Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Fadli Zon Persoalkan Diksi Massal di Kasus Pemerkosaan 1998

Tangkapan layar YouTube IDN Times
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon ketika berbincang di program 'Real Talk' with Uni Lubis by IDN Times. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)
Intinya sih...
  • Akui mengutuk keras pemerkosaan '98, Fadli Zon contohkan peristiwa pemerkosaan massal yang dilakukan tentara Jepang terhadap China dan Serbia terhadap Bosnis.
  • Tak mau narasi pemerkosaan massal karena bisa mengadu domba, Fadli punya data dari TGPF terkait pemerkosaan '98 dan mendorong pelaku dibawa ke ranah hukum.
  • Fadli dinilai tak punya rasa kepekaan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR, MY Esti Wijayanti, karena pernyataannya dinilai melukai para korban.

Jakarta, IDN Times - Menteri Kebudayaan (Menbud) RI Fadli Zon menyatakan tidak menyangkal adanya peristiwa pemerkosaan yang terjadi pada kerusuhan Mei 1998. Namun, ia mempersoalkan diksi "massal" dalam peristiwa ini.

Hal tersebut disampaikan Fadli Zon saat rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

Penyangkalan terhadap pemerkosaan massal pada Mei 1998 itu menurut Fadli Zon bukan bagian dari proyek penulisan ulang sejarah yang sedang digarapnya. Namun, penyangkalannya hanya pendapat pribadi.

"Saya begitu juga dengan kerusuhan Mei 1998 itu kan sesuatu kerusuhan yang telah menimbulkan banyak korban. Korban jiwa, korban harta, termasuk pemerkosaan, ya," kata Fadli Zon.

Adapun, alasan Fadli tidak setuju dengan diksi "massal" dalam peristiwa itu karena massal berarti peristiwanya telah terjadi secara terstruktur dan sistematis.

"Nah, dan juga kita mengutuk saya termasuk di dalam penjelasan, karena itu sebenarnya saya tidak, bukan urusan soal penulisan sejarah itu, adalah pendapat saya pribadi. Soal itu, soal massal itu, diksi massal. Kenapa? Massal itu sangat identik dengan terstruktur yang sistematis," imbuh dia.

1. Akui mengutuk keras pemerkosaan'98

Fadli Zon
Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam wawancara program Real Talk with Uni Lubis by IDN Times (Youtube IDN Times)

Fadli Zon lantas mencontohkan peristiwa pemerkosaan massal yang dilakukan tentara Jepang terhadap China. Dalam peristiwa ini korbannya mencapai 100 ribu-200 ribu orang.

Begitu juga yang dilakukan Serbia terhadap Bosnis, dimana korban yang terjadi di negara itu mencapai 30 ribu sampai 50 ribu orang. Ia pun secara pribadi mengakui peristiwa pemerkosaan pada 1998.

"Nah, di kita, saya tidak menegasikan bahwa itu terjadi dan saya mengutuk dengan keras, dan kalau ada fakta-fakta yang terkait hukum atau pendokumentasian, saya kira tidak ada masalah," kata Fadli.

2. Tak mau narasi pemerkosaan massal karena bisa mengadu domba

Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon. (IDN Times/Amir Faisol)
Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon. (IDN Times/Amir Faisol)

Fadli mengatakan memiliki data-data yang dikumpulkan oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait pemerkosaan'98. Ia pun mendorong agar para pelaku dibawa ke ranah hukum.

Kendati demikian, ia tidak mau terjadi narasi adu domba di antara masyarakat. Pada kesempatan itu, Fadli menyampaikan laporan Majalah Tempo pada tahun 1998 yang menggambarkan bahwa pada saat pelaku pemerkosaan itu melakukan aksinya, mereka melantunkan lafal allahu akbar.

Dalam laporan itu digambarkan juga bahwa pelaku memiliki rambut cepak. Ini menurut Fadli akan dikonotasikan ke militer.

"Jangan sampai kita masuk dalam narasi adu domba dari kekuatan asing ketika itu. Yang memang ingin mem-frame. Misalnya sebagai contoh, dalam salah satu tulisan ditulis, sebelum melakukan perkosaan massal, mereka meneriakkan Allahu Akbar. Ada, ini ditulis di majalah Tempo. Ini kan bahwa mengadu domba," kata Fadli Zon.

3. Fadli dinilai tak punya rasa kepekaan

Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon. (IDN Times/Amir Faisol)
Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon. (IDN Times/Amir Faisol)

Di tengah-tengah penjelasannya, Wakil Ketua Komisi X DPR, MY Esti Wijayanti menyela Fadli dan menyebut ia tak memiliki kepekaan terhadap korban. Menurut dia, pernyataan Fadli hanya semakin melukai para korban.

"Singkat saja, jadi intinya memang peristiwa itu terjadi. Persoalan kemudian ada beberapa catatan yang bapak berikan, mari..." kata Esti.

Mendengar hal itu, Fadli lantas menyela Esti. Dia mengaku tak pernah menyangkal peristiwa pemerkosaan yang terjadi pada 1998. Menurut dia, rangkaian kasus pemerkosaan pada Mei '98 terjadi. Namun, ia menyangkal diksi "massal" dalam peristiwa itu.

"Bukan. Saya mengakui, dalam penjelasan saya, saya mengakui," kata Fadli.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us