Jakarta, IDN Times - Tiap memasuki masa kampanye pemilu, transaksi keuangan dipastikan meningkat. Namun, peningkatan nominal transaksi keuangan yang diendus oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dinilai tidak wajar.
Sebab, mayoritas transaksi dilakukan secara tunai dan melonjak hingga 100 persen. Di sisi lain, aliran dana sumbangan yang mengalir ke Rekening Dana Khusus Kampanye (RKDK) justru tak menunjukkan peningkatan yang signfikan.
Maka, muncul dugaan politik uang kembali terjadi jelang Pemilu 2024. Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengaku telah menyerahkan laporan adanya transaksi yang janggal itu ke penegak hukum, termasuk Bawaslu.
Namun, anggota Bawaslu Lolly Suhenty menyebut, data yang disampaikan oleh PPATK adalah data mentah. Tapi, pernyataan itu ditepis oleh mantan Kepala PPATK, Yunus Husein. Ia menyebut, laporan yang diserahkan oleh PPATK bersifat 'setengah matang.'
"Data yang diberikan oleh PPATK ke Bawaslu adalah LHA (Laporan Hasil Analisis) yang sudah 'dimasak' oleh PPATK dan sudah setengah matang. Jadi, itu bukan barang mentah," ujar Yunus ketika berbicara di program Gen Z Memilih dan tayang di YouTube IDN Times.
Justru, kata Yunus, kini bola ada di tangan Bawaslu. Apakah Bawaslu bersedia mengungkap ke publik dugaan transaksi janggal yang mencapai triliunan rupiah itu ke publik. Sebab, transaksi janggal itu diduga kuat merupakan uang-uang yang diperoleh dengan cara yang tidak benar, seperti hasil korupsi, penambangan ilegal, narkoba hingga ilegal logging.
Bagaimana modus dana-dana ilegal itu dimanfaatkan untuk pemenangan paslon di pemilu? Simak pemaparan Ketua PPATK periode 2002 hingga 2011 Yunus Husein dalam wawancara bersama IDN Times berikut.