Jalan Berliku untuk Menggugat Batas Usia Perkawinan

Terkait batas usia perkawinan bagi perempuan

Jakarta, IDN Times - "Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Meminta pembuat UU paling lama tiga tahun untuk melakukan perubahan tentang perkawinan, khususnya berkenaan dengan batas usia minimal perempuan dalam perkawinan,” ucap Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Kamis (13/12).

Putusan dari Ketua Majelis Hakim ini langsung disambut haru dan bahagia oleh para pemohon yang merupakan penyintas perkawinan anak. Mereka antara lain adalah Endang Wasrinah dan Rasminah yang mengikuti langsung sidang putusan hari itu, sementara Maryati sedang berhalangan hadir karena suatu hal yang tidak bisa ditinggalkan. Selain itu di belakang mereka juga ada beberapa organisasi pemerhati anak yang juga terus mendorong agar MK segera memutuskan UU tersebut yang dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

1. Berhasil setelah mengajukan JR kedua di MK

Jalan Berliku untuk Menggugat Batas Usia PerkawinanInstagram @mahkamahkonstitusi

Untuk menjatuhkan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya mengenai batas usia perkawinan bagi kaum perempuan, membutuhkan waktu yang sangat panjang dan mengalami jatuh-bangun dalam setiap proses yang dilewatinya. Lia Anggiasih contohnya, ia adalah tim kuasa hukum dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) yang masuk dalam koalisi 18 plus yang secara keras mendorong kepada ketiga penyintas perkawinan anak tersebut untuk mau mengajukan judicial review (JR) ke MK sebagai simbol perlawanan kaum perempuan.

“Kita mengajukan JR (kedua) di MK di tahun 2017 bulan April karena di 2014 sempat ditolak tapi saat itu belum koalisi 18 plus,” ujar Lia Anggiasih saat ditemui IDN Times di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (14/12).

Anggi, biasa ia disapa, mengatakan bahwa memang sebelumnya pada tahun 2014 ia bersama rekan-rekan pemerhati perempuan yang lain juga pernah mengajukan JR ke MK namun berujung nol besar karena MK menganggap bahwa hal yang mereka sampaikan dalam berkas JR tidak menguatkan MK untuk memutuskan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi hingga tahap pemeriksaan berkas.

Baca Juga: Putusan MK Keluar, Kementerian PPPA Dorong Segera Revisi UU Anyar

2. Sebelum JR kedua juga pernah menghadap Jokowi untuk meminta diterbitkan Perpu

Jalan Berliku untuk Menggugat Batas Usia PerkawinanGoogle.com

Tidak mau putus asa sampai di situ, Anggi bersama rekan-rekan yang lain juga pernah mengajukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada tahun 2016 karena menganggap pernikahan anak di usia dini sudah semakin darurat dan harus menjadi perhatian tersendiri bagi Presiden, namun juga berujung nihil.

“Kita masukkan ke Kantor Staf Presiden berdasarkan masukan informasi dari orang-orang di dalam Kantor Staf Presiden bahwa Perpu-nya sudah sampai di meja Presiden, akhirnya kami mendapat kesempatan bertemu dengan Presiden pada April 2018 ini untuk menyerahkan Perpu secara langsung. Saat itu komitmen Presiden mau mengesahkan tapi ternyata informasi lain yang kami dapatkan pasca-pertemuan itu adalah ini tahun politik kemudian jelang pemilu, jadi kemungkinan tidak disahkan tahun ini,” tuturnya.

3. Bersama yang lain, mereka terus berpikir untuk bisa menjatuhkan UU Perkawinan yang dianggap melanggar HAM

Jalan Berliku untuk Menggugat Batas Usia PerkawinanTOLAK PERNIKAHAN ANAK. Ilustrasi pengantin anak usia sekolah dalam kampanye menolak perkawinan anak oleh Yayasan Kakak di Solo, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Foto oleh Ari Susanto/Rappler

Bersama teman-teman yang lain, Anggi pun mencoba berpikir cara apa yang ampuh untuk bisa membuktikan bahwa di luar sana pernikahan anak menjadi momok besar dan menyebabkan tingginya angka perceraian yang ada di negeri ini karena belum mampunya mereka dalam membina rumah tangga, baik dari segi psikologis maupun mental.  

“Strategi di JR kedua ini kami memang menggunakan penyintas langsung sebagai pemohon ke MK. Kami mulai FGD (Focus Group Discussion) dulu lalu turun bersama-sama kuasa hukum yang lain. Kami turun ke NTB, Bengkulu, dan Indramayu, lalu dari ketiga daerah yang dilakukan FGD tersebut, kami memilih 3 orang yang kami ajukan sebagai pemohon ke MK karena kami anggap ceritanya yang paling signifikan masuk sebab dibanding yang lain, mereka yang paling krusial ceritanya,” terang Anggi.

Strategi mereka akhirnya membuahkan hasil. Setelah memasukan JR ke MK pada April 2017 dengan nomor perkara 22/PUU-XV/2017, tidak lama berselang, lembaga yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman tertinggi bersama Mahkamah Agung ini kembali memanggil ketiga penyintas perkawinan anak tersebut yang diwakili oleh kuasa hukumnya untuk melakukan sidang pertama terkait pengecekan berkas, lalu dilanjutkan dengan sidang kedua yaitu revisi isi permohonan.

4. JR kedua di MK juga tidak semudah yang dibayangkan

Jalan Berliku untuk Menggugat Batas Usia PerkawinanInstagram @mahkamahkonstitusi

Tidak sampai di situ saja, Majelis Hakim MK juga berjanji akan segera membawa hasil revisi ini segera ke pleno permusyawaratan Majelis Hakim MK. Namun satu tahun berselang setelah janji manis tersebut diucapkan, tidak ada pemanggilan sidang lagi terkait hal yang diajukan tersebut.

“Nah selepas dari sidang kedua (revisi berkas) sampai bulan November kemarin, kita tidak mendapatkan panggilan apapun. Itu (revisi berkas) sekitar bulan Agutus (2017) sudah tidak ada sidang lanjutan usai penerimaan revisi permohoan,” ucapnya.

Tidak mau menyerah dan putus asa, tim kuasa hukum melayangkan surat permohonan untuk bisa disegerakannya sidang kepada Majelis Hakim MK. Bukan hanya sekali, tapi tiga surat permohonan langsung dilayangkan secara berkala namun seakan menjadi angin lalu bagi mereka. 

“Kami sebenarnya sudah ada strategi lain dengan ingin memasukkan surat ke Ombudsman Republik indonesia tapi tanggal 13 Desember 2018 ini kita dapat panggilan sidang dan agendanya putusan sidang perkara,” jelasnya.

“Meskipun sebenarnya kami mendapatkan panggilan sidang, kami sempat bertanya-tanya kenapa langsung putusan sidang perkara, kan harusnya kita dipanggil dulu untuk menghadirkan ahli. Kami berharapnya pemohon bisa berbicara di depan Majelis Hakim dan menceritakan langsung bagaimana proses mereka bisa dinikahkan di usia anak, tapi ternyata tidak bahwa agenda dan langsung putusan,” sambungnya.

Mereka sangat mengapresiasi putusan yang diberikan oleh MK tersebut meskipun tidak seratus persen tuntutan mereka dikabulkan karena yang menjadi catatan penting adalah bahwa MK sepakat UU Perkawinan itu melanggar UUD 1945 di Pasal 27 ayat 1 tentang kesamaan di muka hukum yang berarti antara laki-laki dan perempuan harus memiliki kesamaan dalam hal apapun termasuk batas usia menikah.

Seperti sama-sama kita ketahui bahwa dalam UU Perkawinan sendiri masih ada perbedaan usia pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Untuk laki-laki, batas dini usia menikah adalah 19 tahun sedangkan bagi perempuan adalah 16 tahun. Ini dikatakan Anggi merupakan suatu pelanggaran HAM terkait kesetaraan di mata hukum tersebut.

“Terjadi diskriminasi, ada perbedaan antara batas usia menikah bagi anak laki-laki dan perempuan karena laki-laki boleh menikah di usia 19 tahun, maka dia punya kesempatan lebih panjang untuk mendapatkan akses pendidikan dan kesehatan, kemudian dia bisa menentukan kapan menikah, kapan dia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, tapi itu tidak diberikan kepada anak perempuan,” tegasnya.

5. Tetap berupaya secepat mungkin menjatuhkan UU Perkawinan

Jalan Berliku untuk Menggugat Batas Usia PerkawinanInstagram @humasmahkamahagung

Kendati demikian, ketiga penyintas pernikahan dini yaitu Maryati, Endang Wasrinah dan Rasminah bersama rekan-rekan pemerhati perempuan lainnya, masih ada yang mengganjal terkait putusan Majelis Hakim MK itu karena dalam putusannya memberikan tenggat waktu tiga tahun kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk bisa menyelesaikan UU tersebut. Hal tersebut dirasa sangat tidak masuk akal karena sebelumnya MK telah mengatakan bahwa Indonesia tengah dalam kondisi darurat pernikahan dini yang berarti UU tersebut harus disegerakan untuk direvisi.

“Selama UU belum direvisi, ya kita masih menggunakan kebijakan yang ada saat ini, makanya kami kecewanya kenapa sampai 3 tahun. Jadi selama 3 tahun ini akan semakin tinggi angka pernikahan anak yang dikawinkan di bawah 18 tahun. Ketika statement perkawinan anak sudah dikeluarkan Majelis Hakim, seharusnya kita tidak perlu menunggu sampai 3 tahun,” pungkasnya.

6. Setelah JR menang di MK, langkah selanjutnya adalah mengajukan Perpu ke Presiden

Jalan Berliku untuk Menggugat Batas Usia PerkawinanANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Untuk mempercepat proses revisi UU yang akan dilakukan oleh DPR, upaya-upaya advokasi tentunya telah disiapkan oleh Anggi bersama rekan-rekan lainnya. Namun saat ini, strategi lain kembali dipikirkannya untuk bisa secepat mungkin menggulingkan UU tersebut dan menempuh kembali jalur lain yaitu dengan kembali menghadap kepada Presiden lalu meminta Perpu terkait batas usia pernikahan untuk segera diterbitkan.

“Soal darurat perkawinan anak, saya pikir kita bisa lebih cepat ke Perpu, bagaimana kita bisa dapat akses ketemu Presiden, kemudian menyampaikan hasil dari MK pas uji materi tentang UU No. 1 tahun 1974 perkara UU Perkawinan dan bagaimana tanggapan Presiden tentang putusan tersebut. Lalu kita lihat apakah masih juga mau menunggu sampai pemilu selesai atau sesegera mungkin mengesahkan Perpu sehingga generasi penerus bangsa kualitasnya akan semakin baik,” harapnya.

7. Bulan Desember menjadi momen yang tepat untuk bertemu dengan Presiden terkait pengajuan Perpu

Jalan Berliku untuk Menggugat Batas Usia Perkawinaninstagram.com/jokowi

Pengajuan Perpu kepada Presiden juga dikatakan Anggi akan dilakukan dalam waktu dekat karena momen putusan MK ini sudah menjadi titik balik kebangkitan perempuan untuk mendapatkan hak dan kesetaraan yang sama baik di mata sosial maupun hukum. Anggi menjelaskan bahwa bulan Desember ini merupakan saat yang tepat untuk bisa menyampikan permohonan Perpu tersebut kepada Presiden Jokowi.

“(Mengajukan Perpu) dalam waktu dekat pasti, sekarang kita sedang usaha lobi Kantor Staf Presiden supaya dapat akses untuk ketemu sama Presiden, mumpung momennya masih baru (terkait putusan MK). Kemudian tanggal 22 Desember nanti jelang 90 tahun Hari Pergerakan Perempuan, jadi saya pikir momen di Desember ini baik untuk mendorong Presiden segera mengesahkan Perpu,” tandasnya.

Baca Juga: Menag: Putusan MK tentang Batas Usia Nikah Penuhi Rasa Keadilan 

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria
  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya