Jakarta, IDN Times - Trio akademisi Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar kembali berjumpa dan melanjutkan sekuel dari film dokumenter Dirty Vote. Film dengan durasi empat jam itu tayang di media sosial bersamaan dengan momentum satu tahun kepemimpinan Prabowo-Gibran.
Salah satu poin yang dipaparkan oleh ketiganya usai setahun pelantikan pada 20 Oktober 2024, yakni masih tingginya rasa ketidakpercayaan terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran dalam membuat kebijakan. Hal itu ditandai dari hasil survei yang dirilis 100 hari pascakepemimpinan Prabowo-Gibran.
Zainal memaparkan, berdasarkan hasil survei Litbang Kompas pada 100 hari pertama kepemimpinan, Prabowo-Gibran mendapat approval rate 80,9 persen. "Tetapi jangan lupa bahwa di akhir masa jabatan Joko Widodo, sebenarnya dia sudah mendapatkan (approval rate) 75,6 persen. Kita tahu ada relasi yang kuat antara Prabowo dengan Joko Widodo," ujar Zainal seperti dikutip dari tayangan YouTube Dirty Vote, Rabu (22/10/2025).
Maka, dalam pandangan Zainal, gap antara tingkat kepuasan yang sudah diraih Jokowi di penghujung masa jabatan dengan kepemimpinan Prabowo hanya sekitar 5 persen. Sementara, Prabowo-Gibran berhasil memenangkan Pemilu 2024 dengan raihan suara 58 persen.
Zainal kemudian membandingkan approval rate di akhir kepemimpinan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan 100 hari kepemimpinan Jokowi. "Approval rate SBY pada Juni 2024 hanya 48 persen. Tapi, Joko Widodo di 100 hari kepemimpinannya bisa meningkatkan (approval rate) sampai 65,1 persen," tutur pria yang kini sudah menyandang gelar Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Gambaran itu menjadi paradoks, tingkat approval rate yang tinggi tidak ditunjang dengan rasa kepercayaan diri ketika mengubahnya menjadi kebijakan negara. Hal ini, kata Zainal, menyebabkan pemerintahan Prabowo-Gibran merasa kurang percaya diri atau insecure.
