Dinasti Politik di Indonesia, di Antara Hak dan Etika

Dinasti politik ramai lagi usai Gibran jadi Cawapres

Jakarta, IDN Times - Dinasti politik kembali menjadi perbincangan publik ketika Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengumumkan bahwa Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dipilih menjadi calon wakil presidennya pada Pemilu 2024.

Gibran bisa memenuhi syarat ikut Pemilu Presiden 2024 setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan Mahasiswa Universitas Surakarta, Almas Taqibbiru pada 16 Oktober 2023. MK yang saat itu masih diketuai ipar Jokowi mengabulkan syarat bahwa seseorang bisa ikut Pilpres meski belum berusia 40 tahun asalkan sudah pernah menjadi kepala daerah.

Enam hari berselang dari putusan tersebut, Prabowo mengumumkan meminang Gibran menjadi Cawapresnya dalam Pemilu 2024.

"Baru saja Koalisi Indonesia Maju yang terdiri dari 8 partai politik, yaitu Partai Golongan Karya, PAN, Demorkat, Gerindra, Partai Gelora, Partai Bulan Bintang, Partai Garda Republik dan Partai Prima yang dihadiri oleh ketua umum masing-masing dan sekjen masing-masing," ujar Prabowo pada Minggu, 22 Oktober 2023.

"Kita telah berembuk secara final secara konsensus seluruhnya sepakat mengusung Prabowo Subianto sebagai capres Koalisi Indonesia Maju dan saudara Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dari Koalisi Indonesia Maju," imbuhnya.

1. Keluarga Jokowi telah membentuk dinasti baru

Dinasti Politik di Indonesia, di Antara Hak dan EtikaInfografis Dinasti Politik (IDN Times/Aditya)

Majunya Gibran disebut meneruskan fenomena dinasti dalam dunia politik tanah air. Sebab, sejumlah keluarga Gibran saat ini masih memangku sejumlah jabatan di pemerintahan.

Ayah Gibran adalah Jokowi, Presiden RI 2014-2024. Pamannya, Anwar Usman, sempat menjadi Ketua MK sebelum dicopot karena melanggar etik.

Kemudian, Wali Kota Medan Bobby Nasution juga merupakan suami dari adik Gibran, Kahiyang Ayu.

Terbaru, Kaesang Pangarep, adik Gibran, mulai terjun ke politik usai didapuk menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Bahkan, Kaesang hanya butuh dua hari menjadi kader PSI sebelum menjadi ketua.

Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada Oktober 2023 juga menunjukkan bahwa masyarakat setuju majunya Gibran sebagai bentuk dinasti politik.

Ada sebanyak 60,7 persen responden menyebut langkah Gibran Rakabuming Raka melaju dalam pemilihan presiden merupakan bentuk dinasti politik. Sementara, ada 24,7 persen responden yang menyatakan bukan bentuk politik dinasti, serta 14,6 persen mengatakan tidak tahu.

53 persen responden pun menyatakan tidak seutuju dengan dinasti politik di Indonesia. Meski begitu, masih ada 34,7 persen responden yang setuju dan 12,3 persen tidak tahu.

Keluarga Jokowi tak banyak merespons soal tudingan dinasti politik tersebut. Jokowi misalnya, pada Oktober 2023 hanya menjawab santai mengenai hal itu.

"Serahkan (ke) masyarakat saja," ujarnya Jokowi di Indramayu pada Jumat, 13 Oktober 2023.

Gibran pun senada dengan sang Ayah. Ia menyerahkannya pada masyarakat.

"Biar warga yang menilai," ujarnya di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat pada Sabtu, 21 Oktober 2023.

Baca Juga: Prabowo: Gibran Saya yang Pilih, Gak Ada Dinasti-Dinastian!

2. Ada Caleg DPR yang berpotensi jadi dinasti politik baru

Dinasti Politik di Indonesia, di Antara Hak dan EtikaGedung DPR RI (IDN Times/Kevin Handoko)

Keluarga Jokowi bukan satu-satunya dinasti dalam dunia politik tanah air. Dalam Pemilu Legislatif 2024 misalnya, ada beberapa orang yang maju ketika anggota keluarganya menjadi pejabat aktif.

Contohnya adalah Rahayu Saraswati di Dapil Jakarta III yang merupakan keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto), Ravindra Airlangga di Dapil Jawa Barat V yang merupakan anak dari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, serta Diah Pikatan di Dapil Jawa Tengah IV yang merupakan anak dari Ketua DPR Puan Maharani.

Baca Juga: Sistem Politik Dinasti Bisa Bawa Keuntungan bagi Masyarakat?

3. Rakyat yang tentukan pilihannya sendiri

Dinasti Politik di Indonesia, di Antara Hak dan EtikaRahayu Saraswati dalam Sesi "Women's Voice in Politics and Decision Making" IMGS 2022 pada Jumat (30/9/2022). (IDN Times/Tata Firza & Reynaldy)

Rahayu Saraswati mengatakan bahwa dinasti di Indonesia telah menjadi budaya yang lama dan bukan sebuah masalah. Sebab, Indonesia merupakan negara dengan sistem demokrasi pemilihan langsung.

"Dalam hal ini, rakyat yang masih berkuasa untuk menentukan pemimpin mereka. Jika mereka tidak suka dengan calon tertentu, mereka tidak perlu memilihnya," ujar Rahayu ketika dihubungi IDN Times.

Putri Hashim Djojohadikoesoemo itu tak menampik kehadiran Prabowo yang kini menjadi Menteri Pertahan sangat berdampak pada pencalonannya. Namun, dampaknya bisa positif maupun negatif.

"Bagi yang suka dengan beliau tentu positif," ujarnya.

4. Mayoritas ingin ada aturan yang melarang dinasti politik

Dinasti Politik di Indonesia, di Antara Hak dan EtikaInfografis Dinasti Politik (IDN Times/Arief Rahmat)

Manager Pemantauan Jaringan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Aji Pangestu menilai dinasti politik adalah hal yang wajar karena merupakan hak setiap warga negara. Aji menilai yang perlu dilarang bukan dinasti politiknya, tapi cara kerjanya.

"Jadi yang perlu dilarang secara tegas adalah tidak adanya upaya penyalahgunaan kekuasaan dan infrastruktur negara yang digunakan untuk melanggengkan kekauasaan keluarga tau kerabat kelompok tertentu," ujarnya kepada IDN Times.

Dalam Pasal 2 Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa Pemilu harus dilaksanakan berdasarkan asas langsuung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Hal itu lah yang harus dimaknai dengan baik oleh setiap kontestam/

"Tidak boleh ada penyalahgunaan infrastruktur negara untuk memberikan dukungan, ataupun hal lainnya untuk memenangkan kandidat tertentu," ujar Aji.

Meski begitu, jajak pendapat Litbang Kompas menangkap mayoritas masyarakat merasa perlu adanya aturan mengenai politik dinasti di tanah air. Sebanyak 63,7 persen setuju, 23,2 persen tidak setuju, dan 13,1 persen tidak tahu.

Survei dilakukan Litbang Kompas pada 16-18 Oktober 2023 dengan 512 responden dari 34 provinsi. Sampel diambil secara acak dari responden sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi. Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin of error kurang lebih 4,35 persen.

Baca Juga: Pengakuan Kaesang Kalah Populer dari Gibran Sejak Jadi Cawapres

5. Dinasti politik tidak salah secara hukum, tapi..

Dinasti Politik di Indonesia, di Antara Hak dan EtikaAnalis politik dari UIN, Adi Prayitno. (www.instagram.com/@adiprayitno.official)

Senada dengan Aji, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyebut secara hukum tidak ada yang salah dengan politik dinasti. Sebab, saat ini belum ada aturan yang melrang hal tersebut.

Adi mengungkapkan sempat ada aturan yang menyinggung hal tersebut yakni Undang-Undang nomor 8 Tahun 2015. Ada tiga definisi dinasti politik yang didefinisikan pasal tersebut yakni:

  1. Satu tingkat ke atas, satu tingkat ke samping kanan dan kiri, dan satu tingkat ke bawah. Jadi, suami, istri, dan anak itu diatur dulu. Ini kategori politik dinasti.
  2. Salah satu di antara keluarga ini sedang menjabat di jabatan politik yang bersifat elected official seperti bupati, walikota, gubernur, anggota dewan, bahkan presiden.
  3. Di antara keluarga ini ada juga yang mengincar posisi jabatan yg sifarnya elected official dimana salah satu keluarga ini sedang mebjabat atau berkuasa.

"Inilah definisi politik dinasti menurut UU Pemilu 2015. Tapi sayangnya dibatalkan MK," ujarnya kepada IDN Times.

Adi menilai dinasti politik berbahaya walau tak dilarang di Indonesia. Sebab, hal itu menyuburkan praktik nepotisme.

"Sesuatu yang bertentangan dengan semangat reformasi. Harus ada regulasi yang mengatur itu semua," ujarnya.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya