Amnesty International Penyerangan oleh Massa Intoleran di Solo Diusut

Polisi diminta melakukan penyelidikan secara transparan

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mendesak aparat kepolisian untuk segera menangkap sekelompok massa intoleran yang melakukan tindak kekerasan di Solo, Jawa Tengah pada Sabtu, 8 Agustus 2020.

Menurut Usman, tindakan penyerangan atas nama kebencian terhadap golongan agama tertentu tidak bisa dibenarkan. Hal tersebut merupakan bentuk diskriminatif karena setiap individu memiliki hak untuk melaksanakan ibadah maupun ritual sesuai dengan kepercayaannya masing-masing.

1. Kepolisian diminta untuk melakukan penyelidikan secara transparan

Amnesty International Penyerangan oleh Massa Intoleran di Solo DiusutUsman Hamid Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (IDN Times/Aldzah Aditya)

Penyerangan yang terjadi di rumah almarhum Assegaf Bin Jufri di Kampung Metrodanan oleh kelompok yang mengatasnamakan laskar Solo itu, disebut Usman sebagai suatu bentuk pelanggaran HAM.

“Kami mendesak aparat berwenang, terutama Kepolisian Solo, untuk melakukan penyelidikan secara keseluruhan, independen, imparsial dan transparan untuk memeriksa kasus intimidasi dan serangan terhadap agama minoritas mana pun serta mengadili mereka yang bertanggung jawab sesuai dengan standar internasional tentang peradilan yang adil dan memberikan pemulihan bagi korban,” kata Usman melalui keterangan tertulisnya, Senin (10/8/2020).

Baca Juga: Komnas HAM: Penyegelan Bakal Makam Leluhur Sunda Wiwitan Cederai HAM

2. Kepolisian Solo harus menjamin agar kejadian serupa tidak terulang kembali

Amnesty International Penyerangan oleh Massa Intoleran di Solo DiusutDok. Polresta Surakarta

Usman menegaskan, pihak kepolisian harus menjamin agar kejadian serupa tidak terulang kembali di Solo dan melindungi seluruh hak-hak beragama dan berkeyakinan setiap individu. Dia juga meminta aparat penegak hukum tidak tunduk pada kekuatan massa mayoritas, jika memang itu tidak sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku.

“Kami meminta Pemerintah untuk mencabut atau mengubah semua ketentuan yang diskriminatif serta membatasi hak atas kebebasan berkeyakinan dan beragama yang melampaui batas yang diizinkan berdasarkan hukum HAM internasional,” tuturnya.

"Negara seharusnya memastikan bahwa anggota agama minoritas dilindungi dan dapat mempraktikkan keyakinan mereka secara bebas dari rasa takut, intimidasi, dan serangan,” katanya menambahkan.

3. Intimidasi dilakukan Laskar Solo karena perbedaan akidah dan mahzab agama

Amnesty International Penyerangan oleh Massa Intoleran di Solo DiusutIlustrasi Kekerasan terhadap perempuan (IDN Times/Mardya Shakti)

Sebelumnya, Laskar Solo melakukan intimidasi dengan membubarkan sebuah acara Midodareni (doa bersama sebelum pernikahan) yang sedang dilangsungkan di kediaman keluarga Umar Assegaf, di Mertodranan, Pasar Kliwon, Solo, pada 8 Agustus 2020 malam.

Massa yang menyerang menduga bahwa keluarga tersebut adalah penganut aliran Syiah dan menganggap bahwa Midodareni merupakan ritual Syiah. Dalam penyerangan itu, mereka melontarkan kalimat diskriminatif.

Tidak sampai disitu, massa tersebut juga melakukan penyerangan fisik hingga menyebabkan tiga anggota keluarga Umar Assegaf menjadi korban dan mengalami luka-luka. Korban langsung dilarikan ke Rumah Sakit Kustati Solo.

Kasus intimidasi seperti itu rupanya bukan kali ini saja diterima oleh Keluarga Umar. Sebelumnya, kelompok serupa juga pernah menyerang kediaman mereka untuk melakukan tindak kekerasan dan ancaman akibat perbedaan akidah dan mahzab.

Baca Juga: Setumpuk Harapan Pengungsi Syiah Sampang untuk Jokowi-Ma'ruf Amin

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya