Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi petugas medis berada di dalam ruangan Respiratory Intensive Care Unit. (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Jakarta, IDN Times - Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali mengeluarkan fatwa Nomor 17 Tahun 2020, tentang pedoman kaifiat salat bagi tenaga kesehatan yang memakai Alat Pelindung Diri (APD) saat merawat dan menangani pasien virus corona atau COVID-19.

“Tenaga kesehatan Muslim yang bertugas merawat pasien COVID-19 dengan memakai APD, tetap wajib melaksanakan salat fardu dengan berbagai kondisinya,” kata Ketua Komisi Fatwa MUI Indonesia Hasanuddin, Kamis (26/3).

1. Tenaga medis boleh salat dengan APD tanpa bersuci

Ilustrasi pasien COVID-19. ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko

Fatwa MUI menegaskan, tenaga medis dalam kondisi ketika jam kerja mereka berada dalam rentang waktu salat dan ia memiliki wudu, maka ia boleh melaksanakan salat dalam waktu yang ditentukan meski dengan tetap memakai APD yang ada.

“Dalam kondisi APD yang dipakai terkena najis, dan tidak memungkinkan untuk dilepas atau disucikan, maka ia melaksanakan salat boleh dalam kondisi tidak suci dan mengulangi salat (i’adah) usai bertugas,” ujar Hasanuddin.

(IDN Times/Reja Gussafyn)

2. Tenaga medis bisa tayamum atau tanpa bersuci dalam keadaan darurat

Ilustrasi (ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko)

Dalam kondisi darurat seperti ini, seperti sulit berwudu, maka tenaga medis bisa bertayamum kemudian melaksanakan salat.

“Dalam kondisi hadas dan tidak mungkin bersuci (wudu atau tayamum) maka ia melaksanakan salat boleh dalam kondisi tidak suci dan tidak perlu mengulangi (i’adah),” kata Hasanuddin.

3. Salat bisa dijamak akhir

Ilustrasi pelaksanaan Salat Jumat. (IDN Times/Saifullah)

Jika dalam kondisi normal, ketika jam kerjanya sudah selesai atau sebelum mulai kerja, tenaga medis masih mendapati waktu salat, maka mereka wajib melaksanakan salat fardu sebagaimana mestinya.

“Dalam kondisi ia bertugas mulai sebelum masuk waktu zuhur atau magrib dan berakhir masih berada di waktu salat asar atau isya, maka ia boleh melaksanakan salat dengan jamak takhir,” kata Hasanuddin.

4. Salat juga bisa dijamak taqdim

Ilustrasi, Salat Jumat di Masjid Agung Babussalam Kota Sabang. (IDN Times/Saifullah)

Namun, jika dalam kondisi tenaga medis sedang bertugas mulai saat waktu zuhur atau magrib dan diperkirakan tidak dapat melaksanakan salat asar atau isya, maka ia boleh melaksanakan salat dengan jamak taqdim.

“Dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu dua salat yang bisa dijamak (zuhur dan asar serta magrib dan isya), maka ia boleh melaksanakan salat dengan jamak,” ujar Hasanuddin.

 

Pembaca bisa membantu kelengkapan perlindungan bagi para tenaga medis dengan donasi di program #KitaIDN : Bergandeng Tangan Melawan Corona di Kitabisa.com.

Editorial Team