lagi secara militer, tetapi juga banyak yang nirmiliter. Prajurit TNI, kata dia, sejak awal dilatih untuk cepat tanggap dan memiliki kedisplinan organisasi yang baik.

Julius menjelaskan, masyarakat bisa melihat dalam penanganan COVID-19 yang lalu, peran aktif prajurit TNI sangat signifikan dalam upaya penanggulangnya. Banyak juga TNI hadir di rumah sakit untuk pengobatan COVID-19, seperti di Wisma Atlet, juga dalam sosialisasi dan pelaksanaan vaksinasi.

"Ini tidak bisa dinilai sebagai Dwi Fungsi seperti zaman Orba dulu, tetapi hubungan sipil-militer yang lebih maju,” tegas Julius.

Baca Juga: Penabrak Pasutri Lansia hingga Tewas di Bekasi Anggota TNI

3. Dianggap memperlemah militer

Revisi UU TNI, Diusulkan Prajurit Bisa Duduki Jabatan SipilIlustrasi pasukan TNI (Dokumentasi TNI)

Sementara, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf mengatakan, ketika revisi UU TNI memberikan lebih banyak ruang untuk TNI menduduki jabatan di instansi sipil kementerian dan lembaga, hal itu membuat Dwi Fungsi ABRI kembali lagi.

Di sisi lain, kata dia, menempatkan militer di luar fungsinya sebagai alat pertahanan negara juga akan memperlemah profesionalisme militer itu sendiri.

"Profesionalisme dibangun dengan cara meletakkan dia (militer) dalam fungsi aslinya sebagai alat pertahanan negara, dan bukan menempatkannya dalam fungsi dan jabatan sipil lain yang bukan kompetensinya,” ujar Al Araf.

Dia mengingatkan, pada masa lalu dengan dasar doktrin Dwi Fungsi ABRI, militer pada masa itu terlibat politik praktis, dan salah satunya dapat menduduki jabatan sipil di kementerian, DPR, dan kepala daerah.

Doktor di bidang hukum ini berpendapat, perluasan jabatan dalam draf revisi UU TNI itu dapat membuka ruang baru bagi TNI untuk berpolitik.

"Ini jadi kemunduran jalannya reformasi dan proses demokrasi di Indonesia yang telah menempatkan militer sebagai alat pertahanan negara,” kata Al Araf.

Ia mengatakan, di negara demokrasi, fungsi dan tugas utama militer adalah sebagai alat pertahanan negara. Militer dididik, dilatih, dan dipersiapan untuk perang.

"Militer tidak dirancang untuk menduduki jabatan-jabatan sipil yang tanpa batas itu sebagaimana tertuang dalam draf rencana revisi UU TNI," tutup Al Araf.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya