29 Organisasi Kirim Surat WHO Desak RI Stop Vaksin Booster Berbayar

Vaksin selayaknya gratis saat krisis

Jakarta, IDN Times - Sebanyak 29 organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan, mengirimkan surat kepada Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Akses Keadilan Kesehatan Firdaus Ferdiansya mendesak WHO memberikan saran kepada pemerintah Indonesia, agar segera menunda pemberian vaksin booster sebelum vaksinasi dosis primer diberikan kepada seluruh target sasaran vaksinasi.

"Koalisi juga mendesak agar vaksinasi diberikan gratis kepada semua warga. Sebab, vaksin adalah barang publik yang tidak boleh diperjual belikan di masa krisis," tegas Firdaus dalam siaran tertulis, Selasa (11/1/2022).

Baca Juga: Pemerintah Genjot Vaksin Nusantara dan Merah Putih untuk Booster

1. Vaksin didapatkan secara gratis

29 Organisasi Kirim Surat WHO Desak RI Stop Vaksin Booster BerbayarVaksin Astrazeneca ( ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Firdaus menerangkan vaksin yang ada saat ini didapat secara gratis dari kerja sama bilateral antarnegara dan kerja sama multilateral, serta pembelian langsung yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

"Dengan begitu, pemerintah seharusnya tidak boleh memperjualbelikan vaksin COVID-19 di Indonesia," ungkapnya.

2. Koalisi mendesak agar pemerintah menunda pemberian vaksin booster

29 Organisasi Kirim Surat WHO Desak RI Stop Vaksin Booster BerbayarTenaga kesehatan menunjukkan vaksin COVID-19 Moderna. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Firdaus mengatakan bersamaan dengan surat tersebut, koalisi juga mendesak agar pemerintah menunda pemberian vaksin booster hingga 70-80 persen dari populasi mendapatkan dosis 1 dan 2, terutama lansia dan kelompok rentan lainnya di seluruh wilayah secara proporsional sesuai tingkat infeksi di masyarakat.

"Pastikan dulu perbaikan tata laksana infrastruktur pemberian vaksin dosis 1 dan 2, sehingga cakupan vaksin dosis penuh dapat tercapai tepat dan cepat. Lalu, pastikan juga ketersediaan vaksin secara merata dan proporsional di setiap daerah agar vaksin dapat mudah diakses oleh semua," kata dia.

3. Cakupan vaksinasi dosis 1 dan 2 untuk kelompok rentan belum optimal

29 Organisasi Kirim Surat WHO Desak RI Stop Vaksin Booster BerbayarVaksinasi bagi Nakes yang berumur di atas 60 tahun atau Lansia (Dok. Kemenkes)

Firdaus mengungkapkan cakupan vaksinasi dosis 1 dan 2 belum optimal untuk kelompok masyarakat rentan, terutama warga lanjut usia. Kondisi ini bisa memperpanjang pandemik COVID-19. Pemerintah juga harus memastikan vaksin diberikan untuk semua, tanpa skema berbayar.

Hingga Kamis, 6 Januari 2022, cakupan vaksinasi dosis kedua di Indonesia masih relatif rendah, yakni 55,58 persen. Vaksinasi lansia dosis penuh (kedua) juga baru mencapai 42,86 persen.

"Artinya, masih ada sekitar 6,9 juta lansia yang belum mendapatkan vaksin sama sekali. Jumlah ini belum termasuk kelompok rentan, seperti warga dengan penyakit penyerta, ibu hamil, masyarakat adat, difabel, dan lainnya. Pemerintah pusat belum menyediakan data cakupan vaksinasi kelompok masyarakat rentan," kata Firdaus.

Baca Juga: BPOM Beri Izin 5 Merek Vaksin untuk Booster

4. Vaksin booster berbayar akan menghambat kekebalan kelompok

29 Organisasi Kirim Surat WHO Desak RI Stop Vaksin Booster BerbayarWarga antre mengikuti vaksinasi COVID-19 massal di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu, 26 Juni 2021 (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Agus Sarwono dari Transparency International Indonesia yang juga tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan menambahkan, vaksin booster berbayar bagi mereka yang bukan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) akan menghambat capaian vaksinasi.

Padahal, konstitusi, UU Kesehatan, UU Wabah Penyakit Menular, dan UU Kekarantinaan Kesehatan, telah memandatkan pemerintah untuk memberikan akses terhadap layanan kesehatan, termasuk vaksinasi yang setara. 

“Skema vaksin berbayar hanya menguntungkan mereka yang memiliki kemampuan membeli vaksin sedangkan masyarakat miskin semakin sulit mendapatkan vaksin,” kata dia.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya