Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf saat Rapat Audiensi dengan Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia. (Dok. Parlementaria)
Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf saat Rapat Audiensi dengan Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia. (Dok. Parlementaria)

Intinya sih...

  • Anggaran pendidikan di daerah digunakan untuk infrastruktur, bukan pendidikan.
  • Mandatory dana 20% untuk pendidikan harus dipastikan alokasi dan distribusinya tepat.
  • Alokasi anggaran pendidikan tahun 2024 mencapai 665 triliun rupiah, namun penggunaannya belum jelas.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengaku mendapat laporan tentang penggunaan anggaran pendidikan di daerah, yang malah digunakan untuk perbaikan jalan dan jembatan, yang disebut sebagai sarana penunjang pendidikan. Sehingga, nomenklatur dan tujuan anggaran menjadi banyak dan rancu yang berdampak pada output yang tidak jelas.

Menurut dia, anggaran pendidikan yang ditransfer ke daerah perlu diaudit supaya peruntukannya jelas untuk digunakan ke pendidikan.

“Hal ini harus diaudit karena peruntukan anggaran pendidikan harus jelas. Tujuan dari anggaran pendidikan bukanlah untuk membangun infrastruktur seperti jalan, tetapi untuk memastikan siswa menjadi cerdas dan paham, serta melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya dan meningkatkan grade siswa sesuai dengan perkembangan zaman,” kata dia, dalam keterangan resmi, di Jakarta, Senin (8/7/2024).

1. Baru 3 provinsi yang alokasikan 20 persen untuk pendidikan

Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf (dok. Parlementaria)

Lebih jauh Dede menegaskan, mandatory spending sebesar 20 persen untuk pendidikan dari APBN dan APBD harus dipastikan alokasi, distribusi, dan pengawasannya tepat guna. Sebab telah menjadi amanat konstitusi.

Dede Yusuf mengatakan, pemerintah pusat dan daerah perlu meluruskan komitmen politik mereka dalam penggunaan anggaran pendidikan. 

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dari 34 provinsi di Indonesia, baru tiga provinsi yang menyiapkan anggaran 20 persen untuk pendidikan, yang lain masih di bawah 20 persen. Bahkan ada beberapa provinsi yang mengalokasikan tiga persen APBD untuk pendidikan.

"Data dari Kemendagri mengatakan dari 34 provinsi hanya 3 provinsi yang menyiapkan anggaran 20 persen, yang lainnya di bawah 20 persen, bahkan ada beberapa provinsi yang hanya mengalokasikan 3 persen dari APBD untuk pendidikan," kata dia.

"Hal ini menyebabkan kualitas masyarakat di provinsi tersebut rendah. Ini tanggung jawab kita bersama mendorong peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia,” lanjutnya.

2. Anggaran pendidikan yang digelontorkan ke daerah 52 persen

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi meminta Kemendikbud revisi aturan baru UKT. (IDN Times/Amir Faisol)

Selain mandatory spending 20 persen, pemerintah pusat juga mengalokasikan 52 persen ke daerah melalui transfer Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, dan DAK non-fisik.

Dede Yusuf menjelaskan, alokasi anggaran pendidikan tahun 2024 mencapai 665 triliun rupiah. Namun, dari jumlah tersebut, sekitar 52 persen atau sekitar Rp346,5 triliun dialokasikan ke daerah melalui DAU dan DAK. 

Sayangnya, Kemendikbud tidak memiliki data tentang penggunaan dana tersebut sehingga menimbulkan kekhawatiran penempatan anggaran itu tidak tepat.

"Ini menimbulkan kekhawatiran bahwa meskipun ada anggaran mungkin penempatannya tidak tepat,” tuturnya.

3. Dana pendidikan yang ditransfer ke daerah harus diaudit

ilustrasi pendidikan/pexels.com/@pixabay

Mantan Menristek dan Pendidikan Tinggi periode 2014-2019 Mohammad Nasir turut menyoroti anggaran pendidikan sebesar 20 persen yang diamanatkan oleh APBN. Ia meminta supaya anggaran itu diawasi dengan baik.

Ia bercerita, waktu masih aktif dalam kabinet pemerintahan, sempat mempertanyakan anggaran yang ditransfer ke daerah untuk pendidikan apakah pernah diaudit oleh Kementerian Keuangan. 

"Saya pernah tanyakan ke Ibu Menteri juga Pak Menko, itu anggaran yang dialokasikan ke daerah pernah diaudit nggak? Saya nggak bisa mengaudit, Pak. Loh kok gak bisa," kata dia.

"Ternyata itu sudah gelondongan. Mungkin sudah terjadi alokasi anggaran pendidikan yang ke daerah bukan untuk pendidikan, mungkin kalau 100 persen itu 40 persen digunakan pendidikan, 60 persen digunakan ke yang lain. Ini harus diaudit ini. Sehingga realokasi anggaran menjadi sangat penting kalau kita tahu postur penggunaan secara detailnya," lanjut dia.

Editorial Team