Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

DPD RI Tanggapi Kenaikan Tunjangan Dewas dan Direksi BPJS Kesehatan

IDN Times/DPD RI

Jakarta, IDN Times - Persoalan defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) Program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan sepertinya menjadi penyakit kronis yang tidak sembuh-sembuh. 

Seperti itulah perumpamaan situasi BPJS Kesehatan saat ini. Ratusan juta rakyat dijamin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan melalui program JKN, tetapi BPJS Kesehatan sejak 2014 menderita defisit.

Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta, Dailami Firdaus, juga menyoroti soal kenaikan tunjangan Dewan Pengawas (Dewas) dan Direksi BPJS. Di tengah BPJS Kesehatan yang terus defisit, pemerintah membuat keputusan menaikkan tunjangan bagi Dewas dan Direksi BPJS.

Dalam ketentuan yang baru, yakni PMK No 112/PMK.02/2019 yang merupakan perubahan dari beleid terdahulu, pemberian tunjangan bisa dua kali gaji atau upah yang diterima anggota dewan pengawas dan anggota dewan direksi.

"Saya rasa ini kebijakan konyol, di tengah defisitnya BPJS dan kita semua sedang memikirkan solusinya, malah tunjangan Dewas dan Direksi BPJS akan dinaikkan dua kali lipat," tutur Bang Dailami.

1. Manajemen BPJS harus dibenahi dalam mengelola uang rakyat yang dibayarkan sebagai premi kepesertaan BPJS

ilustrasi/ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Dailami mengatakan, sejatinya yang harus dibenahi ialah manajemen BPJS dalam mengelola uang rakyat yang dibayarkan sebagai premi kepesertaan BPJS, baik yang berasal dari APBN, APBD, maupun iuran mandiri.

Misalnya, pembayaran kapitasi ke pemerintah daerah (pemda) sebesar Rp2,5 triliun. Hal itu seharusnya tidak lagi diberikan kepada pemda, tapi lebih dimanfaatkan untuk pelayanan kepada pasien. Apalagi di setiap APBD daerah sudah ada post anggaran untuk belanja sektor kesehatan, begitu juga di APBN.

"Jadi, sebaiknya pemberian dana kapitasi kepada pemda dihapus saja karena pemborosan terhadap dana pengelolaan jaminan kesehatan," ungkap Dailami.

2. Kemenkes harus memperketat pengawasan terhadap akreditasi RS

www.pexels.com

Bang Dailami, panggilan akrab Prof Dr H Dailami Firdaus, juga menambahkan, selain dana kapitasi, banyak RS yang tidak sesuai antara tipe RS-nya dan fasilitas yang dimiliki. Ada RS tipe C, tapi fasilitas yang dimiliki tidak sesuai dengan tipenya.

Bang Dailami yang juga Ketua Dewan Pembina Relawan Kesehatan Indonesia (Rekan Indonesia) mengungkapkan, ditemukan ada lebih dari 600 RS dengan nilai lebih bayar sekitar lebih dari Rp800 miliar. "Ini jelas pemborosan sehingga Kemenkes harus memperketat pengawasan terhadap akreditasi RS agar besarnya pembayaran biaya pengobatan yang dibayar BPJS sesuai dengan tipe RS," ujar Bang Dailami.

3. Banyak peserta BPJS sulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan

wwww.setkab.go.id

Bang Dailami pun menyayangkan rencana pemerintah menaikkan iuran bagi peserta BPJS Kesehatan. Sebab, hal itu bukanlah solusi yang menyelesaikan masalah. "Justru akan menimbulkan masalah yang baru. Karena akan menjadi beban biaya hidup masyarakat di tengah penghasilan masyarakat yang tidak bertambah," tutur Bang Dailami.

Meski demikian, dirinya juga mengakui ada ketidakpatuhan peserta membayar iuran premi BPJS, khususnya di peserta bukan penerima upah (PBPU) dengan hanya 51 persen yang membayar rutin. "Dari kondisi itu bisa kita lihat di tengah kemalasan peserta PBPU membayar iuran, ketika premi dinaikkan, akan semakin besar lagi peserta PBPU yang akan membayar rutin," ujar Bang Dailami.

Ketidakpatuhan tersebut lebih disebabkan pelayanan kesehatan yang mereka terima di RS tidak memuaskan. Banyak peserta BPJS sulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

Share
Topics
Editorial Team
Marwan Fitranansya
EditorMarwan Fitranansya
Follow Us