Formappi: DPR Sengaja Bingungkan Publik soal Draf Final UU Ciptaker 

Draf UU Ciptaker ada 3 versi: 905 halaman, 1.035 dan 812

Jakarta, IDN Times - Munculnya beragam versi draf Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) atau Omnibus Law yang disebut-sebut sebagai draf final, kian menambah kesimpangsiuran yang muncul di tengah ruang publik.

Sebelumnya, draf UU Cipta Kerja telah tersebar luas di masyarakat dalam tiga versi. Dokumen pertama yaitu memuat 905 halaman, dokumen kedua memuat 1.035 halaman, dan terakhir 812 halaman.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, hal itu bukan sesuatu yang kebetulan terjadi. Ada desain tertentu yang diinginkan oleh DPR dan pemerintah dengan mengacaukan informasi di ruang publik.

Baca Juga: Ada Demo Tolak UU Ciptaker Lagi, Polda Metro Kerahkan 12 Ribu Personel

1. DPR dan pemerintah dinilai ingin kelabui publik dengan memunculkan banyak versi draft UU Ciptaker

Formappi: DPR Sengaja Bingungkan Publik soal Draf Final UU Ciptaker Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) didampingi Menkumham Yasonna Laoly (kedua kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menerima laporan akhir dari Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi (bawah) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Adapun versi pertama draf UU Ciptaker yang berjumlah 905 halaman muncul ketika Undang-undang tersebut baru saja disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020. Seminggu setelah pengesahan, yakni Senin 12 Oktober 2020, muncul versi kedua draf UU Ciptaker yang berjumlah 1.035 halaman.

Terakhir, masih di hari yang sama pada Senin malam, 12 Oktober, muncul versi terbaru sebanyak 812 halaman. Sekjen DPR Indra Iskandar menjelaskan, perubahan terjadi terkait ukuran kertas A4 menjadi ukuran legal.

"Iya 812 halaman. Pakai format legal jadi 812 halaman," kata Indra saat dikonfirmasi, Selasa (13/10/2020).

Ada pun Lucius menilai hal ini sengaja dilakukan. “Saya melihat misinya agar publik ramai mempersoalkan hal-hal teknis soal ketersediaan naskah UU, tanpa punya bahan yang valid untuk mengkritisi substansi UU-nya,” kata Lucius saat dihubungi IDN Times, Selasa (13/10/2020).

2. Dengan banyak versi draf UU Ciptaker, DPR dan pemerintah dinilai berharap publik ajukan gugatan ke MK

Formappi: DPR Sengaja Bingungkan Publik soal Draf Final UU Ciptaker Ilustrasi (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Dalam situasi seperti itu, kata Lucius, DPR dan pemerintah bisa leluasa untuk memastikan substansi UU Cipta Kerja yang sesuai dengan keinginan mereka agar mulus sampai tahap pengundangannya di lembaran negara.

Ketidaktersediaan draf valid yang resmi di ruang publik, lanjut Lucius, juga akan memudahkan DPR dan pemerintah untuk mengontrol substansi yang mereka inginkan tetap tercantum dalam naskah final, yang akan langsung diundangkan nanti.

Dengan membiarkan publik tak punya akses kepada draf final yang resmi, kata Lucius, maka setiap upaya kritik atau penolakan yang disampaikan publik bisa dengan mudah dituduh sebagai berita bohong atau informasi sesat.

Sebab, DPR dan pemerintah juga bisa dengan mudahnya menuduh publik yang mengkritik belum membaca naskah UU final.

“Ini sih tampaknya akan jadi pilihan aman bagi DPR dan pemerintah yang menginginkan penolakan publik atas substansi UU Cipta Kerja tak disampaikan melalui aksi massa, tetapi melalui jalur judicial review (JR). Dengan memastikan proses yang mulus sampai tahap pengundangan, DPR dan pemerintah tak akan terlampau repot atas upaya JR yang diajukan publik,” ujarnya.

3. DPR dan pemerintah ingin meredam aksi demonstrasi publik dengan memunculkan banyak versi draf UU Cipta Kerja

Formappi: DPR Sengaja Bingungkan Publik soal Draf Final UU Ciptaker Demo tolak Omnibus Law di kawasan Harmoni pada Kamis (8/10/2020). (IDN Times/Ilyas Mujib)

Jika penolakan atau gugatan publik disampaikan secara konstitusional, Lucius menilai, martabat DPR dan pemerintah tak akan diinjak-injak oleh caci maki massa di panggung demonstrasi. Dengan demikian, ia memprediksi publik tak akan pernah bisa memastikan naskah final UU Cipta Kerja sampai benar-benar sudah diundangkan nanti.

Oleh sebab itu, publik akan terus dipenuhi berbagai versi draf UU Cipta Kerja. Setiap kemunculan versi terbaru, akan diikuti dengan klarifikasi kebenaran naskah agar publik bisa percaya dan menjadikan naskah itu sebagai rujukan.

Sekjen DPR, lanjut dia, ditugasi untuk bermain-main dengan urusan memberikan konfirmasi atas naskah-naskah ini, agar tak mengganggu elite yang sibuk mengamankan kepentingan mereka melalui UU tersebut.

“Proses serba tertutup dengan upaya yang tampak sistematis untuk mengamankan jalur lintasan UU Cipta Kerja hingga waktu pengundangan di lembaran negara, tampaknya bukan sesuatu yang tak disadari sebagai kesalahan oleh DPR dan pemerintah. Akan tetapi pilihan itu tampak lebih aman untuk meredam aksi massa yang jika tak hati-hati bisa berkembang liar, karena banyak kelompok yang punya agenda tertentu memanfaatkan kekacauan situasi untuk kepentingan tertentu pula,” tuturnya.

4. Kepercayaan publik kepada DPR akan merosot jika cara itu benar-benar dilakukan

Formappi: DPR Sengaja Bingungkan Publik soal Draf Final UU Ciptaker Suasana pembukaan Sidang Paripurna DPR RI masa persidangan IV, Senin (15/6) (Tangkapan layar TVR Parlemen)

Lucius menilai, jika hal itu benar terjadi maka cara DPR dan pemerintah itu akan menjadi ancaman baru. Sebab, bukan tidak mungkin semua isu yang dikhawatirkan dan juga ditolak publik belakangan memang benar-benar akan menjadi naskah akhir UU tersebut.

Bahkan kekhawatiran lain yang tak ditemukan dalam draf yang sudah beredar bisa jadi akan muncul di naskah final. Artinya, sangat mungkin ada perubahan substansi di tengah penyembunyian naskah dan proses perubahannya usai paripurna.

“Pilihan-pilihan menyembunyikan proses dan naskah UU Cipta Kerja ini hampir pasti membuat kepercayaan publik terhadap DPR kian melorot ke titik yang semakin rendah. Modal kucing-kucingan dalam proses pembuatan UU akan membuat DPR ke depannya tak mudah mendapatkan kepercayaan publik. Semakin dalam kekecewaan publik, akan ada saatnya menjadi kemarahan yang membuat DPR tak berdaya,” ujarnya.

Baca Juga: Prabowo: Yang Demo Kemarin Belum Baca Hasil Omnibus Law UU Ciptaker

5. Penjelasan Sekjen DPR soal munculnya 3 versi UU Cipta Kerja

Formappi: DPR Sengaja Bingungkan Publik soal Draf Final UU Ciptaker Sekjen DPR RI, Indra Iskandar (Instagram.com/dpr_ri)

Sejak disahkan DPR pada 5 Oktober lalu, draf UU Cipta Kerja sudah berubah tiga kali, dengan alasan karena ada kesalahan ketik dan format. Alhasil, dari yang sebelumnya berisi 905 halaman menjadi 1.035 halaman, dan terakhir menjadi 812 halaman.

Sekjen DPR Indra Iskandar beralasan hal itu terjadi karena perubahan format kertas dari ukuran A4 menjadi ukuran legal. Selain perubahan format, kata Indra, terdapat juga substansi dalam pasal-pasal yang mengalami penyempurnaan. Penyempurnaan ini juga merupakan kesepakatan antara DPR dan pemerintah.

“Prinsipnya ada penyempurnaan redaksi juga, prinsip harus disepakati oleh kedua belah pihak antara DPR dan pemerintah,” ujar Indra, Selasa.

Mengenai temuan IDN Times terhadap tiga pasal yang mengalami perubahan dari versi draf 905 ke 1.035 halaman, menurut Indra, karena adanya catatan rapat sebelumnya yang belum disempurnakan.

“Semua kan ada catatan rapat sebelumnya, jadi prinsipnya bukan hal baru,” ujar Indra.

Indra memastikan draf UU Cipta Kerja versi 812 halaman ini merupakan draf final yang akan disampaikan kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada Rabu, 14 Oktober 2020. “Iya (versi 812 halaman) akan disampaikan ke Presiden,” kata dia.

Download draf UU Cipta Kerja versi 812 halaman di sini.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya