Ancaman COVID-19 di Akhir Tahun, Akankah Terjadi Gelombang Kasus?

COVID-19 varian JN.1 tengah menyerang

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah mencabut status pandemik dan beralih ke endemik COVID-19 mulai Rabu, 21 Juni 2023. Artinya, masyarakat harus hidup berdampingan dengan virus corona.

Setelah kasus COVID-19- menurun beberapa bulan, virus corona nampaknya kembali menghantui masyarakat. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan situasi COVID-19 di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan tren kasus sejak pekan ke-41, atau mulai Oktober 2023. Kendati, peningkatan tren kasus ini tidak diikuti dengan peningkatan rawat inap dan kematian.

Berdasarkan data Kemenkes hingga Jumat (22/12/2023), terdapat penambahan kasus konfirmasi COVID-19 harian sebanyak 402 orang, sehingga jumlah kasus aktif menjadi 2.154 orang, kasus sembuh 1.003 orang, dan kasus kematian 6 orang.

Baca Juga: Waspada! Pakar Ingatkan JN.1 Berpotensi Timbulkan Gelombang COVID-19

1. Kasus COVID-19 kali ini didominasi subvarian EG.5.

Ancaman COVID-19 di Akhir Tahun, Akankah Terjadi Gelombang Kasus?Ruang Isolasi Pasien COVID-19 di RSUP Persahabatan (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu, mengatakan kenaikan kasus ini didominasi subvarian Omicron XBB 1.5 yang juga menjadi penyebab gelombang infeksi COVID-19 di Eropa dan Amerika Serikat. 

Selain varian XBB, Indonesia juga sudah mendeteksi adanya subvarian EG2 dan EG5. Meskipun ada kenaikan, namun kasus ini masih jauh lebih lebih rendah dibandingkan saat pandemik yang mencapai 50 ribu sampai 400 ribu kasus per minggu.

Kasus COVID-19 kali ini didominasi subvarian EG.5. Subvarian ini merupakan turunan dari varian Omicron, dan masuk kategori variants of interest (VOI) atau varian yang memiliki mutasi genetik yang diprediksi dapat memengaruhi karakteristik klinis virus.

"Karakteristik dari subvarian ini, yakni dapat menyebabkan peningkatan kasus dan menghindari dari kekebalan, sehingga lebih mudah menginfeksi tetapi tidak ada perubahan tingkat keparahan," katanya saat konpers, Kamis, 7 Desember 2023.

2. Sebanyak 41 JN.1 menyebar di Jakarta dan Batam

Ancaman COVID-19 di Akhir Tahun, Akankah Terjadi Gelombang Kasus?infografis ancaman COVID-19 jelang akhir tahun 2023. (IDN Times/Aditya Pratama)

Di tengah kasus COVID-19 di Indonesia yang mulai naik, publik kembali dikejutkan ditemukannya pasien yang terinfeksi varian JN-1 pada pertengahan Desember 2023. Sebenarnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah mewanti-wanti kemunculan varian ini yang sedang melonjak di beberapa negara. WHO mengingatkan COVID-19 masih terus berevolusi dan menyebar di semua negara.

Jelang libur Natal 2023 dan Tahun Baru 2023, Kemenkes mencatat sebaran COVID-19 varian JN.1 di Indonesia terus bertambah. Hingga 19 Desember 2023, jumlahnya mencapai 41 kasus.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan Whole Genome Sequensing (WGS) terhadap 77 sampel dari 453 kasus, kenaikan kasus konfirmasi COVID-19 sepanjang November sampai awal Desember 2023 mengalami kenaikan 43 persen.

“Hasil sequence kita terhadap JN.1 ini naik, tadinya hanya 1 persen di awal November menjadi 19 persen di minggu ketiga November, kemudian di awal Desember ini sudah 43 persen,” kata Budi saat konferensi pers, Jumat, 22 Desember 2023.

Baca Juga: Kasus COVID-19 Ngegas, Menkes Ingatkan Prokes Selama Libur Nataru

3. Pasien COVID-19 varian JN.1 tidak mengalami gejala

Ancaman COVID-19 di Akhir Tahun, Akankah Terjadi Gelombang Kasus?ilustrasi sakit demam berdarah (freepik.com/peoplecreations)

Budi menjelaskan dari 41 kasus yang ditemukan, 5 kasus konfirmasi ditemukan pada 6 sampai 23 November 2023. Rinciannya, 2 kasus dari Jakarta Utara, 1 kasus dari Jakarta Selatan, 1 kasus dari Jakarta Timur, dan 1 kasus dari Batam

Sementara, 36 kasus lainnya ditemukan dari pengambilan sampel yang dilakukan pada 1-12 Desember 2023. Rinciannya, 29 kasus ditemukan di Jakarta Selatan, 2 kasus Jakarta Timur, 2 kasus Jakarta Utara, dan 3 kasus Batam.

"Mayoritas pasien atau sekitar 39 persen yang terkonfirmasi adalah tidak bergejala. Pada 14 persen pasien yang bergejala, mayoritas mengalami batuk, pilek, dan sakit tenggorokan," kata Menkes.

Sementara, beberapa pasien menderita komorbid di antaranya penyakit jantung koroner (PJK), diabetes melitus (DM), hipertensi, gangguan pernapasan berat atau acute respiratory distress syndrome (ARDS), dan gangguan imunologi.

4. Pemprov gencarkan vaksinasi COVID-19

Ancaman COVID-19 di Akhir Tahun, Akankah Terjadi Gelombang Kasus?Dok. Humas Pemkot Bandung

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, mengatakan COVID-19 varian JN.1 merupakan turunan atau sublineage dari subvarian Omicron BA.2.86. Gejala yang muncul pada varian ini sama seperti gejala COVID-19 lainnya.

"JN.1 ini sebenarnya sama saja. Subvariannya turunan Omicron, cuma ada ciri-ciri khasnya. Lidahnya menunjukkan warna lebih putih dari biasanya," ujar Ani di Balai Kota, belum lama ini.

Ani mengimbau masyarakat tidak panik karena tingkat kematian akibat varian ini  tidak tinggi. Gejala yang muncul juga tidak berat, hanya saja penularannya cepat. Untuk itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus menggencarkan vaksinasi COVID-19 untuk warga berusia 18 tahun ke atas, guna menekan penyebaran virus corona.

Hal tersebut sesuai Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kemenkes pada 11 Desember 2023. Masyarakat sangat direkomendasikan untuk segera melengkapi vaksinasi COVID-19 hingga dosis keempat.

Saat ini, Kemenkes juga tengah menyiapkan 16.000 dosis vaksin merek NAVAC dan INDOVAC. Vaksin ini buatan dalam negeri, halal bersertifikasi MUI, aman dan berkualitas. Vaksinasi COVID-19 diberikan kepada warga yang telah berusia 18 tahun ke atas, dan memiliki KTP seluruh Indonesia.

"Vaksinasi COVID-19 belum bisa diberikan untuk usia di bawah 18 tahun, ibu hamil dan menyusui. Layanan vaksinasi tidak dipungut biaya alias gratis," katanya.

5. Pakar ingatkan lonjakan kasus

Ancaman COVID-19 di Akhir Tahun, Akankah Terjadi Gelombang Kasus?Tenaga medis yang mengenakan baju hazmat bersiap untuk melapor kepada petugas saat mengantar pasien di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (14/6/2021) (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Epidemiolog serta Peneliti asal Griffith University, Australia, Dicky Budiman, mengatakan pihaknya sudah mewanti-wanti pemerintah agar meningkatkan kewaspadaan di tengah lonjakan kasus COVID-19 varian JN1 di Indonesia.

Dicky memprediksi munculnya JN1 bisa menimbulkan gelombang kasus COVID-19, mengingat varian JN1 sebagai variant of interest (VOI).

"Jadi sebelum JN1 ditemukan, saya sudah ingatkan agar meningkatkan kewaspadaan, karena JN1 ini dalam dugaan sebelumnya, diskusi beberapa waktu di Eropa, para ahli sepakat bahwa JN1 ini memiliki potensi, berkontribusi terhadap peningkatan kasus infeksi maupun reinfeksi," ujarnya saat dikonfirmasi IDN Times, Selasa, 26 Desember 2023.

Dicky mengatakan JN1 mempunyai kemampuan penularan lebih cepat dibanding leluhurnya, Omicron, sehingga bisa menimbulkan gelombang kasus baru.

"Endemik status jika terjadi angka reproduksi di bawah satu, kalau JN1 di atas satu, jadi wajar (naik) apalagi di mobilitas tinggi dalam Nataru, dalam konteks yang tertutup ventilasi buruk, ditambah prokes buruk," paparnya.

Selain itu, lanjut Dicky, deteksi surveilans Indonesia masih lemah, dan banyak orang yang sakit tanpa ke rumah sakit hanya berobat mandiri.

"Mau tidak mau akan memicu angka keparahan atau kematian timbul, ini seperti angka gunung es, apalagi deteksi lemah, pelaporan lemah, registrasi kematian tidak cukup baik, sehingga banyak lolos penyebab-penyebab kematian di masyarakat," imbuhnya.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya