Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein di program Gen Z Memilih. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)
Mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein di program Gen Z Memilih. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Jakarta, IDN Times - Tiap memasuki masa kampanye pemilu, transaksi keuangan dipastikan meningkat. Namun, peningkatan nominal transaksi keuangan yang diendus oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dinilai tidak wajar.

Sebab, mayoritas transaksi dilakukan secara tunai dan melonjak hingga 100 persen. Di sisi lain, aliran dana sumbangan yang mengalir ke Rekening Dana Khusus Kampanye (RKDK) justru tak menunjukkan peningkatan yang signfikan. 

Maka, muncul dugaan politik uang kembali terjadi jelang Pemilu 2024. Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengaku telah menyerahkan laporan adanya transaksi yang janggal itu ke penegak hukum, termasuk Bawaslu. 

Namun, anggota Bawaslu Lolly Suhenty menyebut, data yang disampaikan oleh PPATK adalah data mentah. Tapi, pernyataan itu ditepis oleh mantan Kepala PPATK, Yunus Husein. Ia menyebut, laporan yang diserahkan oleh PPATK bersifat 'setengah matang.'

"Data yang diberikan oleh PPATK ke Bawaslu adalah LHA (Laporan Hasil Analisis) yang sudah 'dimasak' oleh PPATK dan sudah setengah matang. Jadi, itu bukan barang mentah," ujar Yunus ketika berbicara di program Gen Z Memilih dan tayang di YouTube IDN Times

Justru, kata Yunus, kini bola ada di tangan Bawaslu. Apakah Bawaslu bersedia mengungkap ke publik dugaan transaksi janggal yang mencapai triliunan rupiah itu ke publik. Sebab, transaksi janggal itu diduga kuat merupakan uang-uang yang diperoleh dengan cara yang tidak benar, seperti hasil korupsi, penambangan ilegal, narkoba hingga ilegal logging

Bagaimana modus dana-dana ilegal itu dimanfaatkan untuk pemenangan paslon di pemilu? Simak pemaparan Ketua PPATK periode 2002 hingga 2011 Yunus Husein dalam wawancara bersama IDN Times berikut. 

Bagaimana modus pengiriman dana yang janggal untuk pemilu dan sumber dana itu dari mana?

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) periode 2002-2010, Yunus Husein. (Dokumentasi Istimewa)

Begini, menjelang pemilu pasti kecenderungannya laporan transaksi keuangan meningkat. Kenapa meningkat? Karena kebutuhan dana untuk mengenalkan diri dengan kultur money politic yang besar, jadi sistem di kita masih seperti itu, sehingga mereka yang mau menang akan cari duit dengan berbagai cara. Baik dengan cara yang halal maupun yang haram. Yang legal maupun ilegal. 

Sumber dana haram itu misalnya korupsi, narkoba, tindak pidana perpajakan atau perbankan, hingga manipulasi pasar. Atau inside trading dan ilegal logging

Selain itu, kemungkinan terjadinya kredit macet juga besar. Karena sebagian calon ada yang meminjam dana untuk pemenangan dari bank. 

Bisa juga ada skandal-skandal yang muncul dalam beberapa tahun. Misal ada skandal Bank Bali atau beberapa bank milik BUMN. Setelah ditelusuri, ternyata ada kaitannya dengan pemilu. 

Ke mana dana ilegal itu mengalir? Apakah ke rekening perusahaan tertentu?

Ini lebih banyak individu. Jadi, bukan mengalir ke Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK). 

Pemilu itu anehnya meski partainya besar tetapi jumlah uang di rekening malah kecil. Saya tahu itu karena pernah tanya ke Bawaslu yang lalu. Bawaslu tidak percaya dengan laporan itu karena tidak menunjukkan keadaan (keuangan) yang sebenarnya. 

Padahal, sudah melakukan kegiatan ke mana-mana, pakai jet pribadi. Sudah berkegiatan ke berbagai pelosok dan bawa rombongan, kok malah tidak kelihatan mutasi transaksi. 

Seolah-olah itu ada yang menyumbang baik jasa, inatura (barang) atau individu yang memberikan sumbangan. Tidak pernah uang itu masuk ke RKDK. Kebanyakan gak masuk sih. Transaksi itu bisa dilakukan secara tunai dan non tunai. 

Tapi, kalau transaksinya dalam tunai lebih sulit dilacaknya. Di dalam dunia cuci uang, transaksi tunai disebut 'aset yang tidak ada namanya.' Karena kalau misalnya ada uang di dompet itu gak ketahuan dari mana. Kan tidak ada paper trail atau catatannya. 

Makanya, orang lebih senang menyuap secara tunai, menyumbang tunai, korupsi dan bagi-bagi uang serta cuci uang secara tunai. 

Pengalaman gembong narkoba di luar negeri, mereka (bertransaksi) dengan tunai dan memecah-mecah transaksi. Karena dengan memecah-mecah itu, ada intelijen yang terputus. Sulit menelusuri. 

Jadi, uang yang diduga ilegal itu masuk ke rekening tim sukses paslon?

Jadi, itu sulit untuk memastikan. Yang pasti sesuai dengan laporan Pak Ivan (Ketua PPATK), Rekening Khusus Dana Kampanye tidak besar. Auditnya pun meski dilakukan oleh kantor akuntan publik (AUP) hanya mengungkap fakta sekedarnya.

Tidak ada opini sama sekali. Selain itu, bukan investigatif audit juga. Yang lebih lucu lagi, hasil audit baru ada setelah pemilu. Jadi, percuma juga.

Dia gak bisa memutus sesuatu berdasarkan audit. Selain itu waktu kan sangat singkat untuk audit tersebut. 

Ketika Anda menyebut nominal uang di rekening khusus dana kampanye tidak besar, berapa nominal dananya?

Saya tidak ada datanya. Saya pernah tanya pejabat Bawaslu periode lalu, memang nominal di RKDK tidak besar.

Karena mereka gak mau transparan. Tidak semua sumbangan yang masuk itu dimasukan ke Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) tadi. Banyak yang tidak tercatat, misalnya sumbangan dalam bentuk jasa, inatura, atau sumbangan langsung ke si calon. 

Relawan-relawan itu kan banyak sekali. Banyak relawan yang masih tidak tahu sehingga harusnya pakai RKDK tadi. Bisa juga oknum menggelapkan dana sumbangan, itu pernah juga terjadi. 

Modus yang sama kemungkinan bisa-bisa saja. Pakai nama fiktif bisa saja tujuannya untuk menghindari batas (sumbangan) Rp2,5 miliar. Untuk timses memanfaatkan dana itu untuk kepentingan pribadi, itu bisa sekali. Apalagi karakter orang kita, apapun situasinya cenderung cari manfaat. 

PPATK mengaku sudah meneruskan laporan dana mencurigakan ke penegak hukum. Apakah ada tindak lanjutnya?

Laporan itu paling banyak ke penegak hukum. Saya sudah cek juga. Bahkan, tindak pidana asalnya itu sudah dihentikan transaksi ke rekening yang bersangkutan. 

Jadi, kalau ditanya, apakah ada follow up? Ada. Sekarang, tinggal kita dorong lah Bawaslu ini terkait dengan tindak pidana pemilu, pidana kampanye tadi, harus dilihat, dia harus lihat dan pro aktif. Misalnya, Gubernur Maluku Utara tertangkap tangan dengan sekelompok orang. 

Harusnya dia (Bawaslu) kaitkan itu. Dia sedang ngapain nih terima duit? Jangan-jangan untuk pemenangan pemilu. Jangan-jangan untuk dana maju di pilkada lagi. 

Nah, duit-duit hasil seperti ini, apalagi di musim pemilu pasti kemungkinan besar (tindak pidana) ada kaitan dengan pemilu. Ngapain dia cari duit dengan risiko tinggi kalau bukan untuk dipilih lagi. Kalau bukan demi kepentingan dia, bisa juga untuk menyumbang ke partainya. 

Artinya, kasus-kasus korupsi besar yang terjadi jelang pemilu, dananya digunakan untuk kepentingan elektoral?

Kalau korupsi, narkoba yang besar atau tindak pidana lain yang besar. Dia gak mungkin dimakan sendiri. Karena bisa muntah dia. Dia pasti sembunyikan, samarkan. Itu yang namanya cuci uang. 

Yang namanya menyamarkan itu artinya dia ubah bentuknya, dia transfer, dia sumbang ke partai, dia beliin inatura. Seperti kasus korupsi pengadaan BTS 4G kan sampai Rp8 triliun. Gak mungkin dia makan sendiri.

Pasti bagi-bagi. Kecuali needy corruption karena kebutuhan. 

Apakah menurut Anda laporan awal dana kampanye masing-masing paslon sesuai fakta di lapangan?

Laporan awal penggunaan dana kampanye tiga capres di pemilu 2024. (IDN Times/Aditya Pratama)
Laporan awal penggunaan dana kampanye tiga capres di pemilu 2024. (IDN Times/Aditya Pratama)

Memang kalau dilihat dari jumlah uang dan jenis kegiatan tidak nyambung. Jadi, bisa saja (laporan) itu dikarang-karang dan kalau tidak dirinci siapa penyumbangnya, itu bisa jadi celah juga. 

Ini baru sumbangan untuk paslon. Sementara, sumbangan untuk partai, kan tadi belum dipublikasikan. Nominalnya ke partai biasanya lebih kecil lagi. 

Mungkin belum semuanya ngerti ya kalau relawan kalau nyumbang harus dicatat, dilaporkan. Tadi yang banyak jasa dan inatura itu kemungkinan besar tidak dicatat. 

Itu yang nyumbang pakaian, bendera, sembako segala macam, mungkin ada yang belum ngerti bahwa itu juga termasuk yang dilaporkan.

Memang di UU diwajibkan untuk individu maksimal boleh menyumbang Rp2,5 miliar. Tapi, kan tidak semuanya mau terang-terangan dan jujur. 

Bisa juga dia pakai identitas orang. Dalam pemilu lalu terjadi. Ada beberapa wartawan mengecek ke lapangan, apakah benar si A menyumbang, ternyata bukan dia yang menyumbang karena kemampuan ekonominya tidak sebesar itu. Sekarang, mungkin juga terjadi. 

Bagaimana aliran dana yang diduga ilegal yang bersumber dari tambang untuk mendanai kampanye?

Saya ada komunikasi dengan PPATK untuk sebagian kasus (tambang) nikel di Sulawesi Tengah. Saya juga konsultasi dengan teman-teman di perpajakan. 

Ternyata mereka bilang begini misalnya PT A, dia punya izin dan konsesi. Tapi, sering kali ada orang yang ikut nebeng dengan duit dia sendiri. Jadi, ikut menambang dengan duit dia sendiri. 

Dia tidak tercatat di perusahaan, dia dapat uang dan keuntungan dari proses penambangan itu. Itu banyak terjadi. 

Di Jambi saya juga pernah jumpa orangnya. Saya tanya ke Kanwil Pajak Batam ya memang begitu. Buat mereka tidak masalah, tapi aturannya belum ada dan itu tidak transparan sehingga obyek pajaknya susah dikejar. Mungkin duit-duit ini dipakai untuk menyumbang pemilu, bisa sekali. 

Cari duitnya lebih mudah karena dia hanya nebeng dari izin tambang perusahaan tambang yang resmi. Saya tanyakan ke PPATK, ini dana yang ilegal dari tambang apa? Ada tambang nikel di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. 

Sebagian besar itu kan dilaporkan ke penegak hukum dan sudah berjalan. Bahkan, ada yang membentuk tim gabungan penyidikan antara pusat dan daerah karena kasusnya bukan kecil. Karena orang daerah gak kuat. 

Apakah Bawaslu kesulitan untuk menindaklanjuti laporan dari PPATK?

Sebenarnya yang dilaporkan oleh PPATK bukan laporan transaksi mencurigakan. Yang laporan mencurigakan itu reporting parties bank. Mereka lapor ke PPATK. 

PPATK menerima enam jenis laporan dan mereka analisis. Laporan itu dinamakan LHA (Laporan Hasil Analisis). Kalau PPATK turun untuk memeriksa, namanya Laporan Hasil Pemeriksaan. 

Jadi, data yang diberikan oleh PPATK ke Bawaslu adalah LHA yang sudah 'dimasak' oleh PPATK dan sudah setengah matang. Jadi, itu bukan barang mentah. Sementara, Bawaslu mengatakan bahwa itu laporan mentah, aduh, itu gak benar. 

Selain itu, laporan audit dana kampanye bisa saja dirilis sebelum pemilu selesai. Sepanjang itu merupakan tugas dari Bawaslu atau KPU, dalam rangka mencegah penyalahgunaan uang untuk menghimpun suara, boleh. 

Karena di pasal 11 UU nomor 8 tahun 2010, (data itu) memang rahasia jabatan. Tapi, untuk pelaksanaan tugas, bisa saja. Asal bukan untuk kepentingan pribadi ya. 

Editorial Team