MK Nilai Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Lebih Demokratis

Pemilu 2024 tetap pakai sistem proporsional terbuka

Jakarta, IDN Times - Hakim Konstitusi, Suhartoyo menilai, sistem pemilu proporsional terbuka lebih demokratis, karena didasarkan pada jumlah suara yang diterima partai politik. Menurutnya, sistem tersebut memberikan kesempatan adil bagi partai atau calon yang mendapatkan dukungan publik signifikan.

Hal ini diungkapkan dalam sidang putusan perkara nomor 114/PUU-XIX/2022, terkait sistem Pemilu 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (15/6/2023).

Menurutnya, kandidat calon anggota legislatif (caleg) harus berusaha memperoleh suara sebanyak mungkin, agar dapat memperoleh kursi di lembaga perwakilan.

"Hal ini mendorong persaingan yang sehat antara kandidat dan meningkatkan kualitas kampanye serta program kerja mereka," kata Suhartoyo.

Selain itu, lanjutnya, pemilu dengan sistem proporsional terbuka memungkinkan pemilik menentukan calon secara langsung.

"Pemilih memiliki kebebasan memilih dari partai politik tertentu tanpa terikat nomor urut yang telah ditetapkan oleh partai tersebut. Hal ini memberikan fleksibilitas pemilih untuk memilih calon yang mereka anggap paling kompeten atau sesuai dengan preferensi mereka," ujarnya.

Selain itu, pemilih berkesempatan untuk melibatkan diri dalam penguasaan terhadap tindakan dan keputusan yang diambil oleh wakil yang mereka pilih di parlemen, sehingga meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam sistem politik termasuk meningkatkan partisipasi pemilih.

Pada putusan perkara ini, terjadi dissenting opinion atau perbedaan pendapat hakim konstitusi Arief Hidayat. Dalam putusan itu, MK menegaskan politik uang bisa saja terjadi dalam semua sistem pemilu, baik lewat sistem proporsional terbuka atau pun proporsional tertutup.

Sidang putusan hari ini dihadiri delapan dari total sembilan hakim konstitusi yakni Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.

Sekadar informasi, judicial review atau uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK), diajukan Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.

Para pemohon itu merupakan anggota partai politik yang sudah terdaftar sebagai peserta Pemilu 2024. Mereka mengajukan uji materi pasal-pasal yang berkaitan sistem proporsional terbuka pada UU Pemilu.

Menurut para pemohon, sistem pemilu proporsional terbuka akan melemahkan pelembagaan sistem kepartaian. Loyalitas calon anggota legislatif yang terpilih cenderung lemah dan tidak tertib pada garis komando partai politik.

Selain itu, mereka juga berpandangan seharusnya ada kewenangan partai untuk menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil partai di parlemen.

Para pemohon meminta MK untuk membatalkan pasal-pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka, yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Apabila MK mengabulkan permohonan ini, maka masyarakat Indonesia hanya akan mencoblos partai politik, karena tidak ada lagi nama-nama calon anggota legislatif (caleg) di surat suara pada Pemilu 2024.

 

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

Baca Juga: MK Tolak Gugatan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

https://www.youtube.com/embed/RMgirEixbqw

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya