PERSI: RS Lebih Takut dengan BPJS Kesehatan daripada Pemerintah

Pembiayaan tarif minimal INA-CBG's buat RS tak berkembang

Jakarta, IDN Times - Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mengakui BPJS Kesehatan merupakan program unggulan. Namun, pihaknya menyoroti aturan BPJS Kesehtan yang juga menekan rumah sakit.

Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua PERSI, Koesmedi Priharto, saat rapat bersama Badan Legislasi DPR RI RDPU dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dalam rangka Penyusunan RUU tentang Kesehatan, Selasa (15/11/2022).

"Banyak hal-hal yang dibuat BPJS aturan-aturan yang menekan rumah sakit, dan juga kadang-kadang rumah sakit lebih takut pada BPJS daripada pemerintah daerahnya. Ini perlu dicermati kembali, sebenarnya BPJS harus dikembalikan kepada marwahnya," kata Koesmadi.

Baca Juga: Persi: Bukan Salah Nakes jika Terima Insentif Dobel

1. Pelayanan kesehatan di Indonesia akan susah berkembang jika gunakan tarif minimal

PERSI: RS Lebih Takut dengan BPJS Kesehatan daripada PemerintahPetugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Mantan Kepala Dinas DKI Jakarta ini juga menyoroti, pembiayaan yang ditanggung BPJS Kesehatan dengan menerapkan pembiayaan minimal dalam tarif INA-CBG's, yakni besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit.

"Kalau kita berpegang pada pembiayaan minimal, maka pelayanan kesehatan di Indonesia akan susah berkembang demikian juga rumah sakit," katanya.

Baca Juga: Tahun Depan Skrining Kesehatan Bakal Ditanggung BPJS

2.Rumah sakit kesulitan membeli peralatan baru

PERSI: RS Lebih Takut dengan BPJS Kesehatan daripada PemerintahIlustrasi rumah sakit. IDN Times/Asrhawi Muin

Koesmadi menambahkan, tarif minimal yang diterapkan BPJS Kesehatan juga membuat rumah sakit kesulitan membeli peralatan baru, karena anggaran yang diberikan BPJS Kesehatan melalui INA-CBG's juga sedikit.

Koesmadi mencontohkan jika ada pasien usus buntu yang diberikan anggaran INA-CBG's, operasi usus buntu yang dibuka adalah dengan pembedahan. Padahal sekarang ada teknologi yang menggunakan pembedahan kecil yaitu laparascopy.

"Karena tidak masuk angka-angkanya, maka dokter tidak pernah melakukan laparascopy, kecuali mereka yang membayar sendiri. Tentunya, ini akan menghambat perkembangan ilmu kedokteran di Indonesia," katanya.

3. Rumah Sakit tak punya modal beli alat canggih

PERSI: RS Lebih Takut dengan BPJS Kesehatan daripada PemerintahIlustrasi rumah sakit. ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Selain itu, rumah sakit juga akan kesulitan membeli peralatan canggih dalam dunia medis seperti robotik, laser, teknik yang menggunakan stem cell karena penerapan tarif minimal.

"Karena rumah sakit tidak bisa mempunyai modal untuk membeli peralatan tersebut," ujarnya.

Baca Juga: Persalinan Gratis Bagi Ibu Tak Terdaftar BPJS Kesehatan, Ini Syaratnya

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya