Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perludem: Laporan Dana Kampanye Pemilu 2024 ke KPU Tak Sesuai Fakta

Pekerja memproduksi kaus kampanye partai di salah satu konveksi baju di Rangkasbitung, Lebak, Banten (FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Jakarta, IDN Times - Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Khoirunnisa Nur Agustyati, menilai laporan awal dana kampanye terlihat tidak sinkron dengan jenis kegiatannya. Sebab, ketiga capres terlihat sudah wara-wiri ke berbagai lokasi sebelum kampanye resmi dimulai pada 28 November 2023. 

Berdasarkan data laporan awal penggunaan dana untuk kampanye pada periode 16 - 26 November 2023, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menjadi calon yang melaporkan penggunaan dana paling kecil, yakni Rp1 miliar. Nominal itu dalam bentuk dana yang bersumber dari paslon nomor urut satu itu. 

Laporan penggunaan awal kampanye paling besar terlihat di paslon nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Akumulasi sementara, mencapai Rp31,43 miliar. 

Sebanyak Rp2 miliar berasal dari dana paslon sendiri, Rp600 juta merupakan barang yang bersumber dari partai politik (parpol) atau gabungan parpol yang mengusung, dan Rp28,8 miliar berupa jasa dari parpol tersebut. 

Sedangkan, paslon nomor urut tiga, Ganjar Prabono-Mahfud MD melaporkan penggunaan dana awal mencapai Rp2,97 miliar. Dana itu bersumber Rp25 juta berupa uang dari paslon. Lalu, ada pula dana Rp2,95 miliar yang berasal dari parpol pengusung. 

"Ini kan juga ada aktivitas kunjungan masing-masing paslon. Itu kan misalnya kunjungan ke mana, berapa yang dikeluarkan. Kalau kita lihat dalam platform KPU, belum nge-link antara pelaporan dan aktivitas paslon. Harusnya kan bisa dicantumkan ada pertemuan di sini, menghabiskan uang sekian," ujar Khoirunnisa ketika berbicara dalam program #GenZMemilih yang tayang di YouTube, dikutip pada Senin (25/12/2023). 

1. Laporan dana kampanye sifatnya informasi umum dan tidak rinci

Laporan awal penggunaan dana kampanye tiga capres di pemilu 2024. (IDN Times/Aditya Pratama)
Laporan awal penggunaan dana kampanye tiga capres di pemilu 2024. (IDN Times/Aditya Pratama)

Lebih lanjut, perempuan yang akrab disapa Ninis itu menilai, laporan penggunaan dana kampanye itu sifatnya sangat umum. Sumbernya hanya disebut dari tiga hal yaitu barang, uang, dan jasa. 

"Misalnya ada laporan dana awal untuk kampanye berupa barang senilai Rp600 juta. Kan itu seharusnya bisa dicantumkan barangnya itu apa. Apakah itu berupa kendaraan atau ponsel," kata dia. 

Ninis pun menyayangkan hal tersebut karena publik hanya bisa mengakses laporan dana kampanye untuk masing-masing paslon. Kalau penggunaan dana kampanye dari parpol baru dapat diakses pada Januari 2024.

Di sisi lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak pernah mengumumkan waktu yang pasti, kapan laporan sumbangan dana kampanye bisa diakses publik. Tiba-tiba KPU membukanya begitu saja di platform mereka. 

"Jadi, itu diberikan update per hari. Tetapi, itu kan tergantung kepada kesadaran si bendahara parpol untuk memberikan data siapa saja yang menyumbang," tutur Ninis. 

Selain itu, dalam data laporan penggunaan dana kampanye belum menunjukkan adanya data soal sumbangan. Apakah sumbangan tersebut bersumber dari paslon, individu, atau badan hukum. 

"Jadi, itu tidak terlihat dalam laporan dana kampanye yang diunggah KPU saat ini," ujar Ninis. 

2. Nominal sumbangan kampanye dari parpol justru dilaporkan lebih kecil dari paslon

Tampilan layar program Gen Z Memilih soal kejanggalan dana kampanye pemilu 2024. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Pada kesempatan sama, mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein, mengamini pernyataan Ninis. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan karena laporan dana kampanye ke KPU tidak diminta detail, bisa saja data tersebut dibuat-buat. 

"Sumbangan dari parpol itu biasanya bahkan lebih kecil dari sumbangan dari paslon. Mungkin tidak semua paham, misal kalau ada relawan yang menyumbang, semuanya tercatat dan dilaporkan. Tadi, data soal jasa dan inatura (barang) itu sebagian besar tidak dicatat yang disumbangkan. Bisa berupa bendera, pakaian, sembako. Mungkin ada yang belum mengerti bahwa item itu juga harus dilaporkan," ujar dia.

Yunus juga menyebut meski ada pembatasan nominal sumbangan untuk individu ke paslon, tetapi tak semua mau berterus terang menggunakan identitas asli. Ada beberapa kasus di mana identitas seseorang dicatut dan digunakan dalam laporan sumbangan dana kampanye ke KPU. 

"Dalam pemilu yang lalu. Ada beberapa wartawan yang mengecek ke lapangan apakah benar si A menyumbang, ternyata dia tidak pernah menyumbang karena kemampuan ekonominya tidak sebesar itu. Itu terjadi dan cukup banyak. Sekarang, sangat mungkin terjadi," kata dia. 

3. Dana dari penambangan ilegal sangat mungkin mengalir untuk kampanye

Mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein di program Gen Z Memilih. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Yunus mengaku sempat berkomunikasi dengan pegawai di PPATK. Berdasarkan informasi yang ia peroleh, dana dari tambang nikel sangat mungkin masuk untuk mendanai kampanye Pemilu 2024. 

"Ternyata petugas pajak bilang begini, misal PT A, dia punya izin atau konsesi. Tapi sering kali ada orang yang ikut nebeng dan ikut menambang. Modalnya dari duit dia sendiri. Tapi dia tidak tercatat di perusahaan itu. Dia dapat keuntungan karena ikut serta dalam proses penambangan. Itu banyak terjadi," kata dia. 

Yunus mengatakan belum ada aturan yang mengatur hal tersebut. Lantaran tidak transparan, petugas pajak mengaku kesulitan mengejar objek pajak yang nebeng ke perusahaan tambang tersebut. 

"Mungkin duit-duit ini yang digunakan untuk menyumbang pemilu. Itu bisa sekali. Cara duitnya lebih mudah, karena dia free rider dari perusahaan tambang yang resmi," tutur dia. 

Menurut Yunus laporan transaksi janggal tidak didiamkan penegak hukum. Ia mengatakan sudah dibentuk tim gabungan aparat penegak hukum (APH) daerah dan pusat. Sebab, bila ditangani sendiri oleh APH di daerah, mereka tak sanggup. 

Sayangnya, Yunus mengaku tidak memiliki data siapa yang mendompleng ke perusahaan tambang tersebut. Namun, fenomena pengusaha merapat ke penguasa, diakui sudah seperti simbiosis mutualisme. 

"Sebab, kalau tidak merapat ke pengusaha, penguasa akan kalah di pemilu selanjutnya," katanya.

 

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us