Deretan Partai Politik yang Bertahan sejak Orde Baru hingga Saat Ini

Ini sejarah 3 partai politik yang bertahan sejak Orde Baru

Jakarta, IDN Times - Sebagai negara demokrasi, Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki banyak partai politik di dalam sistem pemerintahannya. Partai politik ini sudah ada sejak zaman Orde Baru, bahkan lebih banyak bermunculan setelah runtuhnya Orde Baru.

Partai-partai politik yang bertahan sejak Orde Baru hingga saat ini memiliki peran yang besar dalam sejarah kepemimpinan di Indonesia. Adapun partai-partai politik yang bertahan sejak Orde Baru sampai sekarang, yakni Partai Demokrasi Indonesia Pejuangan (PDIP), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Golongan Karya (Golkar).

Ketiga partai tersebut memiliki sejarah yang melekat pada setiap perjalanan karir politiknya masing-masing. Berikut sejarah tiga partai politik yang bertahan sejak pemerintahan Orde Baru hingga saat ini di Indonesia.

1. PDIP gabungan partai nasionalis sejak Orde Baru

Deretan Partai Politik yang Bertahan sejak Orde Baru hingga Saat IniANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Sejarah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tidak terlepas dari Partai Nasional Indonesia yang didirikan oleh Soekarno pada 1927. Kebijakan fusi partai politik pada masa oder baru dianggap sebagai awal mula terbentuknya PDIP.

Pada 27 Februari 1970, Soeharto mengundang pimpinan lima partai politik, yaitu PNI (Partai Nasional Indonesia), Parkindo (Partai Kristen Indonesia), Partai Katolik, IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia), dan Murba. 

Setelah melalui proses yang panjang, maka pada 10 Januari 1973 pukul 24.00 WIB, lima parpol sepakat melebur menjadi satu wadah bernama Partai Demokarsi Indonesia (PDI) pada pertemuan di Kantor Sekretariat PNI di Jalan Salemba Raya 73 Jakarta.

Deklarasi ini ditandatangani oleh wakil kelima partai, yaitu MH Isnaeni dan Abdul Madjid (PNI), A Wenas dan Sabam Sirait (Parkindo), Beng Mang Rey Say dan FX Wignyosumarsono (Partai Katolik), S Murbantoko R J Pakan dan Achmad Sukarmadidjaja (Partai Murba), dan Drs. M. Sadri (IPKI).

Sejak saat itu, perjalanan karir politik PDI pun dimulai. Hingga timbul konflik internal karena kegagalan Kongres IV PDI di Medan tahun 1993 dan memunculkan nama Megawati Soekarno Putri. Internal PDI pun terbagi menjadi pendukung Megawati dan Ketua Umum PDI saat itu.

Warga PDI yang setia mendukung Megawati berunjuk rasa besar-besaran pada 20 Juni 1996 dan berakhir bentrok dengan aparat. Peristiwa ini dikenal dengan Peristiwa Gambir Berdarah.Masa pendukung Megawati menolak keras hasil Kongres Medan, tetapi pemerintah tetap mengakui hasil Kongres tersebut.

Hingga peristiwa reformasi 1998 membawa angin segar bagi PDI Megawati. Setelah lengsernya Soeharto, kepimpinan Megawati semakin kuat dan PDI di bawah kepemimpinannya semakin berkibar.

Pada 8-10 Oktober 1998, PDI Megawati menyelengarrakan Kongres V PDI di Denpasar, Bali. Megawati pun terpilih kembali menjadi Ketua Umum DPP PDI periode 1998-2003 secara aklamasi. Pemerintah masih tetap mengakui PDI di bawah kepemimpinan Soerjadi dan Buttu Hutapea.

Megawati pun mengubah nama PDI menjadi PDI perjuangan pada tanggal 1 Februari 1999 supaya dapat mengikuti Pemilu 1999. Nama ini disahkan oleh Notaris Rakhmat Syamsul Rizal dan kemudian dideklarasikan pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta.

Baca Juga: Megawati Minta Millennials di PDIP untuk Fokus Penanganan COVID-19

2. PPP gabungan partai nasionalis agamis

Deretan Partai Politik yang Bertahan sejak Orde Baru hingga Saat IniANTARA FOTO/Jafkhairi

Partai Persatuan Pembangunan yang biasa disingkat sebagai PPP atau juga dilafalkan sebagai 'P tiga' dideklarasikan pada 5 Januari 1973 dan merupakan hasil gabungan dari empat partai Islam yaitu Partai Nadhlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) dan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). 

Tujuan penggabungan ini adalah untuk menghadapi Pemilu pertama di masa Orde Baru pada 1973. Pendiri PPP adalah lima deklarator yang menjadi pimpinan empat partai Islam peserta Pemilu 1971 dan seorang ketua dari kelompok persatuan pembangunan, salah satu fraksi di DPR. 

Adapun para tokoh pendiri PPP tersebut, yakni Ketua Umum PB NU Idham Chalid, Ketua Umum Parmusi Mohammad Syafaat Mintaredja SH, Ketua Umum PSII Haji Anwar Tjokroaminoto, Ketua Umum Perti Haji Rusli Halil, dan Ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di DPR Haji Masykur.

Pada awalnya PPP mempunyai asas Islam dan berlambang Ka’bah partainya, namun pada Muktamar I tahun 1984 PPP meninggalkan asas Islam dan berganti menggunakan asas Pancasila sesuai dengan sistem politik dan peraturan perundangan yang berlaku pada saat itu. 

Sejak itu secara resmi PPP menggunakan asas Pancasila dan mengganti lambangnya dengan gambar bintang dalam segi lima. Setelah Orde Baru tumbang dan Presiden Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, PPP kembali menjadi asas Islam dan lambangnya pun berganti menjadi Ka’bah hingga saat ini.

Sebanyak enam kali pemilu tercatat sudah diikuti PPP sejak 1977 sampai percepatan Pemilu 1999 dengan berbagai hasil yang fluktuatif. Pada Pemilu 1999, PPP mendapatkan 11.329.905 suara atau 10,71 persen, 58 kursi atau 12,55 persen dari keseluruhan 462 kursi. 

Hingga masa sekarang, PPP bergabung dengan koalisi partai pendukung pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla, yakni PDIP, PKB, Golkar, Nasdem, Hanura dan PAN. PPP telah mendeklarasikan dukungannya terhadap Joko Widodo sebagai calon Presiden pada Pemilu 2019 yang disampaikan langsung oleh Ketua Umum Muhammad Romahurmuziy  pada acara Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP,  (21/7/2017).

3. Partai Golkar terbentuk sebagai pengganti partai oleh Presiden Sukarno

Deretan Partai Politik yang Bertahan sejak Orde Baru hingga Saat IniBupati Mundjidah Wahab bersama pengurus partai Golkar Jombang. IDN Times/Zainul Arifin

Konflik di pemerintahan kerap terjadi dan sering disebut akibat dari partai-partai politik yang cenderung mementingkan perebutan kekuasaan kala itu. Akhirnya, Sukarno mengusulkan pembubaran partai-partai karena dianggap gagal menuntaskan revolusi, pada 28 Oktober 1956.

Sukarno mengusulkan adanya golongan fungsional atau golongan karya untuk menggantikan partai-partai ini. Sukarno mendapat ilham soal golongan fungsional dari ahli hukum Profesor Djokosutono, yang kenal dekat dengan penggagas golongan fungsional lainnya, Profesor Supomo.

Selain itu, Sukarno melongok Tiongkok dan Yugoslavia yang berhasil mengembangkan sistem negara dengan satu partai. Di dalam parlemen, kedua negara itu juga memiliki semacam golongan fungsional atau wadah yang mewakili golongan-golongan yang memiliki “fungsi” dalam masyarakat.

Namun gagasan ini keburu diambil Angkatan Darat yang sudah memulainya dengan mendirikan Badan Kerja Sama (BKS) pada 17 Juni 1957. BKS menjadi wadah berhimpun Angkatan Darat dengan kelompok organisasi-organisasi pemuda, petani, jurnalis, dan sebagainya. Hingga akhirnya, Organisasi keprofesian saat itu makin bertambah.

Pada 1963, berdiri organisasi karyawan untuk petani, wanita, mahasiswa pertanian, intelektual, dan pemuda. Kemudian, organisasi-organisasi ini menghimpun diri dalam Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) pada 20 Oktober 1964 yang ditetapkan sebagai hari jadi Partai Golkar.

Gelombang reformasi pada 1998 meruntuhkan Orde Baru. Banyak yang mengira Golkar akan tersapu bersama lengsernya Soeharto. Nyatanya, Golkar mampu bertahan bahkan terus muncul sebagai partai politik besar dalam pemilu 1999, 2004, dan 2009. Hanya saja sejak 1998 hingga sekarang, Golkar telah mengubah diri menjadi sebuah partai.

Baca Juga: Cerita Jusuf Kalla saat Merebut Posisi Ketum Golkar, Jago Lobi Politik

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya