Kemenkes: Depresi Meningkat Selama Pandemik COVID-19

Kemenkes sebut bunuh diri cenderung meningkat saat pandemik

Jakarta, IDN Times - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (P2MKJN) Kementerian Kesehatan, Celestinus Eigya Munthe, mengungkapkan terjadi peningkatan gangguan kesehatan depresi mental selama pandemik COVID-19. Peningkatannya mencapai enam hingga sembilan persen.

"Sekitar enam sampai sembilan persen (peningkatan) depresi terjadi, selain itu juga kecenderungan peningkatan bunuh diri juga meningkat," kata Eigya dalam konferensi pers Hari Kesehatan Jiwa Sedunia Tahun 2021 yang disiarkan kanal YouTube Kemenkes, Rabu (6/10/2021).

1. Sebanyak 24 juta pekerja informal kehilangan pekerjaan

Kemenkes: Depresi Meningkat Selama Pandemik COVID-19Sejumlah pemulung yang sebutan lokalnya penjual kara-kara, mengenakan masker saat bekerja pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Pekanbaru, Riau, Rabu (22/4/2020). Banyak pekerja informal yang terpaksa tetap bekerja di luar rumah saat pelaksanaan PSBB untuk memutus rantai wabah COVID-19, karena bantuan sosial pemerintah belum disalurkan untuk membuat mereka tetap di rumah (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Celestinus menambahkan pandemik COVID-19 juga menyebabkan seseorang mengalami masalah pembiayaan kesehatan. Terlebih, saat diterapkan pembatasan kegiatan untuk menekan penyebaran virus corona dari sektor informal.

"Dari data yang kita dapatkan sekitar 24 juta pekerja informal kehilangan pekerjaan selama pandemik," katanya.

Baca Juga: Dokter: 64 Persen Orang Alami Gangguan Psikologis akibat Pandemik

2. Pemerintah upayakan penurunan angka bunuh diri

Kemenkes: Depresi Meningkat Selama Pandemik COVID-19Ilustrasi Bunuh Diri (IDN Times/Mardya Shakti)

Celestinus mengatakan, berdasarkan catatan WHO yang tertuang dalam Mental Health Action Plan 2013 sampai 2030, ada sejumlah Indikator yang saat ini perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam perencanaan kesehatan jiwa.

Pertama, 80 persen negara belum mempunyai gambaran dan perencanaan kesehatan yang baik. Sebab, saat ini belum seluruhnya negara-negara berkembang memperhatikan hak asasi manusia layanan orang gangguan jiwa berat.

"Di Indonesia kita mengupayakan paling sedikit dua program, promotif dan preventif, akan didapatkan seluruh pelayanan yang ada. Kita juga akan mengupayakan pada 2022 angka bunuh diri turun 10 persen," ujarnya.

3. Pentingnya faktor keluarga

Kemenkes: Depresi Meningkat Selama Pandemik COVID-19Ilustrasi Keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Celestinus menegaskan keluarga menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya menjaga kesehatan jiwa. Hal tersebut tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDG's) 3.

"Keluarga menjadi faktor yang penting untuk diperhatikan karena dari perkembangan awal kehidupan dan selama pertumbuhan sepanjang hayat individu," kata dia.

Selain itu, ia menambahkan, ada beberapa faktor perlu diperhatikan. Di antaranya angka kematian akibat bunuh diri dan konsumsi alkohol yang bisa merusak individu.

"Ada beberapa faktor yang menjadi perhatian yanh dapat diukur dalam SDG's3 antara lain, angka kematian akibat bunuh diri, penggunaan alkohol yang melebihi batas dan juga masalah jaminan pembiayaan kesehatan. Tiga hal ini menjadi suatu perhatian bagi kita, karena angka kematian dan bunuh diri yang disebabkan penyakit gangguan jiwa semakin hari semakin tinggi," ujarnya.

Baca Juga: 5 Gangguan Mental Minim Perhatian, Dampingi Mereka!

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya