[WANSUS] Epidemiolog Buka Suara soal Ancaman Ledakan Omicron di 2022

Isolasi dan vaksinasi jadi kunci agar Omicron tak meluas

Jakarta, IDN Times - Hampir dua tahun hidup di tengah bayang-bayang pandemik COVID-19, masyarakat Indonesia rupanya belum bisa bernapas lega. Tiba di penghujung tahun 2021, ancaman varian baru Omicron malah menambah jumlah kasus COVID-19 di tanah air, yang sebelumnya sudah sempat mereda.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI pada Rabu (29/12/2021), sudah ada 68 pasien Omicron yang ditemukan sejak diumumkan kasus pertama pada Kamis (16/12/2021) lalu.

Di saat varian baru mengancam ternyata masih banyak pelanggaran yang ditemukan di lapangan saat karantina wajib bagi pelaku perjalanan luar negeri. Salah satu contoh kecolongan pemerintah adalah seorang pasien yang terpapar COVID-19 Omicron yang diberikan dispensasi menjalani isolasi mandiri di rumah.

Transmisi lokal pun tidak bisa dihindari. Kemenkes akhirnya mengumumkan satu kasus transmisi lokal pertama Omicron yang tidak mempunyai riwayat perjalana ke luar negeri dan ditemukan di luar karantina.

Ternyata di tengah ancaman Omicron yang lebih menular tidak menyurutkan minat masyarakat melakukan liburan akhir tahun. Tentu kondisi ini menjadi kekhawatiran timbulnya gelombang 3 tahun depan.

Lalu bagaimana ahli melihat kondisi Indonesia di tengah ancaman Omicron? Lalu, bagaimana prediksi pandemik tahun 2022? Berikut wawancara khusus IDN times bersama Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman.

1. Sudah ada 68 kasus Omicron di Indonesia, dan satu pasien di antaranya disebut pemerintah lolos dari karantina karena minta dispensasi, bagaimana pandangan Dokter atas kejadian ini? Apakah pasien lolos bisa berdampak luas pada penularan di masyarakat?

[WANSUS] Epidemiolog Buka Suara soal Ancaman Ledakan Omicron di 2022Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman. (dok. Pribad/Dicky Budiman)

Tentu potensi itu ada karena pandemik ini dimulai oleh satu orang bukan berjuta-juta. Artinya satu orang bisa menjadi pemicu kasus. Oleh karena itulah, setiap kasus menjadi penting. Jika setiap kasus ditangani dengan benar dari sisi deteksi dan penanganan-penanganan bisa jadi menahan laju penularan.

Oleh karena itu, penerapan isolasi harus dipahami urgensi atau kepentingannya, sebab karantina isolasi ini vital karena mau testing, tracing seberapa banyak jika orang-orang yang ditemukan terkonfirmasi tidak menjalani isolasi karantina dengan benar, disiplin baik durasinya dan mekanisme maka bisa menahan laju penyebarannya varian COVID-19 apapun termasuk Omicron.

Adanya dispensasi karantina ini membuat kesan pemerintah tidak konsisten, tidak disiplin. Ini tentunya akan menjadi image yang buruk yang memengaruhi trust.

Tentunya ini harus diperbaiki dan dijadikan pelajaran, bahwa sekali lagi pemerintah masih dalam memahami strategi serta konsistensi komitmen ini masih menjadi PR (Pekerjaan Rumah).

 

Baca Juga: Deteksi Omicron, Pemerintah Diminta Perluas Pemakaian Tes PCR SGTF

2. Penemuan kasus Omicron membuat pemerintah kewalahan, apakah keputusan pemerintah memperpanjang masa karantina 10-14 hari bisa mencegah penularan Omicron dari pelaku perjalanan luar negeri?

Tentu ini akan menambah efektivitas karena isolasi karantina ini adalah setengah dari upaya pengendalian COVID-19, sebab saat ada orang yang membawa virus kemudian melakukan isolasi maka semakin kecil potensi menularkan, tapi dengan catatan dilakukan secara efektif.

Diketahui, karantina itu untuk yang tidak bergejala sedangkan isolasi dilakukan bagi orang yang bergejala. Nah berhasil tidaknya tergantung pada bagaimana penerapannya, mulai sirkulasinya termasuk ventilasi, kualitas, serta kedisiplinan.

Misalkan karantina 14 hari namun dia berenang, atau jalan-jalan, pergi ke tempat rekreasi ya tidak efektif, makanya harus ada monitoring.

Ini jadi PR besar bagi Indonesia di tengah kemunculan Omicron ini, jadi harus dibenahi 3 T serta sistem monitoring ini akan jadi bekal yang sangat berharga di tengah pandemik.

3. Pemerintah juga menemukan transmisi lokal satu kasus Omicron, sebenarnya seberapa besar potensi jumlah kasus di masyarakat?

[WANSUS] Epidemiolog Buka Suara soal Ancaman Ledakan Omicron di 2022Suasana basement Tower L Green Bay Pluit yang jadi lokasi penjemputan pasien diduga Omicron pada Selasa (28/12/2021). (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Nah, dalam satu kesempatan saya juga pernah sampaikan sebelumnya bahwa transmisi lokal itu sudah ada sejak awal. Namun, pernyataan saya disanggah karena tidak ada bukti.

Jadi begini dalam asumsi itu ada asumsi ilmiah yang memiliki premis atau dasar-dasar. Ibarat saja ini, misalkan saya mempunyai rumah kemudian saya bangun pagar tapi pagar tersebut yang berlubang tentu ada celah, kemudian diperkuat dengan pagar pagar kawat. Jika ditanya ada gak hewan masuk? ya pasti ada yang masuk dengan loncat misalkan.

Nah apalagi Indonesia bukan negara menutup diri bahkan keluar masuk ke luar negeri itu saja sudah ribuan sementara aturan masa karantina baru diperbaharui sekarang.

Selain itu yang harus dipperhatikan surveilans. Ibarat tadi, saya punya rumah ada yang patroli tetapi tidak sekedar patroli namun juga mendeteksi.

Dalam konteksnya varian Omicron ini sangat menular dan ketika ditemukan bukan saat itu mulainya, apalagi gejalanya hanya demam dan ringan, jadi itu basis ilmiahnya. Jika ditanya bukti itu tugas pemerintah yang mencari saya tidak punya wewenang.

Kasusnya sama pada awal 2020 atau saat COVID-19 melanda, saat itu sudah diwanti-wanti epidemiolog Harvard bahwa Indonesia sudah ada kasus COVID-19. Namun saat itu Menteri Kesehatan malah dibilang melecehkan, dan ternyata masih ada sikap seperti itu. Ini membuktikan 2 tahun pandemik ini harus belajar

Jika Omicron masuk tidak perlu panik karena statistiknya 3 T dan 5 M serta vaksinasi. Dalam posisi ini kita lebih beruntung sebab jumlah orang yang mempunyai imunitas lebih banyak.

4. Pemerintah akan melakukan mikro lockdown nantinya jika sudah ada transmisi lokal di tengah masyarakat, bagaimana pandangan dokter?

[WANSUS] Epidemiolog Buka Suara soal Ancaman Ledakan Omicron di 2022Ilustrasi karantina wilayah terbatas atau lockdown skala mikro. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Sebelumnya harus dipahami mikro lockdown yang dimaksud itu bagaimana dan definisi seperti apa yang dimaksud Pak Mendagri (Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian). Saya lihat yang disampaikan Mendagri itu sudah betul, jadi ini lebih ke PPKM Mikro menurut saya istilahnya sebaiknya diganti deh kalau lockdown kesannya kurang bagus

Hanya saja yang masih menjadi PR (Pekerjaan Rumah) dan tantangannya adalah keberhasilannya mendeteksi dini, karena kita harus cepat menemukan kasusnya, agar tidak sampai ke mana-mana dan langsung dikunci. Ini artinya upaya untuk melakukan deteksi secara tepat dan cepat menjadi kunci yang harus dilakukan.

Selain itu juga harus dibangun literasinya di masyarakat serta kewaspadaannya, jika ada temuan kasus ya cepat lapor, lakukan melakukan evaluasi, dan karantina.

 

Baca Juga: Waspada! Kasus Omicron di Indonesia Tambah 21, Total Jadi 68 Orang

5. Fasilitas kesehatan untuk anak di Inggris saat ini meningkat di tengah penularan kasus Omicron yang tinggi, apakah ini berarti varian baru menyerang anak-anak?

Ini sebenarnya membuktikan bahwa pada akhirnya varian Omicron ini akan menyasar kelompok rentan terutama yang belum divaksin, nah anak-anak banyak belum divaksin sementara Lansia ini imunitasnya biasanya menurun, artinya ini bisa terjadi di Indonesia.

Ingat kelompok populasi anak itu besar bisa mencapai 40 sampai 50 juta. Jadi jangan lupa kejar vaksinasi untuk anak dan lansia.

6. Berdasarkan survei Kementerian Perhubungan diprediksi ada 11 juta orang masyarakat Indonesia berpotensi melakukan perjalanan pada akhir tahun di tengah ancaman Delta dan Omicron, dampaknya bagaimana dokter? Apalah bisa memancing lonjakan kasus?

[WANSUS] Epidemiolog Buka Suara soal Ancaman Ledakan Omicron di 2022Kamecetan di Jalan gatot Soebroto menuju Cawang (IDN Times/Sunariyah)

Sekali lagi tantangan besar kita di 2022 adalah pertama ada ancaman dari varian baru Omicron termasuk Delta ya. Kita tahu Omicron ini walaupun tidak lebih parah dari Delta tetapi lebih parah dari varian lain yang bisa saja menimbulkan ancaman.

Pengertian konteks dari segi imunitas saat ini sudah banyak dibanding saat varian Delta masuk. Jika sekarang pemerintah tidak melakukan pelarangan pembatasan ketat dalam negeri saya paham, apalagi jika harus bepergian juga sudah vaksinasi penuh serta saat ini kasus juga turun.

Di samping itu tentunya tetap harus ada imbauan untuk membatasi namun sebaiknya jika ingin bepergian tunda dulu, namun bila sudah terlanjur atau terpaksa bepergian maka harus ada upaya pencegahan mitigasi risiko.

Dampak semua ini berbeda dengan Januari 2021 sebab saat ini vaksinasi belum penuh. Tahun 2022 ini kita banyak Omicron dan dampaknya akan terlihat pada akhir Februari atau Maret apalagi sudah masuk dalam transmisi komunitas apalagi karakter masyarakat kita tahu gejala ringan deman panas atau pegal saja tidak memeriksakan diri ke rumah sakit.

Namun yang terpenting pemerintah harus mengejar vaksin booster untuk kelompok yang rawan, jangan sampai apa yang terjadi di Inggris dan negara-negara lain akan terjadi di Indonesia yang dampaknya akan membebani faskes, terjadi keterpurukakn kematian bisa terjadi walaupun tidak sebanyak Delta karena imunitas penduduk Indonesia saat ini sudah bagus. Jangan lengah terus waspada, gencarkan 3 T dan 5 M secara disiplin.

Baca Juga: Menkes: Omicron Masuk RI Terbanyak Dibawa Pelaku Perjalanan dari Turki

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya