Dokter Indonesia Ini Buat Anti-Virus COVID-19 di Universitas Oxford
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kandidat Doktor dalam Rekayasa Genetik Universitas Oxford, dr Muhammad Hanifi mengungkapkan, saat ini Universitas Oxford tidak hanya mengembangkan vaksin virus corona atau COVID-19, namun juga obat anti-virus mematikan itu.
"Grup riset saya tertarik mengembangkan obat yang bisa diproduksi dalam waktu singkat, untuk merespons pandemi di masa depan," ujar dia dalam acara Bincang Asik by IDN Times, Sabtu (9/5).
1. Semua Ilmuwan fokus mengembangkan obat dan vaksin COVID-19
Sebelum wabah COVID-19, Hanifi masih fokus pada penelitian rekayasa genetika untuk terapi kanker. Namun sejak adanya wabah virus corona, semua tenaga riset dan mobilisasi ilmuwan mempelajari atau mengembangkan obat dan vaksin COVID-19.
"Jadi kita semua didorong untuk melakukan riset tentang corona, saya sendiri risetnyanya mengembangkan obat antivirus dengan molekul antisense oligo," kata dia.
Baca Juga: Sri Mulyani: G20 Alokasikan US$4 Miliar untuk Antivirus Corona
2. Anti-virus untuk persiapan masa depan
Hanifi menyebutkan penelitian anti-virus ini untuk persiapan pandemik masa depan. Berkaca dari wabah COVID-19 saat ini, salah satu kendala adalah wabah ini menyebar begitu cepat, namun masyarakat dunia tidak punya infrastruktur untuk membuat vaksin dalam hitungan minggu.
Editor’s picks
Pembuatan obat dan vaksin, kata Hanifi, masih membutuhkan hitungan bulan dan bahkan bertahun-tahun. "Jadi kita di sini menyiapkan suatu metode supaya nantinya kalau kita butuh anti- virus bisa kembangin dalam waktu minggu," ujar dia.
3. Obat dan anti-virus bisa digunakan dua bulan ke depan, asal riset lengkap
Meski anti-vurs yang saat ini dia teliti bisa saja digunakan untuk mengobati virus corona, namun tergantung seberapa cepat riset ini berjalan dan mendapatkan data selama dua bulan ke depan.
"Tetapi saya rasa fokusnya dokter dan ilmuwan sekarang untuk obat corona, bukan pembuatan obat baru, tetapi pembuatan vaksin," kata dia.
4. Kembangkan teknologi untuk mencari hotspot virus pada hewan
Selain mempersiapkan obat dan anti-virus, alumni Universitas Indonesia ini juga mengembangkan teknologi untuk melihat virus-virus apa aja yang surveilans pada hewan-hewan liar.
"Kita perlu melihat hotspot atau tempat munculnya virus, yang di mana kita banyak berinteraksi dengan hewan-hewan liar. Maksudnya yang tidak dirawat, dijaga dan diberi vaksin, hewan-hewan liar sama seperti di Wuhan, banyak interaksi jual beli hewan liar yang hidup," kata Hanifi.
Baca Juga: Inovasi Tangkal Virus, Kementan Uji Antivirus Corona Berbasis Eukaliptus