Soeharto dan Nasib yang Tak Segemerlap Emas Raihannya

Tuna netra, ia kini juga harus merawat istri seorang diri

Surabaya, IDN Times - Soeharto, nama yang tak asing bagi warga negara Indonesia. Nama tersebut lekat dengan sosok presiden ke-2 RI. Namun siapa sangka, ada sosok lain dengan cerita yang tak kalah hebat di balik nama Soeharto. Ia adalah Soeharto (68) seorang mantan atlet tuna netra serba bisa yang pernah membawa medali emas untuk Indonesia pada ajang Para Games. Namun sayang, kini kondisi Soeharto tak seharum nama Indonesia saat dibawanya meraih emas di Australia 1977 silam.

1. Bukan tuna netra biasa

Soeharto dan Nasib yang Tak Segemerlap Emas RaihannyaIDN Times/Fitria Madia

Soeharto memang bukan sekadar penyandang tuna netra biasa. Ia memamerkan deretan medali yang telah ia raih semasa muda ketika Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi datang berkunjung. Dengan senyuman, ia menceritakan satu persatu sejarah di balik tiap medali. "Yang emas itu dari cabang lempar lembing Para Games tahun 1977. Waktu itu saya ikut 5 cabang lomba lari 100 meter, lempar lembing, lompat jauh, renang, sama tolak peluru. Dapat emas satu sama perunggu satu," kenangnya dengan bangga, Selasa (24/7).

Kepingan-kepingan medali lain yang ia simpan dalam kantong kresek berwarna biru juga ia pamerkan. Terlihat 10 keping medali dengan berbagai macam cabang olahraga di dalam kantong kresek tersebut. "Saya 3 kali keluar negeri. Australi sama Inggris 2 kali. Saya juga hafalan pancasila waktu 17-an di Inggris," kenangnya.

Soeharto sendiri memulai karirnya sebagai atlet di usia 26 tahun. Saat itu ia menjadi atlet tolak peluru di ajang FESPIC Games di Jakarta pada tahun 1976. "Saya memang orangnya suka olahraga. Waktu masih bisa lihat itu saya lari dari Surabaya ke Sidoarjo," jelasnya dengan sebatang rokok di sela jemarinya.

2. Kehidupannya jauh dari kata sejahtera

Soeharto dan Nasib yang Tak Segemerlap Emas RaihannyaIDN Times/Fitria Madia

Nyatanya, keseharian Soeharto jauh dari apa yang diberikannya untuk negara. Ia hanya tinggal berdua bersama istrinya, Astuti, di sebuah rumah warisan yang hanya terdiri dari satu kamar. Maklum, dia tak dikaruniai anak. Sementara, ia sendiri merupakan anak tunggal. "Jadi saya sudah gak punya saudara. Hidup ya berdua dengan istri," kata dia.

Jangan dibayangkan juga rumah Soeharto sama dengan rumah pada umumnya. Di dalamnya hanya terdapat kruk dan alat bantu berjalan milik istrinya. Bahkan, tidak ada ranjang apalagi kasur empuk di kamar tersebut. Hanya ada sebuah lemari tua berdebu di sudut ruangan 3x4 meter yang disebutnya ruang tamu.

Di dalam rumah tersebut, Soeharto mengaku mengerjakan semua pekerjaan seorang diri. "Saya masaknya pakai magic com. Yang penting ada nasi sama kecap," jelasnya. Tak hanya makanan, rumah yang kini ia tempati sebenarnya sudah tidak layak huni. Terlihat plavon rumah yang berada di ruang tamu dan kamar sudah bolong. Genting-genting pun sudah tak lagi rapat. "Kalau hujan ya bocor sekali di sini," imbuhnya sambil menandaskan hisapan rokoknya.

Parahnya, ia juga merawat Astuti yang mengidap tumor otak dan patah kaki selama 3,5 tahun. "Sekarang Ibu sudah dirawat di RS Soewandhi. Bantuan pemerintah," ujarnya.

Selain tumor otak dan patah tulang yang diidapnya, terdapat juga sebuah luka menganga di bagian punggung Astuti. Bahkan, luka tersebut kini sudah berbelatung. Namun, beban Soeharto kini sedikit berkurang lantaran pemerintah Kota Surabaya telah merawat Astuti di RS Soewandhi. Ini pun terjadi usai kisahnya viral di media sosial.

3. Alami kebutaan karena operasi yang tak jelas

Soeharto dan Nasib yang Tak Segemerlap Emas RaihannyaIDN Times/Fitria Madia

Hilangnya indera penglihatan Soeharto rupanya bukan bawaan sejak lahir. Sebenarnya ia masih dapat melihat hingga usia 19 tahun. Petaka tiba tanpa disangka. Tanpa ada sebab yang jelas, mata kanannya mengalami gangguan. Ia pun menjalani operasi mata di RS Mata Undaan Surabaya. "Waktu itu yang dioperasi dua-duanya. Saya heran, yang terganggu kanan, kok dioperasi dua-duanya," ujarnya.

Setelah menjalani operasi mata, Soeharto sebenarnya sempat kembali melihat dengan normal. Hingga pada suatu hari ketika ia sedang menonton film, pandangannya tiba-tiba gelap seketika. Ia pun kembali ke RS Mata Undaan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Mata itu kan penting sekali. Gawat kalau mata saya ada apa-apa," jelasnya.

Namun Soeharto tidak mengerti apa yang terjadi dengan pengelihatannya. Ia hanya ingat dokter menjelaskan bahwa penyakitnya kompleks. Akhirnya dokter memutuskan untuk mengoperasi kedua matanya lagi.

"Lah dikira operasi itu gak sakit? Dulu saya cuma dikasih bius lokal dan tangan kaki diikat. Saya bisa lihat itu pisau-pisau menyayat mata saya," kenangnya.

Namun rupanya hasil operasi tidak sesuai dugaan. Tanpa memberikan penjelasan apa-apa, dokter memberikan surat pengantar untuk belajar braile. Di situlah Soeharto menyadari bahwa ia kehilangan indera pengelihatannya untuk selamanya.

4. Bantuan mengalir berkat medsos

Soeharto dan Nasib yang Tak Segemerlap Emas RaihannyaIDN Times/Fitria Madia

Kini Soeharto dapat bernafas lega. Selain istrinya yang telah dirawat di rumah sakit, bantuan-bantuan dana mengalir untuknya. Hal ini terjadi setelah gadis pemilik warung di depan rumahnya mengunggah foto Soeharto di media sosial. Bahkan, ia juga mendapat kunjungan dari Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi pada Selasa (24/7).

Soeharto mengaku senang atas kunjungan Imam ke rumahnya. Dengan mengenakan jaket pemberian Imam, ia menyampaikan bahwa dirinya akan terus bersemangat meskipun usianya tak lagi muda.

"Boleh tua tapi semangat muda. Berjuang demi bangsa, demi merah putih. Waktu indonesia raya dinyanyikan, wuh saya nangis," celotehnya sembari memamerkan giginya yang sudah tersisa beberapa biji.

Baca juga: Hidup Memprihatinkan, Menpora Kunjungi Mantan Atlet Tuna Netra

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya