Sosiolog: Fenomena SCBD Perlawanan Budaya Pamer Kemewahan-Konsumerisme

Jakarta sebagai ruang penciptaan budaya

Jakarta, IDN Times - Kemunculan komunitas remaja yang berasal dari Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok (SCBD) yang membanjiri kawasan bisnis dan perkantoran di Jalan Sudirman Jakarta, merupakan fenomena baru yang mengisi ruang publik untuk ekspresi.

Fenomena tersebut menelurkan Citayam Fashion Week yang dikenal luas masyarakat belakangan ini. Sebagai bagian dari kegiatan fashion jalanan, apakah kemunculan fenomena ini bisa disebut sebagai ekspresi anak muda atau budaya musiman?

Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Sulistyo Widhyarto, mengatakan kemunculan Citayam Fashion Week sebagai bagian pembentukan budaya baru yang dilakukan anak muda sehingga perlu diapresiasi.

“Salah satu karakter kaum muda adalah pencipta budaya dan kebudayaan youth culture. Fenomena Citayam mempunyai efek budaya dari kebudayaan tersebut,” katanya dalam siaran tertulis, Kamis (21/7/022).

Baca Juga: Tampil Modis, Ridwan Kamil Juga Ikut Citayam Fashion Week di SCBD

1. Ruang kota menawarkan tantangan baru

Sosiolog: Fenomena SCBD Perlawanan Budaya Pamer Kemewahan-KonsumerismeSuasana kawasan Stasiun BNI City yang dijadikan sebagai tempat berkumpul anak muda di Jakarta (IDN Times/Fauzan)

Sulistyo mengatakan, kemunculan mereka yang menggunakan area publik di pusat ibu kota sebagai lokasi unjuk ekspresi serta memilih gaya busana sebagai pilihan budaya baru, sangat brilian karena gaya busana bagian dari budaya yang bisa diterima seluruh lapisan masyarakat.

”Ruang kota menawarkan tantangan baru, yakni kesempatan untuk mendorong pembentukan budaya mengikuti budaya yang bisa diterima adalah fashion,” ujarnya.

2. Melawan arus fenomena budaya konsumerisme dan pamer kemewahan

Sosiolog: Fenomena SCBD Perlawanan Budaya Pamer Kemewahan-KonsumerismeSuasana kawasan Stasiun BNI City yang dijadikan sebagai tempat berkumpul anak muda di Jakarta (IDN Times/Fauzan)

Anak-anak muda yang melakukan peragaan busana di jalanan ibu kota ini, kata Sulistyo, umumnya berasal dari kota-kota penyangga Jakarta.

Bahkan, kata dia, mereka berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah yang seakan menunjukkan apa yang mereka lakukan melawan arus fenomena budaya konsumerisme, dan pamer kemewahan yang ditunjukkan para pegiat media sosial atau influencer.

”Mereka memang kalah bertarung dengan kaum muda menengah ke atas yang sudah masuk ruang bisnis kota. Maka Citayam adalah representasi kaum muda menengah ke bawah, dan menjadi bagian dari eksistensi baru mereka dalam mengisi ruang kota dan sekaligus pembentuk budaya muda kota,” ujar Sulistyo.

Baca Juga: Respons Wagub Riza soal Remaja Citayam Tidur di Kawasan Dukuh Atas

3. Jakarta sebagai ruang penciptaan budaya

Sosiolog: Fenomena SCBD Perlawanan Budaya Pamer Kemewahan-KonsumerismeSuasana kawasan Stasiun BNI City yang dijadikan sebagai tempat berkumpul anak muda di Jakarta (IDN Times/Fauzan)

Kendati, kata Sulistyo, kelompok remaja ini juga menggunakan media digital untuk memperkuat gaung ruang ekspresi budaya baru mereka. 

"Kaum muda di sana paham betul jika Jakarta adalah ruang yang bisa mewakili daya tarik dan meningkatkan audiens. Maka mereka dengan sadar menjadikan Jakarta sebagai ruang penciptaan budaya,” kata dia.

Namun, kata Sulistyo, hal yang disorot adalah gaya busana yang digunakan komunitas Citayam ini yang memilih menggunakan baju pinjaman, atau membeli dengan harga murah. Berbeda dengan yang dilakukan kaum muda perkotaan umumnya.

“Menggunakan baju pinjaman sampai dengan membeli dengan harga murah, hal inilah yang membentuk kritik konsumsi fashion kaum muda kota yang terjebak memakai baju produk industri,” katanya.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya