5 Fakta Kasus Korupsi Izin Ekspor CPO, Rugikan Negara Rp18,3 Triliun!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sejumlah fakta terbaru dari kasus dugaan korupsi izin ekspor CPO terungkap dalam persidangan. Kasus ini disebut-sebut telah merugikan negara hingga Rp18,3 triliun.
Ada lima terdakwa yang sedang diadili dalam kasus tersebut. Mereka adalah eks Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Indra Sari Wisnu Wardhana; Anggota Tim Asistensi Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA; dan General Manager bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Berikut adalah sejumlah fakta terbaru yang dirangkum dalam persidangan tersebut
1. Diduga merugikan negara Rp18,35 triliun
Perbuatan kelima negara disebut telah merugikan negara senilai Rp18.359.698.998.925 (Rp18,35 triliun). Rinciannya, sebanyak Rp6 triliun merupakan kerugian keuangan negara dan Rp12,3 triliun merugikan perekonomian negara.
Baca Juga: Ini Peran Eks Mendag M Lutfi di Kasus Korupsi Izin Ekspor CPO
2. Diduga memperkaya tiga klaster korporasi besar
Tak hanya membuat negara rugi, kasus ini disebut telah membuat tiga klaster korporasi besar bertambah kaya. Grup Wilmar diperkaya Rp1,69 triliun, Grup Musim Mas diperkaya Rp626,6 miliar, dan Grup Permata Hijau diperkaya Rp124,4 miliar.
3. Negara harus kasih BLT hingga Rp6 triliun
Kasus korupsi melalui terbitnya persetujuan ekspor minyak sawit atau CPO oleh Kementerian Perdagangan membuat negara merugi hingga Rp6 triliun.
Dari jumlah tersebut, pemerintah harus menanggung kerugian keuangan negara sebesar Rp2,9 triliun karena menerbitkan persetujuan ekspor bagi Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Editor’s picks
Perusahan-perusahaan itu diwajibkan mengalokasikan 20 persen CPO dari volume ekspor untuk kebutuhan dalam negeri. Namun, sejumlah pengekspor tidak memenuhi DMO. Hal ini diduga terjadi karena adanya manipulasi sejumlah pihak
Jaksa mengatakan, kasus korupsi ini membebani 20,5 juta rumah tangga yang tidak mampu. Karena itu, negara harus memberikan Bantuan Langsung Tunai untuk mengurangi beban tersebut.
4. Ada peran eks Mendag Muhammad Lutfi yang terungkap
Jaksa mengatakan, Lin Che Wei yang saat itu merupakan anggota Tim Asistensi Menko Perekonomian Airlangga Hartarto tidak pernah mendapat tugas sebagai analis pada Kementerian Perdagangan. Namun, ia diajak Lutfi dalam pembahasan kelangkaan minyak goreng yang dilakukan Kementerian Perdagangan berdasarkan hubungan pertemanan keduanya.
Kemudian, Lutfi bersama Lin Che Wei; eks Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana; Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan, serta tim Kementerian Perdagangan mengadakan rapat membahas skenario untuk mengendalikan harga dan stok minyak goreng dan bahan bakunya.
Lin saat itu mengusulkan mengenai besaran domestic market obligation (DMO) 20 persen melalui diskresi Mendag dengan mengadakan joint konsorsium dan kebun berkewajiban untuk mensuplai CPO sesuai luasan lahan. Usulan itu pun diterima oleh Lutfi.
Hasil rapat itu disampaikan Lutfi bersama Lin Che Wei dan Indra Sari dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. Saat itu Lutfi memaparkan rencana pengendalian dan pendistribusian minyak goreng dengan cara pembatasan ekspor secara langsung kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Baca Juga: Lin Che Wei, Eks Dirjen Kemendag Didakwa Rugikan Negara Rp18,3 T
5. Ada minum-minum wine di Kementerian Perdagangan sampai pukul 03.00
Pada persidangan terungkap adanya pesta wine yang dilakukan mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardhana bersama sejumlah pihak di ruang kerjanya. Mereka disebut minum-minum sampai pukul 03.00 WIB.
Wine itu dibawa oleh Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA. Acara minum-minum itu juga dihadiri Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, yang mewakili Grup Wilmar serta dua orang lainnya bernama Hanawi dan Tukiyo.
Pada pertemuan itu, Grup Wilmar juga sempat menanyakan pada Indra Sari Wisnu Wardhana mengenai persetujuan ekspor CPO. Saat itu Grup Wilmar diwakili oleh Stanley MA.