Prabowo Pangkas Anggaran tapi Kabinet Gemuk, Benarkah Bisa Efisien?

- Kebijakan efisiensi anggaran Presiden Prabowo dinilai kontradiktif oleh Bhima Yudhistira Adhinegara.
- Pemangkasan anggaran dapat turunkan belanja pemerintah terhadap PDB hingga 5 persen pada 2025.
- Efisiensi anggaran berisiko mengancam perekonomian, serapan tenaga kerja, dan program di luar Makan Bergizi Gratis (MBG).
Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira Adhinegara menilai kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto mengandung kontradiksi.
Menurutnya, meskipun dilakukan pemangkasan anggaran, jumlah kementerian dan lembaga tetap tidak berubah. Kondisi tersebut dinilai tidak sejalan, karena semakin banyaknya kementerian tidak dibarengi dengan alokasi anggaran yang lebih besar.
"Jadi efisiensi ini kan juga kontradiksi sebenarnya, karena di satu sisi nomenklatur kementerian/lembaganya tidak diubah. Jadi bayangkan kementerian makin banyak, tapi ada efisiensi anggaran," kata Bhima kepada IDN Times, Sabtu (8/2/2025).
1. Porsi belanja pemerintah terhadap PDB terancam anjlok

Bhima mengungkapkan dampak akibat pemangkasan anggaran yang dilakukan bisa cukup signifikan, mengingat pada 2024, belanja pemerintah masih terbantu oleh penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak.
Alhasil, porsi belanja pemerintah terhadap produk domestik vruto (PDB) tetap terjaga di kisaran 7,7 persen, dengan pertumbuhan di atas 6 persen. Namun, pada 2025, dengan adanya kebijakan efisiensi anggaran di porsi belanja pemerintah terhadap PDB bisa turun drastis hingga 5 persen.
"Kemudian dari sisi pertumbuhan belanja pemerintahnya, itu juga bisa di bawah, bahkan bukan tumbuh ya, negatif justru, pertumbuhannya akan negatif. Nah, itu yang terjadi," paparnya.
2. Efisiensi anggaran ancam ekonomi dan serapan tenaga kerja

Bhima menilai efisiensi anggaran yang dilakukan secara drastis berisiko mengancam perekonomian dan serapan tenaga kerja. Dia juga menekankan kebijakan tersebut dapat berdampak pada berbagai program di luar makan bergizi gratis (MBG).
"Itu satu, bisa mengancam ekonomi dan serapan tenaga kerja, efisiensi yang dilakukan secara brutal, itu juga berdampak pada program-program di luar dari MBG," ujarnya.
3. Dampak makan bergizi gratis belum dirasakan secara signifikan

Menurutnya, efisiensi anggaran yang dialokasikan untuk program makan bergizi gratis perlu ditinjau ulang. Sebab, dampaknya belum dirasakan secara signifikan oleh masyarakat.
Tak hanya itu, keterlibatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam program tersebut masih minim. Bhima menyoroti rendahnya partisipasi UMKM dalam program makan bergizi gratis.
"Efisiensinya untuk MBG yang kita tahu dampak MBG ternyata tidak sebesar itu dirasakan dan keterlibatan UMKM-nya masih minim," tambahnya.