Ubah Stigma pada Pasien COVID-19, Pemerintah Harus Beri Informasi Utuh

Pemerintah berperan penting untuk mengubah stigma negatif 

Jakarta, IDN Times - Stigma negatif terhadap pasien COVID-19 kerap kali terjadi dalam lingkungan sosial masyarakat. Stigma sosial ini sering ditujukan kepada pasien positif virus corona, keluarga pasien, hingga petugas medis yang menangani pasien terdampak.

Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati mengatakan, stigma sosial terjadi akibat kurangnya pengetahuan tentang COVID-19. Secara psikologis, manusia cenderung akan takut terhadap sesuatu yang belum diketahui secara utuh. Rasa takut tersebut menjadi penyebab stigma negatif ini berkembang.

Sehingga, peran pemerintah untuk menggandeng tokoh-tokoh masyarakat guna mengubah stigma negatif ini dinilai sangat penting dilakukan.

“Ketika sudah enam bulan, memang seharusnya pemerintah lebih erat menggandeng banyak pihak, karena pemerintah sendiri tidak akan sanggup,” ujar Devie, saat dihubungi IDN Times, Selasa (13/10/2020).

1. Pemerintah harus memberikan informasi yang lengkap tentang COVID-19

Ubah Stigma pada Pasien COVID-19, Pemerintah Harus Beri Informasi UtuhMenteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Pandemik COVID-19 merupakan krisis kesehatan terbaru yang telah menyerang hampir seluruh negara di dunia. Pemerintah di berbagai negara dunia juga tengah kebingungan dalam menghadapi krisis kesehatan ini.

Menurut Devie, begitu juga yang dialami oleh pemerintah Indonesia. Sehingga, pemerintah Indonesia tidak bisa memberikan informasi utuh terkait virus corona yang berkembang di masyarakat.

“Tidak ada negara yang siap menghadapi COVID-19 ini dan itu membuat negara di dunia, kemudian mereka tidak melakukan penyebaran informasi secara masif dan utuh,” ujar Devie.

Maka dari itu, Devie menilai pemerintah harus memberikan informasi secara luas dan utuh kepada masyarakat. Hal ini bisa membantu masyarakat untuk menjaga diri dan keluarganya, serta tidak lagi memberikan stigma negatif kepada orang lain.

“Kenapa informasi menjadi lebih penting, karena menurut banyak studi yang dilajukan, orang yang memiliki informasi yang lebih banyak dan utuh, itu akan membuat dia lebih memahami sesuatu. Sehingga tidak akan takut,” ujar Devie.

Baca Juga: Data Lengkap selama 1 Bulan PSBB Ketat di DKI Jakarta

2. Pemerintah harus edukasi influencer agar bisa memberi contoh ke masyarakat

Ubah Stigma pada Pasien COVID-19, Pemerintah Harus Beri Informasi UtuhKetua BNPB Doni Monardo (kiri) dan Ketua PSSI Mochaman Iriawan (kanan) saat menandatangani nota kesepahaman Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding - MoU) Penyelenggaraan Olahraga yang Aman dari Covid-19 pada Kamis (17/9/2020). (Liga-Indonesia.id)

Devie berpendapat, pemerintah harus menggandeng tokoh-tokoh berpengaruh dalam masyarakat, seperti halnya influencer di media sosial. Sebab, Devie menilai pemerintah tidak akan sanggup menyelesaikan krisis kesehatan ini sendiri.

Dengan begitu pemerintah dapat mengedukasi para tokoh masyarakat ini mengenai COVID-19. Setelah itu, tokoh masyarakat tersebut yang akan mengedukasi para pengikutnya secara langsung, maupun tidak langsung.

“Karakteristik masyarakat Indonesia itu patron klien, ibaratnya kayak sebuah kereta yang ada lokomotif dan gerbongnya. Nah, biasanya gerbong akan mengikuti lokomotif. Begitu juga hubungan influencer dengan masyarakat,” ujar Devie.

Hal tersebut dinilai akan sangat berpengaruh untuk mengubah pola pikir masyarakat dalam menghadapi COVID-19. Terutama influencer sosial media yang saat ini sedang digemari oleh anak-anak muda.

Bila pemerintah tidak menggandeng dan mengedukasi tokoh-tokoh publik ini, akan lebih berbahaya jika tokoh-tokoh tersebut justru menunjukkan perilaku melanggar protokol kesehatan COVID-19. 

“Bicara soal sosial media yang memiliki pengaruh besar terhadap perilaku masyarakat. Para tokoh publik di sosial media yang menunjukkan perilaku tadi itu yang lebih bahaya karena akan diikuti oleh masyarakat,” ujar Devie.

3. Peran media massa bukan untuk menakut-nakuti masyarakat

Ubah Stigma pada Pasien COVID-19, Pemerintah Harus Beri Informasi Utuh(Sosiolog UI, Devie Rahmawati) IDN Times/Margith Juita Damanik

Selain memberikan informasi yang utuh dan menggandeng tokoh publik, pemerintah juga perlu mengajak media massa untuk mengedukasi masyarakat melalui pemberitaannya.

Lantaran, selama lebih dari enam bulan pandemik COVID-19 terjadi di Indonesia, banyak berita-berita hoaks yang tersebar dalam masyarakat. Arus berita hoaks terkait pandemik ini bahkan sudah membanjiri lingkungan sosial dan mempengaruhi cara berpikir masyarakat.

Sehingga, masyarakat menjadi semakin takut saat membaca berita terkait perkembangan virus corona di Indonesia. Dengan begitu, masyarakat justru tidak akan bisa mendapatkan informasi yang utuh terkait virus corona.

“Jadi ini seperti spiral ketakutan. Karena mereka sudah takut dan semakin takut bila mengonsumsi berita. Jadi ini lingkaran ketakutan yang tidak ada ujungnya,” ujar Devie.

Devie mengatakan, hal tersebut akan berdampak buruk untuk pemerintah Indonesia dalam menangani kasus pandemik COVID-19.

Baca Juga: Lawan Stigma Negatif Terhadap Pasien COVID-19 dengan 4P

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya