Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sosok TikToker Awbimax Reborn alias Bima Yudho Saputro. (Instagram/@awbimax).
Sosok TikToker Awbimax Reborn alias Bima Yudho Saputro. (Instagram/@awbimax).

Jakarta, IDN Times - Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra, menyayangkan langkah Gubernur Pemerintah Provinsi Lampung, Arina Djunaidi yang memilih jalur hukum dalam merespons sikap Bima Yudho Saputro yang mengkritik Lampung di media sosial.

Meski menurutnya terkesan eksplosif, Dhahana menyebut konten yang disebarkan Bima Yudho Saputro soal kondisi infrastruktur di Lampung masih dapat dikategorikan sebagai bentuk kritik.

“Kritik adalah bagian dari kebebasan berpendapat yang tidak hanya merupakan bagian penting di dalam sebuah pemerintah yang demokratis, tetapi juga elemen kunci di dalam Hak Asasi Manusia yang dijamin oleh konstitusi kita,” kata Dhahana, dalam keterangannya dikutip Minggu (23/4/2023).

1. Ada jaminan soal kebebasan berpendapat

Dhahana Putra saat menjabat sebagai Plt. Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham RI, dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2022 Kemenkumham. (IDN Times/Lia Hutasoit)

Merujuk kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) kebebasan berpendapat dan berekspresi dibubuhkan di dalam Pasal 28E ayat (3). Ada pun bunyi ayat tersebut yaitu, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”

Dhahana mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvenan hak sipil dan politik (International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Di dalam ICCPR, negara pihak didorong untuk menjamin kebebasan berpendapat.

2. Kebebasan berpendapat berhak didapatkan semua orang

Ilustrasi pelanggaran HAM (IDN Times/Aditya Pratama)

Kebebasan berpendapat disebutkan di dalam pasal 19 ayat (1) dan pasal 19 ayat (2). Pasal 19 ayat (1) berbunyi sebagaimana berikut “Setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan / intervensi.”

Adapun pasal 19 ayat (2) berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan untuk berekspresi; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan baik secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.”

“Mengingat pentingnya kebebasan berpendapat dan berekspresi di dalam peraturan perundang-undangan kita, kami harap Pak Gubernur Lampung dapat mempertimbangkan kembali langkah hukum yang telah diambil dalam menyikapi Mas Bima,” kata Dhahana.

3. Harusnya pemerintah Lampung lakukan dialog bahas kendala yang ada

Kolase foto Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim, Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana, Ketua DPRD Bandar Lampung Wiyadi. (Dok. Pemprov Lampung dan IDN Times).

Isu mengenai langkah hukum gubernur Lampung ini sudah menyita besar perhatian publik, Dhanana mengatakan, mengedepankan dialog dengan publik dalam menjelaskan tantangan, kendala kala implementasi program pemerintah harusnya jadi langkah yang lebih positif. Hal ini juga konstruktif dan sejalan dengan semangat HAM.

“Kebebasan berekspresi adalah syarat yang diperlukan untuk mewujudkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas yang mana hal ini sangat penting dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia,” ujarnya.

Editorial Team